Pemberontakan Jayakatwang: Akhir Tragis Kerajaan Singhasari
Mengisahkan pemberontakan Jayakatwang dari Kediri yang berhasil menumbangkan Kertanagara, mengakhiri kekuasaan Kerajaan Singhasari.
![]() |
Jayakatwang, raja Kediri yang berwibawa namun menyimpan dendam dan rencana licik. ChatGPT |
BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Pada akhir abad ke-13 Masehi, ketika Kerajaan Singhasari di bawah kekuasaan Raja Kertanagara berada di puncak kejayaan, sebuah ancaman tak terduga muncul dari dalam negeri, menandai babak akhir yang tragis bagi salah satu kerajaan besar di Nusantara. Kertanagara, seorang raja yang dikenal bijaksana dan berbudi luhur, penganut Buddha yang taat, nyatanya harus menghadapi pengkhianatan yang mengakhiri dinasti Singhasari dan membuka jalan bagi era Majapahit yang baru.
Jayakatwang, Sang Raja Kediri yang Dendam
Sosok sentral di balik keruntuhan Singhasari adalah Jayakatwang, seorang samantaraja atau raja bawahan dari Kadiri, yang juga dikenal sebagai Daha. Kadiri, sebuah wilayah yang dulunya pernah menjadi kerajaan besar, telah dikalahkan oleh pendiri Singhasari, Ken Arok, pada tahun 1144 Çaka (1222 M). Sejak saat itu, Kadiri berada di bawah kekuasaan Singhasari dengan para penguasa pribumi yang menjadi vasalnya.
Pada tahun 1193 Çaka (1271 M), Jayakatwang naik takhta di Kadiri. Meskipun ia adalah vasal Singhasari, dalam hatinya mungkin tersimpan bara dendam atas kekalahan leluhurnya dan dominasi Singhasari. Sumber menyebutkan ia adalah musuh Kertanagara. Ia akhirnya memberontak terhadap kekuasaan Kertanagara pada tahun 1214 Çaka atau 1292 Masehi.
Strategi Licik Jayakatwang Menyerang Singhasari
Kertanagara sendiri, di mata sejarawan, menunjukkan "kecerobohan atau ketidakhati-hatian", meskipun dipuji karena kebajikan dan ketaatannya pada ajaran Buddha. Ia pernah melancarkan ekspedisi militer ke Malayu (Sumatera) pada tahun 1197 Çaka (1275 M) yang berdampak penting dengan mendirikan negara vasal bercorak Hindu di Menangkabau di bawah kekuasaan Singhasari. Namun, ambisi luar negerinya ini mungkin membuatnya lengah terhadap ancaman dari dalam.
Jayakatwang memanfaatkan kelengahan ini dengan melancarkan serangan licik ke Tumapël (Singhasari). Strateginya adalah serangan dua arah:
1. Serangan Pengalihan dari Utara: Ia mengirim pasukan dari utara ("saka loring Tumapël") yang terdiri dari "orang-orang jahat" ("wong Daha kang alaala"). Pasukan ini bertugas menciptakan kekacauan dan mengalihkan perhatian Kertanagara.
2. Serangan Utama dari Selatan: Sementara itu, pasukan utama dikerahkan dari arah selatan ("saking pinggir Aksa, anuj w ing Lawor") secara senyap, tanpa panji-panji atau tabuhan perang, langsung menuju pusat Singhasari. Pasukan ini dipimpin oleh patih-patihnya, yaitu Këbo Mundarang, Pudot, dan Bowong.
Meskipun laporan tentang pendekatan musuh telah sampai kepada Kertanagara, ia menolaknya ("apahido") dengan berkata, "Bagaimana mungkin Jayakatong berani kepadaku? Dia sudah berdamai denganku". Ironisnya, saat serangan utama terjadi, Raja Kertanagara sedang berpesta bersama patihnya ("anadah sajöng lawan apatih"). Ia baru memerintahkan menantunya, Raden Wijaya, untuk menghadapi pasukan dari utara.
Gugurnya Raja Kertanagara dan Keruntuhan Singhasari
Pada saat Kertanagara dan patihnya sedang berpesta, pasukan Jayakatwang dari selatan berhasil menembus pertahanan Singhasari. Raja Kertanagara pun kalah dan tewas ("kaparajaya sama sira angëmasi") dalam serangan tersebut. Peristiwa tragis ini terjadi pada tahun 1214 Çaka atau 1292 Masehi. Nagarakrtagama mencatat bahwa Kertanagara "dibunuh oleh Jayakatwang". Setelah kematiannya, Kertanagara "kembali ke kediaman Buddha" dan diabadikan di Kagënëngan dan Jajawa dalam dua candi, sebagai penganut Siwa dan Buddha.
Kematian Kertanagara menandai berakhirnya kekuasaan Kerajaan Singhasari. Jayakatwang berhasil menguasai Tumapël (Singhasari) pada tahun yang sama. Namun, kemenangannya tidak bertahan lama. Setelah Jayakatwang berkuasa, Raden Wijaya, menantu Kertanagara yang berhasil melarikan diri, dengan bantuan Wiraraja, berhasil mengalahkan Jayakatwang dengan bantuan pasukan Tatar yang awalnya diundang untuk menyerang Jawa.
Dari abu keruntuhan Singhasari dan pendeknya kekuasaan Jayakatwang di Kadiri, munculah Kerajaan Majapahit yang didirikan oleh Raden Wijaya. Kisah Pemberontakan Jayakatwang adalah pengingat akan kerapuhan kekuasaan dan dinamika sejarah yang tak terduga, di mana akhir sebuah era tragis seringkali menjadi awal dari kejayaan yang baru.***
Posting Komentar