Kunci Kekuasaan: Keris Sakti dan Cinta Terlarang Ken Arok
Ken Arok memanfaatkan keris sakti untuk membunuh Tunggul Ametung. Ia menikahi Ken Dedes dan menguasai Tumapel.
![]() |
Ilustrasi Ken Arok yang menguasai Tumapel setelah membunuh akuwu Tumapel, Tunggul Ametung. (Generatif ChatGPT) |
BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Kisah Ken Arok bermula dari latar belakangnya yang kontroversial. Ia digambarkan sebagai seorang penjahat ulung yang tidak gentar melakukan berbagai tindakan kriminal, mulai dari pencurian, perampokan jalanan, pembunuhan, hingga pelanggaran kehormatan perempuan.
Uniknya, meskipun terlibat dalam berbagai kejahatan, ia selalu luput dari konsekuensi serius, seolah-olah dilindungi oleh kekuatan supranatural. Pararaton bahkan mencatat bahwa ia selalu berhasil lolos tanpa mengalami dampak yang berarti dari tindakannya yang meresahkan.
Ambisi Ken Arok mencapai puncaknya ketika ia jatuh hati pada Ken Dedes, istri dari Tunggul Ametung, akuwu (penguasa) Tumapel.
Ketertarikannya semakin membara setelah ia mendengar ramalan yang menjanjikan: siapa pun yang menikahi wanita luar biasa seperti Dedes, kelak akan menjadi penguasa tunggal yang perkasa dan menaklukkan dunia. Terinspirasi oleh ramalan ini, Ken Arok bertekad untuk menyingkirkan Tunggul Ametung.
Untuk melancarkan niat jahatnya, Ken Arok mencari restu dari ayah angkatnya, Bango Samparan, yang tinggal di Karuman. Bango Samparan tidak hanya menyetujui rencana tersebut, tetapi juga memberikan nasihat strategis: Ken Arok harus memesan keris kepada seorang pandai besi terkenal di Lulumbang, yaitu Empu Gandring. Keris itu harus disiapkan dalam lima bulan.
Namun, kesabaran bukanlah sifat Ken Arok. Ia kembali ke Empu Gandring sebelum waktu yang ditentukan dan mendapati keris pesanannya belum rampung sempurna. Dalam kemurkaan yang tak terkendali, Ken Arok merebut keris itu dan seketika menikam Empu Gandring hingga tewas.
Dengan napas terakhirnya, Empu Gandring melontarkan sumpah berdarah: keris itu kelak akan membunuh Ken Arok dan tujuh keturunannya. Sumpah ini menjadi inti dari tragedi yang akan terus menghantui garis keturunan dinasti yang didirikan Ken Arok.
Jatuh Hati pada Perempuan Cahaya: Ken Dedes
Ken Dedes adalah sosok sentral dalam ambisi Ken Arok. Sebagai istri sah dari Tunggul Ametung, akuwu Tumapel, ia dikenal karena kecantikannya yang luar biasa. Namun, lebih dari sekadar rupa, Ken Dedes memiliki sebuah keistimewaan yang legendaris.
Pararaton mencatat bahwa saat ia turun dari pedati, auratnya memancarkan sinar api atau cahaya yang cemerlang. Fenomena mistis inilah yang tertangkap mata Ken Arok dan memicu obsesinya.
Seorang brahmana terkemuka, Lohgawe, yang baru tiba di Jawa dari Jambudwipa (India) dan diyakini sebagai guru spiritual Ken Arok, memberikan penjelasan tentang fenomena Ken Dedes ini. Lohgawe menyatakan bahwa wanita yang memancarkan cahaya dari tubuhnya adalah seorang ardhandrigwart, wanita terbaik yang ditakdirkan membawa keberuntungan besar.
Ia menegaskan bahwa siapa pun yang menjadikannya istri akan menjadi penakluk dunia (wereldveroveraar). Ramalan ini memperkuat keyakinan Ken Arok bahwa Ken Dedes adalah kunci menuju kekuasaan absolut.
Asal-usul Ken Arok sendiri diselimuti dengan aura keilahian yang menjadikannya istimewa. Pararaton menyebutkan bahwa ia adalah putra dari Bhatara Brahma dengan seorang wanita bumi dan pada saat yang sama merupakan inkarnasi Wisnu, serta putra Bhatara Guru.
Nagarakrtagama mempertegas bahwa ia adalah putra Girindra (Siwa), juga dikenal sebagai Ranggah Rajasa, yang setelah meninggal kembali ke alam Bhatara Girindra. Asal-usul ilahi ini berfungsi sebagai legitimasi atas tindakannya yang tidak biasa dan tak dapat dinilai dengan ukuran manusia biasa. Ini menjelaskan mengapa para pemuka agama, baik Syiwa maupun Buddha, kelak bersedia mendukungnya untuk menjadi raja.
Cinta Terlarang dan Pembunuhan Tunggul Ametung
Setelah mendapatkan restu dari Bango Samparan dan memegang keris sakti yang belum sempurna dari Empu Gandring, Ken Arok pun melancarkan rencananya untuk merebut Ken Dedes dan kekuasaan Tumapel. Tunggul Ametung, akuwu Tumapel, menjadi target pertamanya. Ken Arok berhasil membunuh Tunggul Ametung menggunakan keris yang sama yang telah merenggut nyawa Empu Gandring.
Untuk menghilangkan jejak dan mengalihkan kecurigaan, Ken Arok dengan cerdik menyebarkan desas-desus bahwa pembunuhan Tunggul Ametung dilakukan oleh Kebo Hijo. Kebo Hijo, seorang ksatria yang setia dan sangat dipercaya oleh Tunggul Ametung, sering memamerkan keris tersebut yang ia pinjam dari Ken Arok.
Dengan dalih membalas dendam atas kematian Tunggul Ametung, Ken Arok membuat Kebo Hijo dieksekusi menggunakan keris yang sama, sehingga skenario pembunuhan itu terlihat sempurna. Taktik kejam dan licik ini menunjukkan betapa Ken Arok tidak ragu mengorbankan siapa pun demi ambisinya.
Setelah kematian Tunggul Ametung, Ken Arok segera menikahi Ken Dedes. Pada saat pernikahan itu, Ken Dedes sudah mengandung beberapa bulan dari Tunggul Ametung, dan kemudian melahirkan seorang putra bernama Anusapati. Ken Dedes kemudian juga melahirkan empat anak lagi dari Ken Arok: Mahisa Wong Ateleng, Panji Saprang, Agnibhaya, dan Dewi Rimbu.
Dengan dukungan penuh dari para rohaniawan, baik pemuka agama Syiwa maupun Buddha, yang telah bermigrasi ke Tumapel karena marah terhadap kesombongan raja Daha, Ken Arok berhasil dinobatkan sebagai raja. Ia naik takhta sebagai penguasa Tumapel, yang kemudian dikenal sebagai Kerajaan Singhasari, dengan gelar Sri Rajasa dan Amurwabhumi.
Penobatan ini, yang terjadi pada tahun Saka 1144 (1222-1223 Masehi), secara resmi menandai kemerdekaan Tumapel dari kekuasaan Daha (Kediri). Konflik ini berujung pada perang, di mana raja Daha menderita kekalahan telak, mengukuhkan posisi Ken Arok sebagai penguasa baru.
Pendiri Dinasti dan Warisan Legenda
Kisah Ken Arok, yang terangkum dalam narasi Pararaton dan Nagarakrtagama, adalah pondasi penting dalam memahami sejarah Jawa. Dari seorang penjahat dengan asal-usul yang diselimuti mitos keilahian, Ken Arok bangkit untuk mendirikan sebuah dinasti yang kelak akan melahirkan Kerajaan Majapahit, salah satu kerajaan terbesar di Nusantara.
Pencapaiannya tidak hanya didorong oleh ambisi pribadi dan intrik politik, tetapi juga oleh keyakinan mendalam akan takdirnya sebagai penguasa. Keris sakti Empu Gandring, dengan sumpah berdarahnya, menjadi instrumen kekuasaan, sementara pernikahan dengan Ken Dedes, "perempuan cahaya" yang diramalkan akan melahirkan penguasa dunia, memberikan legitimasi spiritual dan silsilah bagi keturunannya.
Meskipun Pararaton mencatat kematiannya pada tahun Saka 1169 (1149 M) dan dikuburkan di Kagënëngan, serta dikabarkan dibunuh oleh putra tirinya, Anusapati, Nagarakrtagama memilih untuk tetap berhati-hati dalam narasinya tentang hal tersebut, hanya menyebut Anusapati sebagai "putra" Ken Arok.
Perbedaan detail ini menunjukkan sifat komplementer dari kedua sumber tersebut: Pararaton cenderung lebih fokus pada aspek naratif dan kadang-kadang legendaris, sementara Nagarakrtagama sebagai puisi pujian berupaya memuliakan citra raja dan dinasti. Namun, terlepas dari percampuran sejarah dan legenda, kisah Ken Arok tetap menjadi bukti kekayaan narasi dan keberadaan tokoh-tokoh karismatik yang membentuk peradaban Jawa kuno.
Kekuasaannya yang kokoh di Tumapel (Singhasari) dan penaklukannya atas Daha menjadi tonggak awal bagi kemajuan politik dan budaya yang akan terus berkembang di kemudian hari. Hingga kini, kisah Ken Arok terus memukau, mengajarkan bahwa di balik setiap takhta besar, seringkali terdapat cerita tentang ambisi yang membara, cinta terlarang, dan takdir yang tak terduga.***
Posting Komentar