BABAD.ID - Nyadran merupakan tradisi dari Hindu-Buddha namun oleh Walisongo diakulturasikan dengan Budaya Islam di Jawa.
Walisongo ingin membenarkan kepercayaan masyarakat Jawa masa itu tentang pemujaan roh yang dianggap sebagai perbuatan musyrik.
Sehingga untuk memintasi hal tersebut diselaraskan dengan ajaran Islam.
Baca Juga: Bolehkah Sholat Tarawih Sendiri di Rumah? Simak Penjelasan dari Buya Yahya
Dalam nyadran memberikan pelajaran penting tentang kerukunan.
Sanak saudara yang jarang bertemu bisa berkumpul dan bercengkrama bersama.
Meski dengan hal sederhana, tatap muka secara langsung memberikan nilai positif dalam lingkungan sosial.
Baca Juga: Apa Kamu Tahu? Hikmah Bersuci dari Najis dan Hadas, Simak Penjelasannya
Kerap kali konstruksi sosial menghambat mereka dalam bersosialisai.
Sehingga tradisi nyadran adalah waktu yang tepat untuk memperbaiki komunikasi yang sudah terjalin sebelumnya.
Nyadran menjad alternatif kepada sanak saudara untuk bisa berkumpul dan bersilaurahmi sebelum Ramadan.
Baca Juga: Perbanyak Amalan Sunah Ketika Ramadan, Berikut Amalan-Amalannya!
Ritual Nyadran hanya dilakukan sekali dalam setahun.
Nyadran dianggap menumbuhkan nasionalisme lantaran masyarakat menjadi bisa memaknai arti kebersamaan dalam mengikuti serangkaian ritual sederhana.
Artikel Terkait
Mengenal Dandangan Kudus, Tradisi Menyambut Bulan Ramadhan yang Masih Lestari Sejak Zaman Sunan Kudus
Catat Tanggalnya! Inilah Tanggal diadakannya Tradisi Megengan di Demak, Jawa Tengah 2023
Melacak Akar Sejarah Tradisi Dugderan Semarang, Tradisi yang Sudah Ada Sejak 1881
Warak Ngendok, Ikon Tradisi Dugderan Semarang, Ternyata Ini Makna Ikon Tersebut
Tradisi Nyadran Menyambut Bulan Ramadhan Tiba