Ditulis oleh Luh De Suriyani di Project Multatuli pada 08/12/2022
BABAD.ID - I Nengah Langgeng masih ingat ketika tiga dekade lalu desa adat Geriana Kauh bagian dari Desa Duda Utara, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem diserang hama. Padi milik warga habis dimakan wereng, tikus dan burung. Kala itu kondisinya begitu menyedihkan sebab warga menggantungkan hidup dari hari panen.
Saat itu warga bertani subsisten di mana mereka memproduksi hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Karena itu, sekali panen gagal, pertaruhannya adalah hidup dengan kelaparan.
Selain berdampak kebutuhan jasmani, ketiadaan hasil panen itu juga berdampak pada kebutuhan rohani. Ketiadaan hasil sawah untuk kebutuhan upacara agama membuat mereka semakin resah. Setiap laku ritus warga membutuhkan padi ketan dan padi beras, terutama bibit lokal, yang disebut dengan padi masa atau padi tahun. Disebut demikian karena memerlukan waktu hampir setahun untuk persiapan benih, bibit, sampai panen.
Baca Juga: Firasat Pakaian Terjatuh dari Gantungan, Ternyata Ini Maknanya Menurut Primbon Jawa
Langgeng yang kini menjadi Ketua Tempekan Sebudi, Subak Bangbang Biaung, salah satu pengurus pertanian di desa adat mereka heran dengan gagal panen saat itu. Warga pun tak kalah pusing.
Setelah berunding panjang, tetua desa memberikan petunjuk agar warga menghelat kembali ritus Sanghyang, sebuah ritus tarian kepercayaan warga untuk menolak bala atau wabah penyakit. Ada dua ritus Sanghyang, yakni Sanghyang Jaran dan Sanghyang Dedari.
Ritus ini dulu sempat dihentikan karena beragam alasan, dari tidak ada yang mengurus pengayah atau penari hingga sarana kelengkapannya yang tidak tersedia.
Baca Juga: 5 Rekomendasi Tempat Wisata di Kabupaten Kendal, Cocok untuk Liburan
Artikel Terkait
Kisah Penyandang Disabilitas Tuli Bangkit dan Berdaya Berbekal Keahlian
Nasib Nelayan di Tambak Lorok: Bertahan Dikepung Banjir Rob dan Pendapatan yang Tak Menentu
Perjuangan Penghayat Kepercayaan di Kendal, dari Sulitnya Mendapat Izin Nikah hingga Akses Sekolah
Goa Istana, Tempat Sakral di Alas Purwo yang Konon Pernah Jadi Persinggahan Soekarno
Pendarungan, Kampung Hilang yang Jadi Jujukan Wisatawan Dadakan di Banyuwangi