Kabotan Nyunggi Jeneng: Memahami Fenomena Keberatan Nama dalam Budaya Jawa
BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Dalam budaya Jawa, nama bukan sekadar identitas. Ia adalah harapan, doa, dan energi yang dipercaya bisa memengaruhi nasib seseorang.
Namun, tahukah dulur bahwa ada fenomena unik yang disebut “Kabotan Nyunggi Jeneng”?
Secara harfiah, "Kabotan Nyunggi Jeneng" berarti 'keberatan membawa nama'.
Konon, seseorang yang menyandang nama yang terlalu besar atau muluk bisa mengalami berbagai kendala dalam hidup, seperti sering sakit-sakitan, mengalami kesialan, atau merasa hidupnya terasa berat.
Meskipun terdengar seperti mitos, fenomena ini sangat kental dengan makna dan harapan orang tua terhadap anaknya.
Lantas, bagaimana cara mengetahui apakah seseorang mengalami fenomena ini? Mari kita selami lebih dalam.
Tanda-tanda seseorang Kabotan Nyunggi Jeneng
- Sering sakit meskipun sudah diobati
- Sering mengalami kesialan berulang
- Pertumbuhan terasa lambat
- Sulit bersosialisasi
Nama-nama yang dianggap memberatkan
1. Nama yang terlalu panjang
Nama dianggaap panjang bila terdiri lebih dari 4 suku kata, misalnya Haura Ayu Putri Arum Mawangi. Meskipun demikian, nama anak sekarang cenderung panjang dan menggunakan kosa kata yang sulit.
Apakah poin ini masih berlaku?
2. Nama mengandung lebih dari satu tokoh penting
Nama tokoh penting di sini seperti nama pahlawan, raja, nabi, malaikat, tokoh yang memiliki pengaruh besar, Tuhan, dan lain sebagainya.
Menurut penulis, nama ini terlalu agung atau muluk. Kalau kata si mbah saya, jangan memakai nama beberapa tokoh yang berpengaruh sekaligus, misalnya Muhammad Yusuf Helmi Alfarabi.
Muhammad dan Yusuf sudah sangat jelas nama nabi, kemudian Helmi adalah salah satu nama tokoh besar di Indonesia, dan Alfarabi adalah nama tokoh penting dalam Islam.
Kalau si anak tidak bisa menjunjung nilai-nilai baik mereka, nanti akan terjadi hal-hal yang kurang baik, seperti sakit.
3. Nama kata sifat
Nama kata sifat yang dimaksud seperti Anak Lanang Ganteng Sakdonya, Aanggela Beauty Cantika Ayu Byutiful dan sebagainya.
4. Tidak cocok dengan aura si pemilik nama
5. Tidak cocok dengan wetonnya
6. Menggunakan nama keramat atau tabu
7. Tidak seimbang dengan aura si anak
Solusi Kabotan Nyunggi Jeneng
Namun bila sudah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, untuk menyiasatinya, orang tua Jawa akan melakukan tradisi ganti nama.
Biasanya dengan nyelameti dan membagikan bubur merah putih atau Jenang Sengkala. Tujuannya, supaya hidup si anak jadi lebih ringan.
Setelah itu mungkin saja ada beberapa hal yang terjadi, di antaranya:
- Nama akan diubah total
- Nama panjang tetap, tapi nama panggilan ganti
- Nama berubah sebagian
- Nama dipangkas beberapa kata menjadi lebih pendek
Menurut Dewi Sundari, Praktisi Spiritual Kejawen, dalam videonya yang berjudul “Benarkah Anak Sering Sakit Karna Keberatan Nama atau Kabotan Jeneng,” menyebutkan bahwa tidak jarang aktivitas pergantian nama itu dilakukan lebih dari satu kali, atau hingga orang tersebut benar-benar sembuh.
Fenomena Kabotan Nyunggi Jeneng dalam Perspektif Psiologis
Sigmun Freud dalam Teorinya membagi kepribadian manusia menjadi tiga: id atau naluri primitif, ego sebagai penyeimbang antara id dan realitas, dan superego atau internalisasi nilai moral.
Menurut Freud, superego berperan sebagai hati nurani yang menyimpan sistem kepercayaan dan nilai-nilai moral, misalnya pada kasus “Kabotan Nyunggi Jeneng.”
Ketika keyakinan tersebut tertanam dalam superego kemudian terusik, maka dapat memicu kecemasan.
Hal terebut kemudian bisa memicu efek plasebo negatif: dia mengalami gejala negatif karena keyakinan mereka.
POV Penulis Tentang Fenomena Kabotan Nyunggi Jeneng
Menurut penulis, fenomena kabotan nyunggi jeneng dalam budaya Jawa berkaitan dengan harapan dan doa.
Harapan dan doa tersebut adalah energi yang bisa memberikan power atau bahkan membebani si anak.
Si anak kuberi nama Eko Brawijaya Setya Airlangga, supaya luhur seperti Raja Brawijaya dan Raja Airlangga.
Mungkin saja, si anak keberatan jika harus memikul beban moral untuk menjadi anak seperti kedua raja tersebut, akibatnya ia jadi sering sakit-sakitan.
Daftar Pustaka
Sundari Dewi. 2020. Benarkah Anak Sering Sakit Karna Keberatan Nama atau Kabotan Jeneng. Youtube. https://youtu.be/TSbboM1xyRs?si=fjbgivk-9j9WUTQa
Uhlenbeck, E. M. (1969). Systematic features of Javanese personal names. Word, 25(1-3), 321-335.
Posting Komentar