Mengenal Istilah-Istilah dalam Sesaji Ritual Jamasan Kanjeng Nyai Jimat Keraton Yogyakarta beserta Fungsinya
YOGYAKARTA, BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Apakah ritual jamasan Kanjeng Nyai Jimat terdengar asing bagi sedulur?
Jika iya, hal ini tidak menjadi masalah. Tradisi ini terdengar asing kemungkinan karena tidak sepopuler tradisi lain seperti Sekaten dan Grebeg Mulud ya.
Tradisi ritual jamasan Kanjeng Nyai Jimat merupakan proses pembersihan benda pusaka Keraton Yogyakarta yaitu kereta kencana Kanjeng Nyai Jimat.
Dalam pelaksanaan ritual jamasan Kanjeng Nyai Jimat ini terdapat sesaji sebagai kelengkapan prosesi ritual.
Lalu, apa saja istilah sesaji yang ada dalam ritual jamasan Kanjeng Nyai Jimat? Bagaimanakah fungsi istilah tersebut?
Dalam artikel ini akan dijelaskan mengenai istilah sesaji ritual jamasan Kanjeng Nyai Jimat beserta fungsinya. Simak ulasannya di sini!
Istilah Sesaji Ritual Jamasan Kanjeng Nyai Jimat
Dikutip dari artikel Supriyani, Baehaqie, & Mulyono yang berjudul “Istilah-Istilah Sesaji Ritual Jamasan Kereta Kanjeng Nyai Jimat di Museum Kereta Keraton Yogyakarta”, sesaji dapat dianalogikan sebagai sebuah kalimat.
Apabila sebuah kalimat tidak memenuhi fungsi sesuai dengan konteks yang dimaksudkan maka makna yang ditangkap bisa jadi berbeda.
Begitu pula dengan sesaji, apabila sesaji yang disajikan tidak lengkap maka akan terdapat penafsiran yang berbeda-beda.
Berbagai jenis sesaji dalam ritual jamasan Kanjeng Nyai Jimat memiliki istilah yang digunakan untuk mempermudah penggunaan bahasa.
Baca Juga: Makna Leksikal dan Kulturan Sesaji dalam Ritual Jamaran Kanjeng Nyai Jimat Milik Keraton Yogyakarta
Istilah berdasarkan Satuan Lingual
Istilah tersebut diklasifikasikan berdasarkan satuan lingual yang berbentuk kata dan frasa.
Berdasarkan satuan lingual istilah sesaji yang berbentuk kata dibagi atas mono morfemis (kata dasar) dan polimorfemis (kata berimbuhan).
Bentuk polimorfemis dibagi menjadi bentuk pengimbuhan atau afiksasi, bentuk pengulangan atau reduplikasi, dan bentuk pemajemukan atau komposisi.
Istilah sesaji ritual jamasan kereta Kanjeng Nyai Jimat berbentuk kata terdiri atas bentuk dasar (monomorfemis), bentuk kata berimbuhan (polimorfemis), dan bentuk frasa.
Bentuk kata dasar tampak pada istilah kuthuk atau ‘anak ayam’.
Berdasarkan distribusinya istilah kuthuk termasuk ke dalam morfem bebas karena dapat berdiri sendiri sebagai kata.
Istilah kuthuk termasuk ke dalam kelas kata berkategori nomina (kata benda).
Berdasarkan satuan gramatikalnya, istilah kuthuk hanya memiliki satu morfem yaitu kuthuk tergolong ke dalam bentuk monomorfemis.
Bentuk kata berimbuhan terdapat pada istilah gudhangan atau ‘gudangan’. Istilah gudhangan mengalami proses morfologis pengimbuhan atau afiksasi.
Berdasarkan unsur pembentuknya, istilah gudhangan terdiri dari dua morfem.
Morfem tersebut berasal dari morfem bebas yaitu gudhang yang termasuk ke dalam kelas kata berkategori nomina (kata benda) dan morfem terikat /-an/.
Morfem bebas gudhang memperoleh penambahan sufiks /-an/ menjadi bentuk gudhangan yang termasuk ke dalam kelas kata kategori nomina (kata benda).
Bentuk kata pengulangan terdapat pada istilah empluk-empluk ‘empluk-empluk’. Istilah empluk-empluk mengalami proses morfologis yang mengulang bentuk dasar.
Berdasarkan unsur pembentuknya, istilah empluk-empluk terdiri dari satu morfem. Morfem tersebut berasal dari morfem bebas empluk.
Morfem bebas empluk termasuk ke dalam kelas kata kategori nomina (kata benda).
Proses reduplikasi istilah empluk-empluk terjadi pada perulangan utuh bentuk dasar empluk sehingga membentuk istilah empluk-empluk.
Istilah empluk-empluk termasuk ke dalam kelas kata kategori nomina (kata benda).
Bentuk kata pemajemukan terdapat pada istilah palawija ‘palawija’. Istilah palawija telah mengalami proses morfologis kata majemuk atau komposisi.
Berdasarkan unsur pembentuknya, istilah palawija terdiri atas dua morfem dasar.
Morfem tersebut berasal dari morfem bebas yaitu kata pala dan kata wija yang termasuk ke dalam kelas kata nomina (kata benda).
Morfem bebas pala merupakan bentuk dasar yang dikomposisi dengan morfem bebas wija sehingga menjadi bentuk palawija yang termasuk ke dalam kelas kata kategori nomina (kata benda).
Bentuk frasa tampak pada istilah jenang suran ‘bubur suran’. Istilah ini berasal dari penggabungan dua kata yaitu kata jenang dan kata suran.
Kata jenang bertindak sebagai induk, sedangkan kata suran bertindak sebagai atribut.
Kata jenang yang menjadi induk dalam frasa jenang suran termasuk ke dalam kelas kata kategori nomina (kata benda).
Sedangkan kata suran yang menjadi atribut termasuk ke dalam kelas kata kategori nomina (kata benda).
Penggabungan dari dua kata tersebut membentuk frasa nominal dan bertipe endosentris.
Baca Juga: Mengungkap Hakikat Sesaji, Suguhan yang Dihidangkan Setelah Upacara Adat, Kenapa Harus Ada?
Fungsi Istilah Sesaji Ritual Jamasan Kanjeng Nyai Jimat
Istilah adalah salah satu komponen bahasa yang memiliki peran tersendiri yang disesuaikan dengan penggunaannya.
Ritual jamasan kereta Kanjeng Nyai Jimat di museum kereta Keraton Yogyakarta memiliki beberapa istilah sesaji dalam jamasan kereta Kanjeng Nyai Jimat.
Hal tersebut juga terlihat pada istilah yang digunakan dalam sesaji ritual jamasan kereta Kanjeng Nyai Jimat di museum kereta Keraton Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari fungsi penggunaannya.
Istilah sesaji yang digunakan dalam ritual jamasan kereta Kanjeng Nyai Jimat di museum kereta Keraton Yogyakarta memiliki dua fungsi.
Kedua fungsi istilah sesaji tersebut meliputi sebagai alat komunikasi dan sebagai penghubung dunia gaib dan dunia nyata.
Fungsi sebagai alat komunikasi yaitu istilah sesaji sebagai bentuk penghormatan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan penghormatan kepada orang tua.
Kemudian penghormatan menyambung hubungan keharmonisan dengan bangsa gaib yang turut andil dalam menjaga kereta Kanjeng Nyai jimat maupun keberadaan Keraton Yogyakarta.
Fungsi sebagai penghubung dunia gaib dan dunia nyata yaitu istilah sesaji menjadi simbol mengutarakan maksud dan tujuan sesaji yang disajikan.
Melalui sarana sesaji tersebut diharapkan dapat diterima dan dipahami oleh mereka yang berada dan mendiami dunia gaib.
Baca Juga: 3 Sesaji dalam Ritual Jamasan Kereta Kanjeng Nyai Jimat di Keraton Yogyakarta
Kesimpulan
Dalam ritual jamasan Kanjeng Nyai Jimat terdapat istilah yang digunakan dalam sesaji untuk mempermudah penggunaan bahasa.
Istilah sesaji dalam ritual jamasan Kanjeng Nyai Jimat memiliki dua fungsi, yakni sebagai alat komunikasi dan penghubung antara dunia gaib dan dunia nyata.
Referensi
Supriyani, D., Baehaqie, I., & Mulyono, M. (2019). Istilah-Istilah Sesaji Ritual Jamasan Kereta Kanjeng Nyai Jimat di Museum Kereta Keraton Yogyakarta. Jurnal Sastra Indonesia, 8 (1), 6-11.
Penulis: Fauzan Ansori, Mahasiswa Teknologi Pendidikan UNNES sekaligus penggemar keluarga Keraton Yogyakarta.
Posting Komentar