Makna Sufisme Aksara Jawa Dalam Sekar Macapat Pangkur Serat Sastra Gendhing
BABAD.ID | Stori Loka Jawa – Sufisme dikenal sebagai kata yang berhubungan dengan pendekatan diri kepada Sang Pencipta yang berasal dari rasa, hati, dan esoteris.
Ada dua macam arti sufisme dalam Sastra Jawa, yang pertama adalah karya sastra tulis yang berisi masalah kepercayaan, keyakinan, dan filsafat.
Sementara yang satu lagi yaitu sastra lisan dunia seni pedalangan yang mewujudkan rangkaian lagu untuk mengimbangi iringan gamelan dan membangun suasana cerita.
Baca Juga: Belajar Aksara Jawa dengan Geguritan Berjudul ‘Kelangan' Karya Any Faiqoh
Sufisme Dalam Karya Sastra Tulis
Dalam jurnal karya (Ahmadi, 2002) Suluk, karya sastra tulis memuat ajaran sufisme atau mistik untuk menemukan kebenaran dengan berserah diri pada alam dan Tuhan.
Hal ini berkenaan dengan kalimat sangkan paraning dumadi yang berarti asal dan tujuan hidup.
Dan manunggaling kawula gusti yang berarti menyatunya makhluk hidup dengan sang Khaliq atau Tuhan.
Dua hal di atas merupakan bagian dari loro-loroning atunggal atau dua hal yang berbeda namun dapat bersatu dan saling terikat dalam kepribadian jawa.
Baca Juga: Belajar Aksara Jawa dengan Geguritan Berjudul 'Teh Poci' Karya Yan Tohari
Penerapan Aksara Jawa
Penerapan Aksara Jawa filsafat sufisme diwujudkan dalam tembang macapat Pangkur Serat Sastra Gendhing di bawah ini:
Karan sastra kalih dasa,
wit pangestu tuduh kareping puji,
puji asahing tumuwuh,
mirit ring akadiyat,
sastra ha-na-ca-ra-ka pituduhipun,
dene kang da-ta-sa-wa-la,
gegetyaning kang amuji.
Wahdat jati kang linaras,
ponang pad-dha-ja-ya-nya angyakteni,
sami santosanira,
kahanannya wakadiyat pametipun,
dene kang ma-ga-ba-tha-nga,
wis kanyatan jatining isih.
Makna
Disebut aksara dua puluh,
mula restu petunjuk kehendak puji,
puji asalnya yang tumbuh,
bersasar akadiat (tauhid),
aksara ha-na-ca-ra-ka petunjuknya,
adapun da-ta-sa-wa-la,
penggantinya yang memuji.
Tuhan Allah yang disembah,
adapun pa-dha-ja-ya-nya membuktikan,
yang menunjuk dan yang ditunjuk,
sama kekuartannya,
keadaannya bersumber ajaran agama,
adapun ma-ga-ba-tha-nga,
sudah terbukti hakikat kasih sayang.
Dapat disimpulkan dari tembang macapat di atas jika aksara jawa adalah sebuah sistem yang tidak hanya berfungsi untuk alat komunikasi, namun juga memiliki nilai keagamaan untuk memahami keesaan Tuhan untuk mendapatkan petunjuk hidup, dan merasakan kasih sayang-Nya.
Kesimpulan:
Sufisme dalam sastra Jawa tercermin dalam dua bentuk: karya sastra tulis dan seni pedalangan. Karya tulis, seperti suluk, mengajarkan konsep sangkan paraning dumadi (asal dan tujuan hidup) dan manunggaling kawula gusti (penyatuan manusia dengan Tuhan).
Dalam seni sastra, tembang macapat seperti Pangkur Serat Sastra Gendhing menunjukkan bahwa aksara Jawa tidak hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga simbol nilai keagamaan untuk memahami keesaan Tuhan, petunjuk hidup, dan kasih sayang-Nya.
Referensi:
Ahmadi, M. (2002). Dari Hana Caraka ke Sastra Macapat dan Suluk (Hubungan SastraLisan dan Tulis). Prosiding Seminar Akademik, 2, 89-103.
Penulis: Nadya Zuhri, mahasiswa Universitas Negeri Semarang yang belajar melestarikan budaya.
Posting Komentar