Wong Jawa Juga Punya Sistem Penanggalan, Sebut Saja Pranata Mangsa: Kalender Alam untuk Petani Sejak Zaman Dulu
BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Halo sedulur, pernah dengar tentang Pranata Mangsa?
Pranata Mangsa atau sistem kalender tradisional Jawa ini ternyata sudah ada sejak zaman dulu, lho!
Bukan cuma sekadar kalender biasa, Pranata Mangsa ini kaya sarat nilai-nilai kearifan lokal yang membantu masyarakat Jawa, khususnya para petani, dalam bercocok tanam dan menjaga harmoni dengan alam. Yuk, kita bahas lebih dalam!
Apa Itu Pranata Mangsa?
Pranata Mangsa adalah kalender berbasis fenomena alam yang pertama kali diperkenalkan oleh pujangga terkenal, R.Ng. Ronggowarsito.
Sistem ini menggunakan rotasi matahari sebagai dasarnya, mirip dengan kalender Gregorian.
Kalender ini memiliki 12 musim (“mangsa”), di mana setiap mangsa memiliki durasi dan karakteristik yang berbeda, bergantung pada perubahan alam seperti curah hujan, perilaku hewan, dan pertumbuhan tanaman (Atmojo, 2021).
Kalender ini telah digunakan sejak era Kerajaan Medang pada abad ke-9 hingga Kesultanan Mataram di abad ke-17.
Pada tahun 1856, Sri Susuhunan Pakubuwono VII secara resmi menjadikan Pranoto Mongso sebagai pedoman resmi untuk masyarakat agraris di Surakarta (Atmojo, 2021).
Baca Juga: 5 Tanaman Penciri Musim dalam Pranata Mangsa
Sejarah dan Perkembangan
Pranoto Mongso memiliki akar sejarah yang panjang, berawal dari era Kerajaan Medang pada abad ke-9 hingga era Kesultanan Mataram pada abad ke-17.
Sistem ini didasarkan pada pengamatan mendalam terhadap fenomena alam, termasuk pergerakan benda-benda langit, khususnya rasi bintang Orion (Waluku) yang menjadi penanda utama dalam sistem ini.
Karakteristik Sistem Pranoto Mongso
Menurut (Atmojo, 2021 ) dalam kajiannya, sistem ini membagi tahun menjadi 12 mangsa (musim) dengan karakteristik berikut:
- Mangsa Kasa (22 Juni - 1 Agustus)
- Durasi: 41 hari
- Karakteristik: Daun-daun berguguran, kayu mengering, belalang masuk ke dalam tanah
- Aktivitas petani: Pembakaran jerami dan persiapan tanam palawija
- Mangsa Karo (2-24 Agustus)
- Durasi: 23 hari
- Karakteristik: Tanah retak, pohon kapuk dan mangga mulai berbunga
- Aktivitas pertanian: Palawija mulai tumbuh
- Mangsa Katelu (18 Agustus - 25 September)
- Durasi: 24 hari
- Karakteristik: Tanaman merambat, tunas bambu mulai muncul
- Aktivitas pertanian: Tidak ada tanaman di ladang karena panas
- Mangsa Kapat (19 September - 13 Oktober)
- Durasi: 25 hari
- Karakteristik: Sumur mengering, pohon kapuk mulai berbuah, burung-burung kecil mulai bersarang
- Aktivitas pertanian: Panen palawija, persiapan untuk padi gogo dan pisang
- Mangsa Kalima (14 Oktober - 9 November)
- Durasi: 27 hari
- Karakteristik: Hujan mulai turun, daun asam muda mulai muncul, ulat mulai muncul
- Aktivitas pertanian: Perbaikan saluran air, mulai memindahkan padi gogo ke ladang
- Mangsa Kanem (10 November - 22 Desember)
- Durasi: 43 hari
- Karakteristik: Pohon buah mulai berbuah (durian, rambutan, manggis)
- Aktivitas pertanian: Menyemai bibit padi dan mulai mengolah tanah
- Mangsa Kapitu (23 Desember - 3 Februari)
- Durasi: 43 hari
- Karakteristik: Hujan deras, banjir, badai, dan tanah longsor
- Aktivitas pertanian: Mulai menanam padi di sawah
- Mangsa Kawolu (4-28/29 Februari)
- Durasi: 26/27 hari
- Karakteristik: Musim kawin kucing, padi menghijau, ulat tanah mulai muncul
- Aktivitas pertanian: Pemeliharaan tanaman padi
- Mangsa Kasanga (1-25 Maret)
- Durasi: 25 hari
- Karakteristik: Padi berbunga, jangkrik muncul, tonggeret bersuara
- Aktivitas pertanian: Pemantauan padi yang mulai berbunga
- Mangsa Kasepuluh (26 Maret - 18 April)
- Durasi: 24 hari
- Karakteristik: Padi menguning, banyak hewan hamil, burung-burung mulai menetas
- Aktivitas pertanian: Persiapan panen padi
- Mangsa Desta (19 April - 11 Mei)
- Durasi: 23 hari
- Karakteristik: Burung memberi makan anaknya, pohon kapuk melepaskan kapas
- Aktivitas pertanian: Panen selesai, persiapan tanam palawija
- Mangsa Sada (12 Mei - 21 Juni)
- Durasi: 41 hari
- Karakteristik: Suhu udara menurun, udara terasa dingin dan kering
- Aktivitas pertanian: Pengeringan padi, penyimpanan di lumbung, penanaman palawija
Baca Juga: 5 Tanaman Pengganti Padi dalam Pranata Mangsa
Kegunaan Pranata Mangsa
1. Panduan Musim Tanam
Pranata Mangsa memberikan petunjuk kepada petani tentang waktu yang tepat untuk mulai menanam, memanen, atau mengantisipasi bencana alam.
Contohnya, pada Mangsa Rendeng (Desember-Februari), petani disarankan untuk bersiap menghadapi hujan lebat, banjir, dan tanah longsor (Atmojo, 2021).
2. Menghadapi Perubahan Iklim
Dalam era modern, Pranata Mangsa tetap relevan untuk mengantisipasi perubahan iklim global.
Kalender ini dapat membantu petani menyesuaikan pola tanam mereka agar lebih tangguh terhadap perubahan cuaca yang tidak menentu (Atmojo, 2021).
3. Harmonisasi dengan Alam
Sistem ini melatih petani untuk lebih peka terhadap perubahan alam, seperti perilaku hewan atau pertumbuhan tanaman, yang dapat menjadi indikator musim tertentu.
Dengan cara ini, masyarakat agraris dapat menjaga keseimbangan antara manusia dan lingkungan (Atmojo, 2021).
Baca Juga: Mengenal 8 Siklus Penanaman Padi dalam Pranata Mangsa
Contoh Penerapan Pranoto Mongso
- Mangsa Rendeng (Desember-Februari): Musim hujan dengan intensitas tinggi. Petani menanam padi dan mempersiapkan ladang mereka untuk menghadapi kemungkinan banjir (Atmojo, 2021).
- Mangsa Marengan (Maret): Intensitas hujan mulai menurun. Petani memanen padi yang ditanam selama Mangsa Rendeng dan mulai menanam palawija seperti jagung atau kacang-kacangan (Atmojo, 2021).
- Mangsa Labuh (September-November): Awal musim hujan ringan. Petani biasanya mulai menanam padi gogo atau palawija di ladang kering (Atmojo, 2021).
Baca Juga: Mengenal 12 Musim dalam Pranata Mangsa (Bagian 1)
Relevansi di Masa Kini
Meskipun generasi muda mulai meninggalkan Pranoto Mongso karena dianggap kurang relevan, beberapa komunitas petani di Jawa, khususnya di daerah pedesaan, masih menggunakan kalender ini sebagai pedoman.
Pemerintah dan akademisi juga mulai mengintegrasikan Pranoto Mongso dengan teknologi modern, seperti sistem prediksi cuaca dan kalender tanam terpadu, untuk memberikan manfaat yang lebih besar kepada masyarakat agraris (Atmojo, 2021).
Selain itu, masyarakat Jawa memanfaatkan Pranoto Mongso untuk mengatur kegiatan lain seperti perikanan, perdagangan, dan bahkan ritual budaya.
Dengan memahami pola musim, mereka dapat merencanakan berbagai aktivitas secara lebih efisien dan minim risiko
Baca Juga: Mengenal 12 Musim dalam Pranata Mangsa (Bagian 2)
Kesimpulan
Pranoto Mongso adalah bukti nyata kearifan lokal masyarakat Jawa dalam menyesuaikan diri dengan alam melalui sistem penanggalan yang telah digunakan selama berabad-abad.
Dengan membagi tahun menjadi 12 musim berdasarkan fenomena alam, sistem ini menjadi panduan yang penting bagi petani untuk menentukan waktu yang tepat dalam bertani dan mengantisipasi cuaca ekstrim.
Di tengah perubahan iklim global, Pranoto Mongso tidak hanya tetap relevan tetapi juga mampu memberikan wawasan penting tentang bagaimana masyarakat dapat beradaptasi dengan alam secara berkelanjutan.
Sebagai warisan budaya yang berharga, upaya untuk menghidupkan kembali dan mengintegrasikan Pranoto Mongso dengan teknologi modern menjadi sangat penting bagi pertanian masa depan.
Referensi: Atmojo, S.W. (2021). Pranoto Mongso as Agricultural Calendar, A Javanese Cultural Heritage in The Middle of Global Climate Change. Javanologi: International Journal of Javanese Studies, 5(1), 944-954.
Penulis: Rian Aryandani, Mahasiswa Teknologi Pendidikan UNNES, Sekaligus pecinta budaya Nusantara
Posting Komentar