BABAD.ID – Jika sebelumnya penulis memuat pembagian Kota Jember saat medio tahun 1929 berdasarkan berdasarkan pada Staatsblad nomor 322 yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda tentang perkembangan tembakau di Kota Jember.
Kini saatnya bergeser ke wilayah Eks. Keresidenan Besuki lainnya yang memiliki komoditas peninggalan kolonial Belanda yang hingga saat ini masih tetap dipertahankan bahkan menjadi komoditas unggulan.
Baca Juga: Ramalan Zodiak Gemini Hari Ini Minggu 18 September 2022: Cinta, Karir, Keuangan dan Kesehatan
Wilayah ini adalah Kabupaten Bondowoso yang saat ini dibagi menjadi tiga wilayah, kawasan barat merupakan pegunungan, bagian tengah berupa dataran tinggi dan bergelombang, sedang bagian timur juga berupa pegunungan.
Bondowoso ini merupakan satu-satunya kabupaten di daerah Eks Keresidenan Besuki yang tidak memiliki garis pantai. Sehingga jangan heran jika wilayah ini meruapakan salah satu penghasil kopi berkualitas tinggi di Tanah Air.
Sejarah perkopian di Bondowoso tak lepas dari perkebunan kopi PTPN XII di Kecamatan Ijen Kabupaten Bondowoso dan sekitarnya yang reputasinya telah memiliki sejarah begitu panjang sejak penerapan Cultuurstelsel.
Pembentukan Afdeling
Dilansir dari laman resmi PTPN XII, Perkembangan kopi di Bondowoso berawal dari upaya Belanda mendirikan perkebunan kopi di dataran tinggi Ijen dan Raung sekitar abad ke-19 atau pada kisaran 1890-an silam.
Baca Juga: 21 Tahun Bersama Persija Jakarta, Malam Ini The Jakmania Siapkan Perpisahan dengan Ismed Sofyan
Perkebunan kopi seluas sekitar 11 ribu hektare itu terletak di lereng Pegunungan Ijen dan Gunung Raung. Tepatnya di seluruh Kecamatan Ijen, Bondowoso. Dan hanya ada satu jenis kopi di sana, yakni Kopi Arabika.
Perkebunan kopi di wilayah ini terdiri dari 2 wilayah kebun. Kebun Kalisat/Jampit dan Kebun Blawan, PTPN XII. Masing-masing terdiri dari beberapa afdeling yang digunakan untuk memantau perkebunan terkecil.
Berdasarkan catatan sejarah, cikal bakal berdirinya perkebunan kopi di wilayah ini berawal saat Pemerintah Kolonial Belanda menerapkan cultuurstelsel atau sistem tanam paksa.
Baca Juga: Besok Pemkot Surabaya Akan Gelar Drama Musikal Bertema Sejarah, Begini Cara Nontonnya
Kala itu Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor, khususnya teh, kopi, dan kakao.
Artikel Terkait
Tiga Peninggalan Kolonial Belanda di Banyuwangi yang Bisa Dikunjungi
4 Rekomendasi Wisata Sejarah di Eks Keresidenan Besuki
Sejarah Jember Kala Masa Kolonialisme, Pembagian Wilayahnya Meliputi 25 Onderdistrik
Menilik Sejarah Tembakau Jember, Ditanam Sejak Masa Kolonial Hingga Kini Tetap Dikenal
Menilik Jejak Kolonialisme Belanda di Kabupaten Situbondo