BABAD.ID-- Ratu Kalinyamat naik tahta menggantikan suaminya, Pangeran Hadlirin yang terbunuh karena konflik perebutan kekuasaan di Kasultanan Demak.
Ia dinobatkan sebagai penguasa Jepara pada tahun 1549 setelah didahului konflik keluarga kesultanan Demak, pasca mangkatnya Sultan Trenggana pada tahun 1546.
Kematian tragis Sultan Trenggana menimbulkan kekacauan yang berakhir dengan keputusan Dewan Kerajaan Kesultanan Demak dengan mengangkat Pangeran Prawata sebagai Sultan.
Namun kekuasaan Sunan Prawata atas Demak tidak berlangsung lama. Tahun 1549 pasukan Arya Panangsang berhasil membunuhnya.
Kematian Pangeran Prawata ini membuat hati Ratu Kalinyamat sangat terluka. Oleh karena itu, ia dan suaminya meminta keadilan pada Sunan Kudus. Namun ia tidak mendapatkan hasil seperti yang mereka harapkan. Dengan kesal, Ratu Kalinyamat dan Pangeran Hadirin, kembali ke Jepara.
Di tengah perjalanan, mereka dihadang oleh pasukan Arya Panangsang walaupun Ratu Kalinyamat berhasil meloloskan diri, namun suaminya terbunuh.
Hal itu membuat Ratu Kalinyamat sangat berduka dan juga marah. Karena itu kemudian Ratu Kalinyamat bertapa untuk meminta keadilan kepada Hyang Maha Kuasa. Ia tidak akan berhenti bertapa sebelum mendapatkan keadilan atas terbunuhnya suami dan saudaranya.
Akhirnya dalam perang tanding dengan Danang Sutowijoyo, Arya Panangsang terbunuh hingga akhirnya Ratu Kalinyamat dinobatkan sebagai penguasa Jepara pada tahun 1549 dengan candra sengkala Trus Karya Tataning Bumi yang diperkirakan dilakukan pada 12 Rabiul Awal 956 H atau 10 April 1549.
Ia kemudian melanjutkan membangun Jepara yang telah dirintis bersama suaminya, Pangeran Hadlirin
Setelah melakukan penataan internal, Ratu Kalinyamat segera melakukan kerja sama dengan daerah lain, baik yang berada di Nusantara maupun di Malaka. Pelabuhan Jepara yang dikenal sangat baik kemudian didatangi para pedagang dari Demak, Cirebon, Gresik, Tuban dan Banten untuk kemudian berdagang dengan para pedagang dari Bali, Maluku, Makasar,dan Malaka.
Jepara pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat juga menjadi pelabuhan militer bekerja sama dengan Banten, Cirebon, Johor, Aceh dan Maluku.
Antikolonialisme
Ratu Kalinyamat merupakan salah satu pejuang perempuan dari Jepara yang memiliki sikap antikolonialisme. Bahkan ia tercatat pernah menyerang penjajah Portugis di Malaka dan Ambon, sebanyak 4 kali.
Sebab keberadaan penjajah di kedua wilayah tersebut dinilai mengancam keberadaan Jepara dan juga kasultanan lain di pulau Jawa. Bahkan Potugis sudah mulai mengganggu pengiriman barang-barang perdagangan dari Jawa ke Malaka.
Disamping itu pada saat ia berkuasa tahun 1549 – 1579, Jepara mencapai puncak kejayaannya. Bahkan bandar Jepara dikenal sebagai bandar terbesar di pesisir utara pulau Jawa dan menjadi pintu masuk perdagangan dari negeri-negeri seberang lautan dan pintu keluar hasil pertanian dari daerah-daerah pedalaman.
Jepara telah menempatkan diri sebagai penghubung perdagangan dan sekaligus sebagai pusat perdagangan.