Menguak Jejak Ronggeng: Penari Gemerlap Jawa dalam Sejarah Raffles
Raffles mengabadikan Ronggeng Jawa: penari profesional berbusana mewah, diiringi gamelan, ekspresi emosi. Jantung budaya Jawa.
![]() |
Grup Kesenian Ronggeng Jawa. (Wikimedia) |
BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Dalam setiap lembar "The History of Java," Sir Thomas Stamford Raffles tak hanya mencatat geografi atau politik, tetapi juga menyelami denyut nadi kebudayaan.
Salah satu permata yang disorotnya adalah Ronggeng, penari profesional wanita yang pada awal abad ke-19 menjadi bagian tak terpisahkan dari lanskap seni pertunjukan Jawa.
Catatan Raffles menawarkan jendela ke dunia mereka, mengungkap keunikan busana, filosofi gerak, hingga peran sosial yang mereka sandang (Raffles, 1830, Vol. I, p. 379).
Gemerlap Busana dan Harmoni Pengiring Ronggeng
Para Ronggeng digambarkan Raffles sebagai penari yang menawan, bukan hanya karena geraknya, tetapi juga karena penampilannya yang memukau.
Mereka mengenakan busana yang sangat megah dan mahal, dihiasi emas serta permata senilai seribu, bahkan kadang hingga dua ribu, dolar (Raffles, 1830, Vol. I, p. 379).
Kostum ini meliputi kemben yang menutupi bagian bawah tubuh dan sabuk, selendang longgar yang jatuh di atas bahu, semuanya bertabur ornamen emas dan permata (Raffles, 1830, Vol. I, p. 379).
Raffles dengan jelas menyebut bahwa Ronggeng selalu diiringi oleh Gamelan dan umumnya juga oleh paduan suara penyanyi, yang memberikan irama dan ukuran khas pada tarian mereka (Raffles, 1830, Vol. I, p. 379).
Ronggeng: Bahasa Jiwa dalam Gerak yang Tertata
Gaya menari Ronggeng sangat memikat, ditandai dengan keanggunan dan kemampuan ekspresi gerak tubuh yang luar biasa.
Mereka mengedepankan kelenturan persendian dan fleksibilitas anggota tubuh melalui gerakan lambat dan teratur, yang berurutan menampilkan berbagai sikap yang dimaksudkan untuk merepresentasikan emosi (Raffles, 1830, Vol. I, p. 379).
Raffles menyoroti bahwa tarian Jawa secara umum dapat dianggap sebagai "bahasa emosi," di mana setiap bagian tubuh aktif dan selaras dengan perasaan yang ingin dibangkitkan.
Misalnya, cinta dan kasih sayang diekspresikan dengan keanggunan tertinggi, sementara ketakutan, amarah, dan keputusasaan juga memiliki gerak tubuh spesifik yang "berbicara" tanpa kata.
Uniknya, tarian ini tidak melibatkan gerakan cepat atau pengerahan tenaga yang kuat; semua dilakukan dalam tempo lambat dan teratur, dengan transisi halus dan bergelombang antara satu emosi ke emosi lainnya (Raffles, 1830, Vol. I, p. 381).
Ragam Wajah Penari Jawa di Mata Raffles
Selain Ronggeng sebagai penari profesional, Raffles juga mencatat adanya jenis penari wanita lain. Ada penari muda yang memiliki hak istimewa untuk menari bersama Ronggeng profesional, kadang di istana atau rumah bangsawan.
Mereka umumnya berusia dua belas hingga enam belas tahun, berasal dari kalangan masyarakat paling rendah namun memiliki paras yang menawan.
Mereka dibeli sejak kecil oleh para bangsawan dan dididik dengan cermat untuk tujuan ini.
Tarian mereka lebih ceria, namun tetap dianggap serangkaian sikap anggun daripada gerakan aktif, dengan pakaian sederhana tanpa ornamen (Raffles, 1830, Vol. I, p. 379).
Raffles juga menyebut "tledèks," penari wanita dari kalangan rakyat jelata yang tampil sebagai hiburan di desa-desa atau rumah bangsawan yang mempekerjakan mereka.
Tarian tledèks lebih lincah, kadang melibatkan gerakan cepat dan intens, namun tetap diiringi gamelan dan paduan suara.
Seperti penari istimewa, mereka berpakaian polos tanpa ornamen (Raffles, 1830, Vol. I, p. 381-382).
Meskipun demikian, Raffles membedakan tarian tledèks Jawa dari tarian Bali yang lebih kental nuansa Hindunya, lebih hidup, dan seringkali diiringi kendang kecil (tamborin) serta gerakan yang kadang tidak beraturan (Raffles, 1830, Vol. I, p. 382).
Catatan Raffles mengenai Ronggeng dan penari Jawa lainnya dalam "The History of Java" memperkaya pemahaman kita tentang kompleksitas seni pertunjukan di Jawa pada masa itu.
Ia tak hanya merekam keberadaan mereka, tetapi juga mendalami detail busana, gerak, dan fungsi budaya mereka, menunjukkan betapa integralnya kesenian ini dalam kehidupan masyarakat Jawa.***
Posting Komentar