Desa Plantungan Blora: Studi Kasus Masyarakat Agraris Tradisional

Daftar Isi

BABAD.ID | Stori Loka Jawa -  Desa Plantungan di Blora merupakan studi kasus masyarakat tradisional agraris yang masih sangat bergantung pada kearifan lokal. Pelajari komposisi penduduk, teknologi pertanian, dan struktur pemerintahannya yang turun-temurun.

Latar Belakang Geografis dan Komunikasi

Desa Plantungan, yang terletak di Kecamatan Kota Blora, merupakan salah satu lokasi penelitian dalam kajian rumah tangga tradisional Jawa Tengah tahun 1982/1983 (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985b, p. 9).

Secara geografis, Desa Plantungan berada di daerah pegunungan kapur (limestone mountainous region). Jenis tanah di sana adalah liat cokelat keputih-putihan yang cocok untuk tanaman hutan dan rumput. Luas Desa Plantungan tercatat 259,908 Hektar. Mayoritas lahan adalah tegalan (lahan kering) seluas 167,022 Ha, diikuti persawahan 73,886 Ha, dan pemukiman 19 Ha.

Desa ini memiliki tantangan infrastruktur yang signifikan. Satu-satunya jalan masuk yang ada adalah jalur padat karya dengan lebar 5 meter yang belum mengalami pengerasan. Jalan ini sulit dilalui kendaraan roda dua maupun roda empat, terutama saat musim penghujan. Akibatnya, sarana pokok untuk bepergian bagi penduduk setempat adalah dengan berjalan kaki.

Demografi, Mata Pencaharian, dan Akulturasi Internal

Pada sensus penduduk tahun 1981, jumlah penduduk Desa Plantungan tercatat sebanyak 734 jiwa yang terdiri dari 134 Kepala Keluarga. Populasi ini terbagi rata: 357 jiwa laki-laki dan 377 jiwa perempuan.

Populasi Desa Plantungan termasuk sangat jarang (sangat tidak seimbang) jika dibandingkan dengan luas lahannya, sehingga masih banyak lahan pertanian yang belum dapat dimanfaatkan.

Komposisi penduduknya unik karena merupakan percampuran antara penduduk asli dan pendatang baru (transmigran internal). Hingga tahun 1982, penduduk Plantungan terdiri dari 50% warga asli dan 50% pendatang baru yang telah membaur melalui perkawinan.

Pendatang baru ini sebagian besar berasal dari daerah Gunung Kidul. Mereka merantau ke Blora setelah daerah Gunung Kidul dilanda paceklik (kekurangan pangan) akibat serangan hama tikus. Para pendatang ini dikenal memiliki sifat tekun, rajin, dan berhati-hati. Mereka awalnya bekerja sebagai buruh tani, tetapi ketekunan mereka membantu meningkatkan taraf hidup, dan memberikan dampak positif dalam hal cara bercocok tanam bagi penduduk pribumi.

Mata Pencaharian: Sebanyak 90% warga desa Plantungan mata pencahariannya adalah bercocok tanam. Klasifikasi pekerjaan mencakup petani pemilik sawah/tegalan (506 orang) dan buruh tani (212 orang).

Dalam pertanian, mereka menanam padi di musim penghujan, serta palawija (gandum, kacang tanah, kedelai) dan padi gogo (di tegalan). Mereka belum mengadopsi sistem Panca Usaha tani, melainkan hanya menggunakan pupuk kandang untuk mengolah tanah.

Ternak Sapi sebagai Harta Vital: Memelihara sapi sangat penting dan dianggap sebagai tenaga yang vital untuk mengolah tanah pertanian. Sapi juga sangat berharga karena dapat bertambah jumlahnya setiap tahun. Karena tingginya nilai sapi (sebagai harta kekayaan yang berharga) dan kebutuhan untuk pengamanan serta perawatan, ternak sapi di Desa Plantungan tidak dipisah atau tidak dibuatkan kandang tersendiri, melainkan berada di dalam rumah menyatu dengan tempat tidur pemiliknya.

Tata Pemerintahan Tradisional

Desa Plantungan masih memiliki sistem pemerintahan yang sangat tradisional.

• Pusat Pemerintahan: Desa ini belum memiliki Kantor Kelurahan, Balai Desa, Kantor PKK, atau Lumbung Desa. Pusat pemerintahan Desa Plantungan masih bertempat di rumah Kepala Desa.

• Sistem Kepemimpinan: Jabatan Kepala Desa (Lurah) masih bersifat turun-temurun (herediter), di mana yang menjabat adalah putra Kepala Desa yang lama.

• Struktur Perangkat Kelurahan:

    1. Kepala Desa/Lurah: Mengkoordinir, membimbing, dan memimpin semua sektoral.

    2. Carik: Membidangi masalah umum.

    3. Kebayan: Menangani bagian keamanan.

    4. Petengan: Menangani bagian kemakmuran dan pembantu keamanan.

    5. Modin: Menangani urusan agama dan kematian.

    6. Kamituwo (Kepala Bagian Sosial): Membidangi bidang sosial dan kependudukan (tidak tercantum di Plantungan di sumber 297, tetapi tercantum di Plantungan pada sumber 303 dan di Jepangrejo pada 337).

Desa Plantungan juga belum dilengkapi dengan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Secara keseluruhan, pola pemukiman masyarakat Plantungan masih terbelakang karena kurangnya penyuluhan dan sarana pendidikan.

babad.id | Stori Loka Jawa
babad.id | Stori Loka Jawa babad.id | Stori Loka Jawa merupakan media online berbasis multimedia dengan konten utama seputar seni, budaya dan sejarah Jawa. Babad.id juga membuka ruang opini kepada penulis lepas.