Mengenal Apa Itu Etika Jawa Menurut Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Apakah Adaptif?
DEPOK, BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Berbicara tentang etika, kita memasuki ruang pemikiran yang kaya akan nilai-nilai luhur dan pedoman hidup yang diwariskan turun-temurun.
Etika ini bukan hanya tentang perilaku individu, tetapi lebih pada bagaimana seseorang berinteraksi dengan masyarakat dan alam sekitarnya.
Dalam perspektif Dr. Darmoko, seorang ahli dari Universitas Indonesia, etika Jawa mengajarkan untuk lebih mengutamakan kewajiban sosial dibandingkan dengan hak pribadi, sebuah prinsip yang mendalam dan relevan dalam kehidupan sehari-hari.
Kewajiban Sosial dan Dharma dalam Etika Jawa
Menurut Dr. Darmoko, Etika Jawa mengarahkan manusia untuk mendahulukan kewajiban daripada hak, yang terhubung dengan amanah dalam Islam atau dharma dalam budaya Jawa.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam etika Jawa, setiap individu memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap masyarakat dibandingkan dengan kepentingan pribadi.
Kewajiban sosial ini menjadi landasan kehidupan masyarakat Jawa, di mana prinsip gotong royong dan musyawarah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya mereka.
Lebih lanjut, Dr. Darmoko menjelaskan bahwa manusia diharapkan selalu berpikir tentang kesejahteraan bersama, karena keharmonisan sosial dianggap sebagai tujuan utama.
Konsep ini menekankan bahwa dalam budaya Jawa, kesejahteraan bersama adalah hal yang lebih penting daripada kepentingan pribadi.
Oleh karena itu, kehidupan sosial di Jawa sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai kebersamaan dan rasa saling menguntungkan.
Kemudian, etika Jawa juga memiliki dimensi spiritual yang penting.
"Setiap individu memiliki dharma, yaitu tugas suci yang harus dijalankan untuk menjaga keseimbangan alam semesta,” Dr. Darmoko menjelaskan.
Tugas ini mencakup hubungan antara manusia dengan Tuhan dan alam, bukan hanya sesama manusia.
Dalam pandangan etika Jawa, menjaga harmoni dengan alam dan segala isinya adalah kewajiban yang harus dijalankan setiap individu.
Baca Juga: Moms dan Dad Yuk Ajari Anak Sopan Santun! Jangan Sampai Salah Mendidik Ya, Ikuti Tips Berikut Ini
Adaptasi Etika Jawa dalam Perubahan Zaman
Etika Jawa tidak bersifat statis dan selalu berproses mengikuti dinamika sosial. Seperti yang disampaikan
"Etika Jawa beradaptasi dengan perubahan zaman, meskipun tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasarnya,” Dr. Darmoko menjelaskan.
Etika Jawa tidak bersifat statis, tetapi terus berproses mengikuti perkembangan zaman.
"Etika Jawa selalu beradaptasi dengan perubahan zaman, meskipun tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasarnya," sambung Darmoko.
Ini menunjukkan bahwa meskipun ada banyak perubahan dalam kehidupan sosial, nilai-nilai dasar etika Jawa tetap relevan.
Dalam menghadapi modernisasi, etika Jawa menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan perubahan cara hidup.
"Prinsip gotong royong dan musyawarah tetap ada, hanya saja kini diterjemahkan ke dalam bentuk yang lebih kontemporer," tambah Dr. Darmoko.
Hal ini tampak pada bentuk-bentuk kerja sama masyarakat yang dilakukan di era digital dan perkotaan.
Etika Jawa juga menghadapi pengaruh dari budaya luar tanpa kehilangan identitasnya.
“Meskipun ada berbagai pengaruh asing, etika Jawa tetap mampu berasimilasi tanpa kehilangan esensinya,” Dr. Darmoko mejelaskan.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun banyak tradisi Jawa yang tetap dipertahankan, etika Jawa mampu beradaptasi dan memberikan panduan hidup yang relevan dalam berbagai konteks sosial yang berkembang.
Baca Juga: Kenapa Orang Jawa Memiliki Sikap Sungkan? Ternyata Ini Alasannya Lur
Ruwatan: Ekspresi Budaya dan Etika Jawa
Salah satu contoh dari penerapan etika Jawa yang masih ada hingga saat ini adalah tradisi ruwatan.
"Ruwatan adalah cara bagi masyarakat Jawa untuk menjaga keseimbangan antara manusia dan alam semesta."
Tradisi ini mencerminkan pandangan hidup masyarakat Jawa yang menganggap pentingnya harmoni dengan alam semesta.
Ruwatan sering dilakukan dengan upacara seperti pertunjukan wayang yang menggambarkan narasi sosial sesuai dengan realitas kehidupan.
Selain itu, ruwatan juga dianggap sebagai upaya untuk membersihkan diri dari nasib buruk, sehingga manusia bisa hidup lebih selaras dengan alam dan kekuatan-kekuatan gaib.
"Upacara ini memiliki nilai spiritual yang dalam, menjaga keseimbangan kosmologis manusia dengan alam," tambah Dr. Darmoko.
Dengan berkembangnya zaman, tradisi ruwatan tetap dilakukan dalam bentuk-bentuk yang lebih sederhana, namun esensi dari menjaga keseimbangan dan harmoni tetap menjadi fokus utama bagi masyarakat Jawa.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, etika Jawa mengajarkan pentingnya mendahulukan kewajiban sosial dan spiritual, dengan tujuan utama untuk mencapai keharmonisan antara manusia, masyarakat, Tuhan, dan alam semesta.
Seperti yang diungkapkan oleh Dr. Darmoko, "Etika Jawa bukan hanya pedoman hidup, tetapi juga cara untuk mencapai keseimbangan dan kedamaian dalam kehidupan."
Dengan prinsip yang kuat dan fleksibel, etika Jawa tetap relevan meskipun dalam dunia yang terus berubah, memberikan panduan hidup yang tetap dapat diterapkan di berbagai konteks zaman.
Referensi
Artikel ini diadaptasi dari Podcast Nusantara. (2023, April 15). Mengenal Etika Jawa [Video]. YouTube.
Atribusi : Rian Aryandani, Mahasiswa Teknologi Pendidikan UNNES, Sekaligus pecinta budaya Nusantara.
Posting Komentar