Gamelan: Harmoni Tradisi Jawa dalam Catatan Thomas Stamford Raffles

Table of Contents

Menjelajahi Gamelan Jawa melalui catatan Sir Thomas Stamford Raffles, mengungkap jenis, instrumen, peran budaya, dan keunikan musikalnya yang kaya.

Ilustrasi gamelan, musik tradisional Jawa. (Wikimedia)
Ilustrasi gamelan, musik tradisional Jawa. (Wikimedia)

BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Gamelan, ansambel musik tradisional yang telah lama menjadi jantung budaya Jawa, menarik perhatian Sir Thomas Stamford Raffles selama masa pemerintahannya di pulau tersebut. 

Dalam karyanya, "The History of Java," Raffles memberikan gambaran mendalam tentang Gamelan, tidak hanya sebagai kumpulan instrumen, tetapi juga sebagai elemen integral dalam kehidupan sosial dan artistik masyarakat Jawa (Raffles, 1830, Vol. I, p. 525). Catatannya menawarkan wawasan berharga tentang komposisi, fungsi, hingga karakteristik musikal unik dari kesenian ini.

Jenis dan Instrumen Gamelan 

Raffles menguraikan berbagai jenis Gamelan yang lazim di Jawa, masing-masing dengan karakteristiknya sendiri. Gamelan Salíndro disebut sebagai yang paling sempurna, terdiri dari berbagai instrumen yang terwakili dalam piringan (Raffles, 1830, Vol. I, p. 525). 

Sementara itu, Gamelan Pélog memiliki instrumen yang jauh lebih besar dan menghasilkan suara yang lebih keras, dengan bónang atau krómo kadang-kadang memiliki sepuluh hingga empat belas nada (Raffles, 1830, Vol. I, p. 525). 

Ada pula Gamelan Míring, yang merupakan perpaduan dari dua jenis sebelumnya, serta Gamelan Múng'gang, yang juga dikenal sebagai kódok ng'órek karena suaranya menyerupai kodok menguak. Gamelan Múng'gang dianggap paling kuno dan dimainkan dalam turnamen serta prosesi (Raffles, 1830, Vol. I, p. 525). 

Jenis lain termasuk Chára Báli atau Chára Wángsul, dan Gamelan Sekáten yang suaranya lebih besar dan lebih keras, khusus digunakan oleh raja pada acara-acara besar seperti festival Múlut (Raffles, 1830, Vol. I, p. 525). Gamelan Srúnen digunakan untuk prosesi kenegaraan dan keperluan perang, berfungsi sebagai musik militer (Raffles, 1830, Vol. I, p. 525).

Instrumen kunci dalam Gamelan meliputi rebáb (No. 17), sebuah instrumen gesek berleher dua senar yang mampu menghasilkan intonasi sempurna. Gámbang Káyu (No. 2) adalah semacam staccáto yang terbuat dari bilah kayu dengan panjang bervariasi, menghasilkan nada yang menyenangkan ketika dipukul (Raffles, 1830, Vol. I, p. 526). 

Instrumen lain yang disebutkan termasuk kécher, génder, salentam, sarón, dan chalémpung (Raffles, 1880, Vol. I, p. 525). Pemimpin ansambel biasanya adalah pemain rebáb (Raffles, 1830, Vol. I, p. 526).

Peran Kultural dan Sejarah 

Gamelan memegang peranan sentral dalam berbagai aspek budaya Jawa. Ia secara khusus digunakan sebagai musik pengiring untuk pertunjukan wáyangs, baik tópeng (drama yang diperankan manusia) maupun wáyang (pertunjukan bayangan) (Raffles, 1830, Vol. I, p. 375, 525). 

Dalam pertunjukan tópeng, Dálang atau manajer hiburan umumnya membacakan dialog, sementara para pemain beraksi sesuai narasi (Raffles, 1830, Vol. I, p. 375). Untuk wáyang púrwa, yang mengangkat kisah-kisah mitologi Hindu-Jawa, Dálang akan melafalkan ayat-ayat dalam bahasa Káwi sebelum menginterpretasikannya dalam bahasa Jawa untuk umum (Raffles, 1830, Vol. I, p. 378). 

Kisah-kisah Pánji, pahlawan favorit cerita Jawa, menjadi subjek utama dalam tópeng dan wáyang gédog (Raffles, 1830, Vol. I, p. 375, 379). Bahkan, Gamelan itu sendiri, bersama dengan berbagai pertunjukan dramatis, diyakini telah diperkenalkan oleh Pánji (Raffles, 1830, Vol. II, p. 97-98). Gamelan juga digunakan dalam turnamen, prosesi, dan sebagai musik militer (Raffles, 1830, Vol. I, p. 525).

Ciri Musikal yang Unik 

Dari sisi musikal, Gamelan memiliki ciri khas yang membedakannya. Raffles mencatat bahwa rentang suara instrumen gámbang káyu mencakup tiga oktaf dan sepertiga mayor, dengan nada-nada menengah pada setiap oktaf berupa sekon, terti, kwint, dan sekst (Raffles, 1830, Vol. I, p. 526). 

Raffles juga membandingkan musik Gamelan dengan musik tertua Skotlandia dan musik India pada umumnya, menyoroti ketiadaan nada kwart (keempat) dan septim (ketujuh) dalam tangga nadanya, serta semua nada semitone (Raffles, 1830, Vol. I, p. 526). 

Pengulangan beberapa nada untuk memperpanjang durasinya secara artistik menciptakan irama yang tidak teratur, yang mungkin membingungkan telinga yang terbiasa dengan ketukan waktu Barat (Raffles, 1830, Vol. I, p. 526). Meskipun demikian, melodi Gamelan dianggap sangat menyenangkan (Raffles, 1830, Vol. I, p. 526).

Catatan Raffles dalam "The History of Java" memberikan pandangan yang komprehensif tentang Gamelan di awal abad ke-19, menggarisbawahi posisinya yang tak tergantikan dalam seni, hiburan, dan upacara di Jawa. Analisisnya, meski dari sudut pandang seorang Eropa, memberikan detail penting yang melestarikan pemahaman kita tentang kompleksitas dan kekayaan warisan budaya Gamelan.***

babad.id | Stori Loka Jawa
babad.id | Stori Loka Jawa babad.id | Stori Loka Jawa merupakan media online berbasis multimedia dengan konten utama seputar seni, budaya dan sejarah Jawa. Babad.id juga membuka ruang opini kepada penulis lepas.

Posting Komentar