Borobudur sebagai Mandala Agung: Mengungkap Fungsi Religius dan Legitimasi Politik Dinasti Syailendra

Daftar Isi

Borobudur adalah Mandala Agung yang merepresentasikan kosmos Buddha Mahayana. Pelajari fungsi ganda candi sebagai pusat spiritual menuju Nirwana dan legitimasi kekuasaan Syailendra.

Candi Borobudur. (Wikimedia)


BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Candi Borobudur, yang diperkirakan dibangun sekitar tahun 800 Masehi pada masa Dinasti Syailendra, merupakan warisan budaya monumental. Candi Buddha Mahayana terbesar di dunia ini tidak hanya diakui karena kemegahan dan keagungan nilai spiritualnya, tetapi juga karena keunikan arsitekturalnya yang memadukan konsep lokal (punden berundak) dengan ajaran Buddha dalam mencapai kesempurnaan.

Salah satu topik kajian yang terus mengundang perdebatan adalah interpretasi Borobudur sebagai sebuah Mandala. Konsep Mandala, yang secara inheren berasal dari arsitektur suci India, diyakini diterapkan oleh para pembangun Borobudur sebagai representasi kosmos. Para ahli meyakini bahwa Borobudur berfungsi ganda: sebagai jalur ziarah spiritual menuju pencerahan, dan pada saat yang sama, sebagai simbol legitimasi kekuasaan politik bagi dinasti Syailendra.

1. Borobudur sebagai Model Kosmologi: Manifestasi Triloka Buddha (Kamadhatu, Rupadhatu, Arupadhatu)

Struktur Borobudur yang terdiri dari sepuluh tingkat bertingkat di atas bukit alam termodifikasi adalah perwujudan fisik dari tahapan spiritual dalam Buddhisme, yang dikenal sebagai tiga alam semesta atau Triloka. Struktur ini dipahami sebagai narasi ziarah religius yang membawa manusia ke nirwana atau moksha.

1.1 Kamadhatu: Dunia Hasrat dan Penderitaan

Kamadhatu adalah tingkat pertama, atau bagian kaki candi yang tertutup oleh kaki tambahan (encasement atau hidden foot). Tingkat ini melambangkan tahap kehidupan yang masih dikuasai oleh hasrat atau kama. Di sini, manusia masih merasakan penderitaan (dukha), yang mana penyebabnya adalah menuruti hasrat.

• Relief yang terukir di kaki candi yang tertutup adalah Mahakarmmavibhangga. Relief ini menggambarkan kebenaran hidup Buddhis, yaitu bahwa hidup itu dukha.

• Relief ini juga mengandung informasi tentang hukum sebab akibat (karma) yang berkaitan dengan nafsu dan hukuman.

1.2 Rupadhatu: Dunia Bentuk dan Pelepasan

Tingkat berikutnya, Rupadhatu, terdiri dari lima teras berbentuk bujur sangkar. Rupadhatu melambangkan kondisi manusia yang sudah mulai meninggalkan hasrat duniawi (kama), tetapi masih terikat pada nama dan bentuk.

• Para peziarah kuno mempelajari nilai-nilai ajaran Buddha dari relief-relief yang terpahat pada dinding di lorong Rupadhatu.

• Relief-relief di tingkat ini menceritakan riwayat hidup Sang Buddha Siddhartha Gautama (Lalitavistara), kisah kebajikan (Jataka-Awadana), dan perjalanan spiritual menuju Bodhisattwa (GandhawyÅ«ha).

• Patung-patung Buddha yang menduduki relung-relung di empat penjuru mata angin di Rupadhatu diyakini sebagai tokoh Jina dalam mandala Vairocana.

1.3 Arupadhatu: Dunia Tanpa Bentuk dan Nirwana

Arupadhatu adalah tiga teras melingkar teratas yang dipenuhi oleh 72 stupa berterawang, dan diakhiri dengan stupa induk di puncak.

• Tingkatan ini melambangkan dunia tanpa bentuk (formless). Ini adalah tahap tertinggi, di mana manusia mencapai keadaan suci, moksha menuju nirwana.

• Di puncak Borobudur, Siddhartha Gautama digambarkan duduk hening bersamadhi dalam posisi lotus sebagai ekspresi tak berwujud atau "polos", seakan sudah menirwana. Posisi lotus melambangkan "mekarnya teratai di atas telaga dunia yang kotor berlumpur dukha".

2. Borobudur sebagai Mandala Politik: Legitimasi Kekuasaan Syailendra

Meskipun Borobudur jelas adalah monumen keagamaan Buddha, maknanya tidak bersifat tunggal. Selain sebagai mandala keagamaan (alat bantu meditasi), candi ini juga berfungsi sebagai Mandala Politis yang mendukung legitimasi kekuasaan Dinasti Syailendra.

2.1 Metafora Ganda dan Pusat Kekuasaan Baru

Para pembangun Borobudur menggunakan arsitektur sebagai metafora yang telah dibendakan. Kesejajaran makna religius dan politis merupakan bagian penting dari konsep rancangan candi ini.

• Borobudur dimuati laku politis sebagai mandala kekuasaan dan kewilayahan baru bagi dinasti Syailendra. Hal ini relevan dalam konteks perubahan konstelasi kekuasaan di Jawa Tengah pada abad ke-9.

• Pendirian Borobudur dapat dilihat sebagai kebutuhan Rakai Panangkaran (Buddhis) untuk menetapkan mandala baru setelah suksesi dari Raja Sanjaya (Hindu).

• Dalam konteks aliran Budhisme tertentu, khususnya yang bersifat Tantris, rahib dan raja menjalani tahapan kehidupan yang sejajar. Oleh karena itu, Borobudur tidak saja menjadi mandala keagamaan, tetapi juga mandala politik untuk legitimasi kekuasaan.

2.2 Borobudur sebagai Gunung Sumeru

Candi ini diyakini sebagai representasi Gunung Sumeru, yang merupakan gunung pusat dunia dan kekuasaan tempat kedudukan raja sebagai cakravartin. Lokasi candi di Cekungan Kedu, yang merupakan wilayah yang diduga kuat dikuasai Syailendra, semakin memperkuat penafsiran ini. Borobudur juga disebut sebagai kamulan (tempat asal mula keluarga) oleh generasi sesudahnya, seperti terbukti pada prasasti Sri Kahulunan (842 M).

3. Konsep Mandala dalam Konservasi dan Pemberdayaan Masyarakat

Gagasan mengenai Borobudur sebagai Mandala telah berkembang meluas dari ranah akademis ke ranah pengelolaan dan pelestarian Warisan Budaya Dunia ini di masa kini.

3.1 Penerapan Mandala dalam Pengelolaan Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Pemerintah telah menetapkan Kompleks Candi Borobudur sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN), yang penataan ruangnya diatur oleh pemerintah pusat.

• Dalam konteks pengelolaan ini, makna Mandala dijadikan rujukan untuk menentukan kebijakan dan strategi pelestarian.

• Paradigma pelestarian berbasis masyarakat menerapkan konsep mandala untuk memberdayakan komunitas lokal. Borobudur dianggap sebagai pusat kekuatan yang memancarkan energi ke daerah sekelilingnya, dan sebaliknya, Borobudur juga mendapatkan energi dari living space dan living culture masyarakat di sekitarnya.

• Pengelolaan saat ini harus komprehensif, tidak hanya memusatkan perhatian pada bangunan candi (tangible), tetapi juga mencakup pembangunan masyarakat dan budaya tak-bendawi (intangible) di desa-desa sekitar. Jika masyarakat sekitar Borobudur lebih berdaya dan sejahtera, mereka akan memberikan dukungan terhadap pelestarian kawasan.

Borobudur, dengan arsitekturnya yang unik dan inovatif, merupakan perwujudan dari konsep Mandala yang kompleks dan berlapis. Struktur sepuluh tingkatnya secara eksplisit menggambarkan tahapan spiritual Buddha Mahayana menuju nirwana, mulai dari dunia nafsu (Kamadhatu), dunia bentuk (Rupadhatu), hingga dunia tanpa bentuk (Arupadhatu). Lebih dari sekadar monumen religius, Borobudur juga berfungsi sebagai Mandala Politis, sebuah mahakarya yang dibendakan untuk melegitimasi kekuasaan dan kewilayahan baru Dinasti Syailendra di Jawa Tengah pada abad ke-9. Relevansi konsep Mandala ini bahkan meluas hingga kini, menjadi dasar strategis dalam pengelolaan Borobudur sebagai Warisan Budaya Dunia yang harus menyeimbangkan pelestarian fisik dengan kesejahteraan masyarakat lokal.

Referensi

Anonim. (1974). Reports and Documents of the Consultative Committee for Safeguarding of Borobudur. Proyek Pelita Pemugaran Candi Borobudur.

Balai Konservasi Borobudur. (2012). 100 Tahun Pascapemugaran Candi Borobudur Candi Borobudur dalam Multiaspek (Trilogi III). Balai Konservasi Borobudur.

Balai Konservasi Borobudur. (2012). 100 Tahun Pascapemugaran Candi Borobudur Dekonstruksi dan Rekonstruksi Candi Borobudur (Trilogi II). Balai Konservasi Borobudur.

Balai Konservasi Borobudur. (2012). 100 Tahun Pascapemugaran Candi Borobudur Menyelamatkan Kembali Candi Borobudur (Trilogi I). Balai Konservasi Borobudur.

Bernet Kempers, A.J. (n.d.). Ageless Borobudur - Buddhist mystery in stone, decay and -- Bernet Kempers, August Johan , 1906- --. WeLib.org.

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. (2013). Candi Indonesia Seri Jawa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Joesoef, D. (n.d.). Merintis Kampanye Penyelamatan Candi Borobudur. Dalam Balai Konservasi Borobudur, 100 Tahun Pascapemugaran Candi Borobudur Menyelamatkan Kembali Candi Borobudur (Trilogi I).

Krom, N. J. (n.d.). Borobudur.

Nahar Cahyandaru. (n.d.). Kesadaran-Kesadaran yang Bersumber dari Borobudur. Dalam Balai Konservasi Borobudur, 100 Tahun Pascapemugaran Candi Borobudur Menyelamatkan Kembali Candi Borobudur (Trilogi I).

Nieuwenkamp, W.O.J. (n.d.). De Boroboedoer geen Stoepa met Relikwieen van den Overleden Boeddha, doch een lotuszetel of padma sana voor den toekomstigen Boeddha. Nederl.-Indië Oud en Nieuw.

Sutrisno, M. (n.d.). Borobudur dan Saya. Dalam Balai Konservasi Borobudur, 100 Tahun Pascapemugaran Candi Borobudur Candi Borobudur dalam Multiaspek (Trilogi III).

Tanudirjo, D. A. (n.d.). Borobudur Sebagai Mandala: Masa Lalu dan Masa Kini. Dalam Balai Konservasi Borobudur, 100 Tahun Pascapemugaran Candi Borobudur Dekonstruksi dan Rekonstruksi Candi Borobudur (Trilogi II).

Untoro, H. O. (n.d.). Peran Borobudur sebagai Ajang Pendidikan. Dalam Balai Konservasi Borobudur, 100 Tahun Pascapemugaran Candi Borobudur Candi Borobudur dalam Multiaspek (Trilogi III).

babad.id | Stori Loka Jawa
babad.id | Stori Loka Jawa babad.id | Stori Loka Jawa merupakan media online berbasis multimedia dengan konten utama seputar seni, budaya dan sejarah Jawa. Babad.id juga membuka ruang opini kepada penulis lepas.