Kematian Jayakatwang: Balas Dendam Raden Wijaya dan Kekuatan Mongol
Raden Wijaya memanfaatkan pasukan Mongol untuk membalaskan dendamnya terhadap Jayakatwang dan kemudian mengusir mereka dari tanah Jawa.
![]() |
Ilustrasi Raden Wijaya dan Arya Wiraraja dalam pertemuan rahasia dengan dua jenderal Mongol, Ike Mese dan Kau Hsing, di sebuah kemah militer sederhana di tepi hutan. (Generatif ChatGPT) |
BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Pada akhir abad ke-13 Masehi, peta kekuasaan di tanah Jawa mengalami gejolak. Singhasari, kerajaan adidaya yang kala itu dipimpin Prabu Kertanegara, berada di ambang kehancuran. Keputusan-keputusan sang raja, termasuk menghina utusan Kaisar Kublai Khan dari Mongol, memicu serangkaian peristiwa dramatis yang berujung pada berdirinya Majapahit. Di tengah pusaran intrik dan peperangan ini, muncul sosok Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang dengan kecerdikan taktisnya mampu membalaskan dendamnya terhadap Jayakatwang dan meletakkan fondasi bagi salah satu kerajaan terbesar di Nusantara.
Kerja Sama Taktis dengan Pasukan Mongol
Kisah ini bermula ketika Kertanegara, Raja Singhasari, menghadapi ancaman ganda. Pertama, ekspedisi ke Melayu (Sumatera) telah menguras sebagian besar pasukannya, meninggalkan kerajaannya rentan. Kedua, ia telah mempermalukan utusan Kaisar Kublai Khan dari Mongol dengan melukai wajah sang utusan. Akibatnya, Kublai Khan memutuskan untuk mengirim ekspedisi militer besar-besaran ke Jawa untuk menghukum Kertanegara.
Namun, sebelum pasukan Mongol tiba di Jawa pada tahun 1293 Masehi (1215 Çaka), Kertanegara telah lebih dahulu tewas di tangan Jayakatwang, Raja Daha (Kediri), yang memanfaatkan kelengahan Singhasari. Raden Wijaya, menantu Kertanegara, berhasil melarikan diri dan mencari perlindungan. Dalam pelariannya, ia bersekutu dengan Arya Wiraraja, seorang tokoh dari Madura. Wiraraja, dengan pandangan jauh ke depan, menyarankan Raden Wijaya untuk berpura-pura tunduk kepada Jayakatwang dan meminta tanah hutan Trik untuk dijadikan desa baru. Desa inilah yang kelak akan menjadi cikal bakal Kerajaan Majapahit.
Kedatangan pasukan Mongol, yang dipimpin oleh Ike Mese dan Kau Hsing, di Jawa menjadi titik balik yang krusial bagi Raden Wijaya. Meskipun tujuan awal mereka adalah menghukum Kertanegara, sang raja telah tiada. Raden Wijaya melihat ini sebagai peluang emas. Ia mengirim utusan ke Mongol, melaporkan kondisi di Jawa dan menawarkan persekutuan. Ia berjanji akan membantu Mongol mengalahkan Jayakatwang, yang kini berkuasa di Kediri. Sebagai imbalan, Raden Wijaya secara licik menjanjikan putri-putri bangsawan Tumapel—yang sebenarnya adalah istrinya—untuk dipersembahkan kepada Kaisar Mongol. Tawaran ini, ditambah dengan informasi strategis mengenai topografi dan pelabuhan, membuat para pemimpin Mongol menyetujui persekutuan tersebut.
Penyerangan ke Kediri dan Terbunuhnya Jayakatwang
Dengan aliansi yang telah terbentuk, pasukan gabungan Raden Wijaya dan Mongol bergerak menuju Daha, ibu kota Jayakatwang. Sumber Cina mencatat bahwa pasukan Mongol mendarat di Tuban, lalu melanjutkan perjalanan ke Gresik, Surabaya, dan akhirnya ke Majapahit. Dari sana, serangan terhadap Daha dilancarkan.
Pasukan gabungan tersebut menyerang Daha dari tiga arah. Kau Hsing memimpin serangan dari arah tenggara dan barat daya, sementara Ike Mese menyerang dari timur. Raden Wijaya sendiri, yang dalam sumber Cina disebut Tuhan Pijaya, memimpin pasukannya untuk menyerang dari arah belakang. Serangan ini berlangsung sengit. Jayakatwang, yang telah mengalahkan Kertanegara, kini menghadapi kekuatan yang lebih besar dan terorganisir.
Hasilnya, Jayakatwang dikalahkan dan ditangkap oleh pasukan Mongol. Mengenai nasib akhir Jayakatwang, terdapat sedikit perbedaan dalam sumber sejarah. Menurut Pararaton, Jayakatwang dipenjara dan meninggal setelah pasukan Mongol meninggalkan Jawa. Ia bahkan disebutkan sempat menggubah kidung (syair) berjudul Wukir Polaman selama masa penahanannya. Namun, sumber-sumber Cina yang dirujuk oleh Groeneveldt mengindikasikan bahwa Haji Katang (Jayakatwang) dibunuh oleh pasukan Cina sebelum mereka kembali ke negara asalnya. Setelah kemenangan ini, Raden Wijaya dengan cepat memasuki kraton Daha dan membawa pergi putri bungsu Kertanegara, yang juga merupakan salah satu istrinya, ke Majapahit.
Pengkhianatan Raden Wijaya terhadap Mongol
Kemenangan atas Jayakatwang adalah langkah pertama bagi Raden Wijaya. Langkah berikutnya adalah menyingkirkan sekutunya yang kuat, pasukan Mongol, yang kini menjadi ancaman potensial bagi ambisinya. Raden Wijaya, dengan kelicikannya, menjalankan rencana pengkhianatan.
Ketika pasukan Mongol menuntut janji Raden Wijaya untuk menyerahkan putri-putri bangsawan Tumapel, Raden Wijaya mengemukakan dalih bahwa para putri masih dalam suasana duka dan tidak bersedia melihat senjata. Oleh karena itu, ia meminta agar para pemimpin Mongol datang menjemput para putri tanpa pengawal dan senjata. Para putri akan diantar dalam tandu kehormatan, berpakaian mewah, dan hanya boleh diterima oleh "yang terbaik" di antara bangsa Mongol.
Pasukan Mongol termakan tipu daya ini. Saat mereka datang tanpa senjata dan dalam jumlah kecil, mereka tiba-tiba diserang oleh pasukan Raden Wijaya yang sudah siaga. Pasukan Mongol mengalami kerugian besar dan terpecah belah. Mereka yang selamat terpaksa mundur dan melarikan diri kembali ke kapal-kapal mereka. Dengan kekalahan ini, ekspedisi Mongol yang semula dikirim untuk menaklukkan Jawa, terpaksa pulang ke Tiongkok tanpa hasil yang berarti.
Setelah berhasil menyingkirkan Jayakatwang dan mengusir pasukan Mongol, Raden Wijaya pun naik takhta dan mendirikan Kerajaan Majapahit. Ia dinobatkan sebagai raja pertama dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Kematian Jayakatwang, meskipun dicapai melalui aliansi taktis, pada akhirnya menjadi saksi bisu kebangkitan Majapahit di bawah kepemimpinan Raden Wijaya yang penuh perhitungan dan berani berkhianat.***
Posting Komentar