BABAD.ID- Berkunjung ke Yogyakarta tidak lengkap rasanya tanpa mengunjungi Keraton Yogyakarta. Lanskap ini adalah salah satu yang paling dicari, melihat pagelaran beserta Alun-alun Utara sebagai pasar utama Keraton Yogyakarta.
Namun sesuai konsep catur gotro tunggal, di mana pemerintahan tidak bisa dipisahkan dari aspek ekonomi, religius dan sosial, maka di sisi barat terdapat kagungan dalem Masjid Gedhe yang terletak di Kampung Kauman.
Sebuah pusat keagamaan yang tak bisa terpisahkan dari Keraton Yogyakarta. Kagungan dalem Masjid Gedhe didirikan pada hari Ahad Wage 29 Mei 1773 M atau 6 Rabiul Akhir 1187 H atau tahun Alif 1699 Jawa.
Pendirian tersebut ditandai dengan condro sengkolo yang berbunyi "gapura terus winayang jalmo". Sengkalan tersebut tertulis pada prasasti di serambi masjid.
Arsitektur dan interior kagungan dalem Masjid Gedhe banyak menjadi perhatian karena berbeda dengan masjid-masjid pada umumnya. Kabarnya arsitektur masjid tersebut terinspirasi dari gaya masjid Demak.
Baca Juga: Potret Dua Istana Air di Yogyakarta, Tempat Rekreasi Sultan di Masa Lalu
Karakteristik dari masjid ini adalah keberadaan empat pilar utama atau dikenal dengan sokoguru dengan atap berbentuk tajug lambang teplok. Tajuk lambang teplok adalah bentuk atap bersusun tiga yang secara filosofis menggambarkan tahapan dalam menekuni ilmu tasawuf, yaitu syariat, tarekat dan makrifat. Tiga tingkat pada atap tersebut juga dapat dimaknai sebagai iman, Islam dan ihsan.
Sebagai ciri bahwa masjid ini milik Sultan, maka di puncak atap dipasang hiasan mahkota berbentuk bunga yang disebut sebagai mustaka.
Mustaka pada puncak-puncak masjid milik Sultan merupakan sterilisasi dari bentuk godo, daun kluweh dan bunga Gambir. Godo atau gada melambangkan keesaan Allah. Daun kluweh mengarah pada kata linuwih atau lebih yaitu manusia akan memiliki kelebihan jika telah melewati tiga tahapan ilmu tasawuf. Sedang bunga gambir melambangkan keharuman yang menyebar.
Namun ternyata ada Masjid Gedhe lain yang memiliki struktur serupa dan terletak di sisi tenggara Yogyakarta.
Mari kita melewati mesin waktu menuju era Kerajaan Mataram Islam.
Selamat datang di Kotagede, ibukota Kerajaan Mataram Islam, cikal bakal Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Sehingga bisa disebut pula bahwa Kotagede adalah kota tuanya Yogyakarta.
Baca Juga: Mengunjungi Museum Jenang Kudus, Melihat Produksi dari Dekat
Hingga saat ini peninggalan Mataram Islam di Kotagede masih bisa dinikmati. Masih mengikuti konsep catur gotro tunggal pasar Kotagede sebagai pusat ekonomi masih eksis di masyarakat. Begitupun Masjid Gedhe Kotagede sekaligus area makam raja-raja Mataram Kotagede sebagai pusat kegiatan religiusnya.
Usai Mataram Islam berpindah dari Kotagede menuju Plered, Kartosuro hingga akhirnya terpecah menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta dengan perjanjian Giyanti, tentunya berbagai perubahan zaman membuat Kotagede mengalami perkembangan.
Artikel Terkait
Rekomendasi Lengkap Wisata di Kabupaten Semarang, dari Gedong Songo hingga Desa Wisata Lerep
4 Rekomendasi Destinasi Wisata Pendakian Gunung di Banyuwangi Jawa Timur
Pusung Lading, Lembah Berbentuk Keris di Desa Wisata Sumbergondo
Gambaran Singkat tentang Wisata Yogyakarta
Daftar Pusat Oleh-oleh di Kota Semarang yang Wajib Dikunjungi saat Libur Lebaran