BABAD.ID - Artike ini akan menjelaskan sebuah tradisi masyarakat Semarang.
Masyrakat Semarang memiliki sebuah tradisi dengan nama Dugderan.
Dugderan merupakan sebuah tradisi bagi masyarakat semarang untuk menandai bulan Ramadhan.
Baca Juga: 3 Rekomendasi Kuliner Khas Betawi, Siap Disajikan Ketika Lebaran ataupun Sehari-hari
Ceritanya, masyarakat Semarang dulunya sering terdapat perbedaan ketika menetukan awal puasa.
Kemudian pada 1891 Bupati Semarang, RMTA Purbaningrat membuat keputusan untuk menyeragamkan awal puasa.
Untuk mengetahuinya awal puasa, beduk di Mesjid Besar Semarang dan Meriam di halaman Kanjengen dibunyikan sebanyak 3 kali.
Bunyi yang dikelurkan dari dua ala tadi membentuk sebuah irama musik.
Baca Juga: Ternyata Segini Ukuran Kujang, Senjata Tradisional Jawa Barat yang Perlu Anda Ketahui
Dari beduk mengeluarkan suara "duk-duk-duk" dan dari Meriam mengeluarkan suara "der-der-der"
Kombinasi dua bunyi tadi melahirkan tradisi "Dugderan".
Kemudian jika beduk dan meriam telah dibunyikan makan disusul dengan bunyi gamelan dan gending-gending sampai malam.
Suasana jika datangnya tradisi Dugderan ini adalah banyaknya penjual makanan, pedagang mainan, dan para wisatawan dari ragam penjuru.
Itulah sekilas mengenai tradisi Dugderan yang menjadi tradisi masyarakat Semarang.***
Artikel Terkait
Kapan Weton Selasa Pahing Mencapai Puncak Kejayaan? Ini Penjelasan Primbon Jawa
Ini Jadwal Pelaksanaan Dugderan di Semarang Tahun 2023, Tradisi Menyambut Bulan Suci Ramadhan
3 Shio dengan Bakat Berbisnis dan Siap Sukses Besar, Hayo Kamu Termasuk Tidak?
Perwatakan dan Arti Weton Rabu Pon dalam Primbon Jawa
Ini Dia Shio Keberuntungan yang Akan Meraup Kekayaan dalam Jumlah Besar