Mengapa Banyak Bule Suka dan Belajar Gamelan? Ini Tips Belajar Karawitan dari Anon Suneko, Dosen ISI Yogyakarta
Bule saat belajar karawitan (UIN Malang)
Oleh: Mukaromatun Nisa
BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Pada live Instagram Aku Wong Jawa episode 17 dari Babad.id, narasumber Anon Suneko, pengrawit sekaligus dosen karawitan di ISI Yogyakarta, berbagi pandangan menarik tentang ketertarikan warga asing terhadap gamelan.
Tidak hanya itu, Anon juga memberikan tips bagi dulur-dulur babad.id yang ingin menekuni dunia karawitan.
Gamelan sebagai Musik Penyembuh dan Penenang
Anon bercerita, ada beberapa alasan kuat mengapa banyak mahasiswa dari luar negeri tertarik mendalami gamelan, bahkan rela datang jauh-jauh ke Indonesia.
Pertama, mereka biasanya dikaruniai bakat musikalitas alami. Musik gamelan, dengan kekayaan polanya yang rumit dan ekspresif, mampu "berbicara" langsung kepada jiwa mereka.
Kedua, faktor insting. Menurut Anon, banyak dari mereka memiliki semacam kepekaan batin, merasa bahwa musik gamelan seolah memanggil mereka secara personal. Ada rasa cocok, rasa menemukan sesuatu yang selama ini mereka cari.
Anon menceritakan pengalaman seorang mahasiswanya dari luar negeri yang mengalami trauma berat akibat kecelakaan. Ia menjadi sulit berkomunikasi dan berinteraksi sosial.
Namun, suatu hari ketika ia mendengar alunan gamelan dalam sebuah taksi, tubuhnya tidak lagi memberikan reaksi ketakutan seperti biasanya.
Sejak itu, ia mulai belajar gamelan dan menemukan ketenangan yang tak bisa diberikan oleh terapi atau obat-obatan mahal.
“Bagi dia, gamelan itu penyembuh. Obat yang dicari-cari ternyata justru ada di suara gamelan yang sederhana namun menyentuh,” kisah Anon.
Selain itu, ada juga yang tertarik karena pengalaman spiritual atau mistis. Beberapa merasa bahwa saat gamelan dibunyikan, ada energi tertentu yang membuat mereka merasa berada di dunia lain, dunia yang penuh kedamaian.
Dari sisi musikal, gamelan memang terasa asing di telinga Barat. Musik Barat terbiasa dengan pola nada yang fix dan standar. .
Sementara gamelan, dengan laras yang tidak seratus persen akurat antar instrumen, menghasilkan pantulan bunyi yang kompleks dan menarik. Kekayaan harmoni ini membuat gamelan terdengar "aneh tapi asik" bagi mereka.
Lebih dari sekadar bunyi, gamelan adalah cerminan budaya. Kompleksitas struktur musiknya menunjukkan betapa luhur dan kaya budaya masyarakat pemiliknya.
Itulah sebabnya banyak mahasiswa asing yang bukan hanya ingin belajar gamelannya, tapi juga memahami masyarakat Jawa yang melahirkannya.
Tips Belajar Karawitan Ala Anon Suneko
Bagi dulur-dulur Babad.id yang ingin belajar gamelan atau menjadi pengrawit, Anon Suneko memberikan beberapa panduan penting sebagai berikut:
1. Tentukan Niat Sejak Awal
Anon menekankan pentingnya menetapkan niat. Apakah ingin sekadar bisa, menjadi apresiator, atau benar-benar menjadi pengrawit profesional seumur hidup?
“Niat itu penting karena akan menentukan pola belajar dan seberapa dalam kita mau terlibat,” katanya.
2. Komitmen untuk Berlatih Rutin
Karawitan adalah seni praktik. Tidak cukup hanya tahu teori. Harus mau berlatih secara rutin agar tubuh dan rasa terbiasa dengan dinamika gamelan.
3. Bergabung dengan Komunitas
Belajar gamelan tidak bisa sendirian. Berbeda dengan belajar gitar atau piano, yang bisa dilakukan sendiri lewat video tutorial, gamelan menuntut kebersamaan.
Sebab setiap alat dalam gamelan saling berinteraksi, membentuk harmoni yang utuh. Karena itu, belajar gamelan berarti juga belajar membangun kerja sama dan rasa kebersamaan.
4. Pilih Jalur Belajar
Bisa bergabung di komunitas pengrawit, sanggar seni, atau memilih jalur formal di lembaga pendidikan seperti SMKN 1 Kasihan Bantul, ISI Yogyakarta, atau Akademi Komunitas Seni Budaya Yogyakarta (AKN SBY) untuk program belajar satu tahun.
Di Indonesia sendiri, Institut Seni Indonesia tersebar di berbagai daerah seperti Yogyakarta, Surakarta, Denpasar, Padangpanjang, hingga Bandung.
Menjaga Warisan Budaya
Dalam penutup perbincangan, Anon memberikan pesan untuk generasi muda. Ia mengingatkan bahwa gamelan kini sudah diakui sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO.
Artinya, seluruh masyarakat dunia kini memiliki hak untuk mengakses, mempelajari, dan mengembangkan gamelan.
Namun, justru di sinilah tantangannya. Jika generasi muda Indonesia tidak peduli dan tidak aktif merawat karawitan, ada risiko bahwa di masa depan, gamelan akan lebih hidup di luar negeri daripada di tanah asalnya.
“Kalau kita diam saja, bisa jadi anak cucu kita nanti justru harus pergi ke luar negeri untuk belajar gamelan,” kata Anon.
Ia juga mengingatkan bahwa meskipun dunia musik semakin dipengaruhi oleh teknologi dan AI, gamelan tetap memiliki keunikan yang tidak mudah direplikasi.
“Musik karawitan adalah musik yang humanis. Ia terus bergerak mengikuti denyut kehidupan masyarakatnya. Tidak kaku, tidak statis, dan tidak bisa sekadar dipatenkan dalam algoritma. Setiap menit musik gamelan bisa berubah, hidup,” jelasnya.
Karena itulah, Anon mengajak seluruh generasi muda untuk tidak hanya bangga, tetapi juga aktif dalam mempelajari, melestarikan, dan mengembangkan gamelan sebagai bagian dari identitas budaya bangsa.
Posting Komentar