Sang Penakluk dari Tumapel: Kisah Awal Kemunculan Ken Arok

Table of Contents

Menguak misteri masa kecil Ken Arok, seorang penjahat yang merubah nasibnya dan menjadi tokoh kunci dalam sejarah nusantara.

Ilustrasi Ken Arok dan Ken Dedes by ChatGPT
Ilustrasi Ken Arok dan Ken Dedes. (Generate by ChatGPT)

BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Sejarah Jawa kuno dipenuhi dengan legenda dan tokoh-tokoh karismatik, namun sedikit yang kisahnya sefenomenal dan sekompleks Ken Arok. Dari seorang penjahat, ia bangkit menjadi pendiri dinasti Singhasari dan nenek moyang kerajaan Majapahit yang agung. 

Narasi kehidupannya yang penuh gejolak, ambisi, dan intrik tertuang dalam dua sumber utama yang tak ternilai harganya: Pararaton (Kitab Para Raja) dan Nagarakrtagama (Lofgedicht op Koning Hayam Wuruk van Majapahit). 

Meskipun keduanya memberikan gambaran yang kadang berbeda, namun secara kolektif, mereka membentuk fondasi pemahaman kita tentang kelahiran sebuah kerajaan yang mengubah lanskap Nusantara. 

Artikel ini akan menelusuri kisah awal kemunculan Ken Arok, menguak masa lalunya yang gelap dan takdirnya yang luar biasa, berdasarkan catatan-catatan kuno tersebut.

Tumapel di Bawah Kekuasaan Akuwu Tunggul Ametung

Sebelum panggung sejarah didominasi oleh nama Ken Arok, wilayah Tumapel merupakan bagian penting dari kerajaan Daha (Kadiri). Wilayah ini dikuasai oleh seorang penguasa lokal bergelar Akuwu, yaitu Tunggul Ametung. 

Tumapel, atau yang kemudian dikenal sebagai Singhasari, adalah sebuah daerah bawahan yang tunduk di bawah kekuasaan Daha.

Tunggul Ametung bukanlah sosok yang biasa. Ia dikenal sebagai Akuwu Tumapel, sebuah posisi yang memberinya otoritas di wilayah tersebut. Namun, kemasyhurannya tak hanya berasal dari kekuasaannya, melainkan juga dari pernikahannya dengan seorang wanita luar biasa bernama Ken Dedes. 

Ken Dedes digambarkan sebagai seorang putri yang memancarkan api suci, sebuah ciri yang melambangkan keistimewaan dan takdir ilahi. 

Bahkan, saat Ken Arok dan Ken Dedes bertemu, Ken Dedes sudah hamil beberapa bulan dengan anak Tunggul Ametung. Kehadiran Ken Dedes, dengan segala aura ilahinya, menjadi pusat perhatian dan pemicu bagi perubahan besar yang akan datang. 

Dalam Pararaton, Ken Dedes juga diidentifikasikan sebagai inkarnasi Dewi Sri, dewi kesuburan dan kemakmuran, yang semakin menguatkan signifikansi ilahinya. Wilayah Tumapel, dengan kepemimpinan Tunggul Ametung dan keberadaan Ken Dedes, menjadi titik fokus takdir, menanti kedatangan sosok yang akan mengubah segalanya.

Lahirnya Ken Arok, Sang Perampok yang Beruntung

Kisah kelahiran Ken Arok jauh dari gambaran seorang bangsawan pada umumnya; ia terlahir dari latar belakang yang legendaris sekaligus kelam. 

Menurut Pararaton, Ken Arok adalah seorang ayonija (tidak terlahir secara biasa), konon dikandung oleh Bhatara Brahma dari seorang wanita duniawi dan merupakan inkarnasi Wisnu. Ia juga disebut sebagai putra Bhatara Guru. 

Kontradiksi dalam asal-usulnya ini, seperti yang dicatat oleh Brandes, bertujuan untuk menekankan bahwa Ken Arok bukanlah manusia biasa dan tindakannya tidak boleh dinilai dengan standar manusiawi pada umumnya.

Masa muda Ken Arok digambarkan sebagai seorang "deugniet" atau bajingan sejati, yang tidak gentar melakukan kejahatan. 

Pararaton merinci keterlibatannya dalam pencurian, perampokan jalanan, pembunuhan, dan kejahatan lainnya, yang membuatnya diburu dan dimusuhi. Namun, secara ajaib, ia tidak pernah mengalami konsekuensi serius dari perbuatannya berkat perlindungan gaib yang dimilikinya. 

Bahkan, ketika Ken Arok menghadapi ancaman dari para guru dan roh di Kabalon, suara gaib memerintahkan agar ia tidak dibunuh, karena ia memiliki tugas penting di dunia. Keberuntungannya yang luar biasa ini tak terlepas dari takdir ilahinya untuk menjadi seorang raja dan mendirikan dinasti.

Ambisi Ken Arok tidak berhenti pada perampokan. Ia memiliki keinginan untuk menjadi raja. 

Keinginan ini semakin membara ketika ia bertemu dengan Ken Dedes, istri Tunggul Ametung. Ken Arok terpesona oleh kecantikan Ken Dedes dan konon melihat pancaran api suci dari rahimnya, yang ia tafsirkan sebagai tanda bahwa wanita tersebut ditakdirkan untuk menjadi ibu para raja. 

Keinginannya untuk memiliki Ken Dedes mendorongnya untuk merencanakan pembunuhan Tunggul Ametung. Peristiwa ini menjadi titik balik bagi Ken Arok. 

Setelah berhasil membunuh Tunggul Ametung, Ken Arok menikahi Ken Dedes. Dengan dukungan para pemuka agama, baik Siwa maupun Buddha, yang marah atas kesombongan raja Daha, ia dinobatkan sebagai raja Tumapel, atau yang kemudian dikenal sebagai kerajaan Singhasari. 

Tumapel mendeklarasikan kemerdekaannya dari Daha (Kadiri) pada tahun 1144 Åšaka (1222-1223 Masehi), setelah mengalahkan raja Daha dalam perang. 

Peristiwa ini menandai dimulainya kekuasaan Ken Arok sebagai pendiri dinasti, dengan nama raja Sri Rajasa dan Amurwa-bhumi. Sementara Pararaton memberikan detail yang kaya tentang kisah hidup Ken Arok, Nagarakrtagama lebih singkat, hanya menyebut Ranggah Rajasa sebagai pendiri dinasti yang merupakan putra Bhatara Guru.

Pertemuan dengan Empu Gandring

Dalam perjalanan hidupnya yang penuh intrik dan ambisi, Ken Arok terlibat dalam sebuah peristiwa yang tidak hanya mengubah nasibnya sendiri, tetapi juga meletakkan dasar bagi serangkaian tragedi yang akan menghantui keturunannya: pertemuan dengan Empu Gandring. 

Empu Gandring adalah seorang pandai besi dari Lulumbang yang terkenal akan keahliannya. Ken Arok memesan sebuah keris khusus darinya, sebuah senjata yang tidak hanya tajam tetapi juga diyakini memiliki kekuatan gaib yang luar biasa.

Namun, dalam transaksi ini, ketidaksabaran dan kekejaman Ken Arok mencapai puncaknya. Ia tidak menunggu Empu Gandring menyelesaikan keris sesuai dengan waktu yang dijanjikan. 

Dengan amarah yang membara, Ken Arok merebut keris yang belum sempurna itu dan langsung menggunakannya untuk membunuh Empu Gandring. 

Sebelum menghembuskan napas terakhir, Empu Gandring melontarkan sebuah kutukan yang mengerikan: keris itu akan menuntut tujuh keturunan Ken Arok sebagai korbannya. 

Kutukan ini menjadi benang merah tragis yang akan mengikat nasib para penerus dinasti yang didirikan Ken Arok, termasuk dirinya sendiri.

Peristiwa ini, yang diceritakan secara detail dalam Pararaton, menyoroti sisi gelap dari karakter Ken Arok, yang meskipun memiliki dukungan ilahi dan takdir agung, tetap bertindak dengan kebrutalan manusiawinya. 

Meskipun Nagarakrtagama tidak membahas peristiwa ini secara langsung, Pararaton menekankan pentingnya kutukan keris Empu Gandring sebagai penjelasan bagi serangkaian kematian tragis yang menimpa raja-raja selanjutnya dalam silsilah Ken Arok. Bahkan hingga pada periode kemudian, nama Empu Gandring, atau Mpu Lumbang, masih dikenang dalam tradisi Jawa.

Kisah Ken Arok adalah cerminan dari kompleksitas sejarah dan legenda yang berkelindan di Jawa kuno. Dari seorang bajingan yang kebal hukum, ia berhasil mengukir namanya dalam sejarah sebagai pendiri kerajaan Singhasari dan leluhur langsung para raja Majapahit. 

Melalui pembunuhan, ambisi, dan takdir ilahi, Ken Arok mengubah peta kekuasaan di Nusantara. Pararaton dan Nagarakrtagama—meskipun dengan sudut pandang dan tingkat detail yang berbeda—memberikan landasan kokoh bagi pemahaman kita tentang sosok revolusioner ini. 

Pararaton (Brandes, 1920) menyediakan narasi yang mendalam tentang asal-usul dan kehidupannya yang penuh warna, sementara Nagarakrtagama (Kern, 1919) mengkonfirmasi statusnya sebagai pendiri dinasti. Kisahnya tetap relevan, tidak hanya sebagai catatan historis, tetapi juga sebagai peringatan akan kekuatan ambisi dan takdir dalam membentuk peradaban.***

babad.id | Stori Loka Jawa
babad.id | Stori Loka Jawa babad.id | Stori Loka Jawa merupakan media online berbasis multimedia dengan konten utama seputar seni, budaya dan sejarah Jawa. Babad.id juga membuka ruang opini kepada penulis lepas.

Posting Komentar