Kekuatan Militer Majapahit: Strategi dan Armada Laut

Table of Contents

Analisis mendalam tentang kekuatan militer Majapahit yang sangat ditakuti di Nusantara, meliputi strategi darat dan armada laut.

Ilustrasi kekuatan militer Majapahit. (Generatif ChatGPT)
Ilustrasi kekuatan militer Majapahit. (Generatif ChatGPT)

BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Gemetar udara Balai Manguntur ketika Gajah Mada, sang Mahapatih, mengucap sumpahnya yang menggetarkan: Sira Gajah Mada patih amangkubhumi tan ayun amuktia palapa. Ia bersumpah tidak akan menikmati istirahat sebelum seluruh Nusantara takluk di bawah panji-panji Majapahit. Sumpah Palapa itu bukanlah angan-angan kosong. Di baliknya, berdiri sebuah kekuatan militer yang terorganisir, tangguh, dan inovatif—sebuah mesin perang yang memadukan kekuatan darat yang masif, strategi diplomasi yang cerdik, dan armada laut yang menguasai samudra.

Kekuatan Imperium Majapahit tidak hanya lahir dari kewibawaan rajanya, tetapi juga ditopang oleh struktur militer yang terperinci dan strategi perang yang adaptif. Dari pasukan infanteri yang jumlahnya ribuan hingga kapal-kapal perang yang menjelajahi kepulauan, militer Majapahit menjadi tulang punggung ekspansi yang menjadikan nama kerajaan ini abadi dalam sejarah Nusantara.

Struktur Pasukan Darat dan Kavaleri Majapahit

Fondasi kekuatan darat Majapahit dibangun di atas struktur komando yang jelas dan pasukan yang sangat besar. Babad Majapahit mencatat bahwa sejak awal berdirinya, Prabu Brawijaya telah menunjuk para panglima perang (senapati perang) seperti Ki Panular, dibantu oleh para penggawa tinggi seperti Patih Gajah Permada, Tumenggung Pecatanda, dan Ki Bandar Tambi. Di bawah mereka, terdapat tidak kurang dari tiga ribu mantri (perwira atau pejabat) yang semuanya mahir dalam seni berperang.

Kekuatan ini terbukti efektif dalam menaklukkan wilayah-wilayah di Jawa, termasuk Pajajaran. Dalam sebuah ekspedisi militer melawan Raja Siyungwanara dari Pajajaran, Babad Majapahit menyebutkan pasukan yang dipimpin oleh Arya Bangah mencapai tiga laksa atau 30.000 prajurit. Jumlah ini, meskipun mungkin dilebih-lebihkan sebagaimana ciri khas sastra babad, menunjukkan skala mobilisasi pasukan yang luar biasa besar pada masanya.

Pasukan Majapahit tidak hanya mengandalkan infanteri. Kitab Nagarakretagama menyebutkan keberadaan pasukan elite Bhayangkari yang bertempur di atas gajah dan kuda, menunjukkan adanya unit kavaleri yang kuat dan pasukan khusus. Penggunaan gajah dalam pertempuran, seperti yang digambarkan dalam relief Candi Penampihan, memberikan keunggulan psikologis dan daya dobrak yang masif di medan perang.

Selain kekuatan ofensif, Majapahit juga menunjukkan kecanggihan dalam strategi pertahanan. Penelitian arkeologi di Lumajang mengungkap keberadaan Benteng Biting, sebuah benteng lokal yang dibangun dari bata kuno berukuran besar dengan ketebalan dinding mencapai 1,60 meter dan tinggi 2 meter. Benteng ini dilengkapi dengan menara-menara pengintai (pengungakan) dan secara strategis dikelilingi oleh tiga sungai alami serta satu sungai buatan, menunjukkan pemahaman mendalam tentang pemanfaatan geografi untuk pertahanan. Kekuatan militer darat Majapahit juga dipercaya ditopang oleh kekuatan supranatural. Babad Majapahit mengisahkan bagaimana pasukan Majapahit dalam penyerangan ke Pajajaran dibantu oleh pasukan jin dan lelembut dari Gunung Kumbang yang membuat musuh kewalahan.

Kekuatan Armada Laut di Bawah Mpu Nala

Ambisi Sumpah Palapa untuk menyatukan Nusantara tidak mungkin terwujud tanpa penguasaan lautan. Sebagai negara kepulauan, Majapahit menyadari sepenuhnya bahwa laut adalah urat nadi perdagangan sekaligus kunci ekspansi militer. Kitab Nagarakretagama mengonfirmasi supremasi ini dengan mencatat daftar panjang wilayah taklukan yang tersebar dari Sumatra hingga Maluku, yang hanya bisa dijangkau dan dikendalikan melalui kekuatan laut yang dominan.

Struktur komando angkatan laut Majapahit berada di bawah para jaladhimantri atau laksamana laut, yang bertugas menjaga kedaulatan dan menindak setiap upaya pembangkangan dari negara-negara bawahan. Salah satu nama yang paling legendaris dan sering dikaitkan dengan jabatan laksamana laut Majapahit, meskipun tidak disebutkan secara eksplisit dalam sumber-sumber terlampir, adalah Mpu Nala. Informasi dari luar sumber yang diberikan, seperti kitab Pararaton, menyebutnya sebagai panglima angkatan laut yang berperan besar dalam menaklukkan Samudra Pasai dan Dompo.

Kekuatan armada ini tidak hanya terdiri dari kapal-kapal perang. Sistem logistik dan transportasi air Majapahit sangat maju. Prasasti Canggu (1358 M) menyebutkan adanya desa-desa penyeberangan di sepanjang Sungai Brantas yang berfungsi sebagai pelabuhan sungai. Jaringan ini, ditambah dengan kanal-kanal buatan, menghubungkan ibu kota di pedalaman Trowulan dengan pelabuhan-pelabuhan besar di pesisir utara seperti Surabaya dan Gresik, memungkinkan pergerakan pasukan dan logistik secara efisien.

Penggambaran perahu dan kapal dalam relief-relief candi seperti di Candi Panataran dan Borobudur menunjukkan kemajuan teknologi perkapalan pada masa itu. Para arkeolog pun mengamini bahwa Majapahit memiliki armada angkatan perang yang kuat untuk memperluas wilayahnya, sebuah faktor yang sangat krusial dalam membangun dan mempertahankan imperium maritimnya (Andrisijanti, 2014).

Peran Inovasi Senjata dalam Penaklukan

Kekuatan militer Majapahit juga ditopang oleh keunggulan teknologi dan inovasi persenjataan, terutama keris. Keris bukan sekadar senjata, melainkan pusaka yang diyakini memiliki kekuatan magis dan menjadi simbol legitimasi kekuasaan. Babad Majapahit mengisahkan kehebatan para empu (ahli pembuat keris) yang memiliki kesaktian tinggi, seperti Empu Supa dan putranya, Supamuda.

Empu Supamuda, melalui laku tapa yang berat, bahkan disebut mampu menciptakan keris di dalam air, sebuah mahakarya yang dikenal sebagai keris Segara Wedang. Inovasi metalurgi yang dipadukan dengan kekuatan spiritual ini menghasilkan senjata-senjata pusaka legendaris seperti keris Nagasasra dan Sangkelat, yang dibuat khusus untuk para raja dan menjadi pusaka turun-temurun bagi penguasa di tanah Jawa.

Kekuatan gaib yang terkandung dalam pusaka ini diyakini dapat menentukan jalannya pertempuran dan nasib sebuah kerajaan. Babad Majapahit menceritakan duel magis antara keris Sangkelat milik Ki Supa dengan pusaka keraton bernama Condongcampur. Pertarungan kedua pusaka ini menyebabkan wabah penyakit di seluruh negeri, yang baru reda setelah Sangkelat berhasil mengalahkan Condongcampur yang diyakini mengandung roh jahat. Selain keris, pasukan Majapahit juga dilengkapi dengan berbagai senjata lain seperti tombak, lembing, serta panah dan busur, yang esensial dalam pertempuran skala besar.

Pada akhirnya, kekuatan militer Majapahit merupakan perpaduan harmonis antara kuantitas dan kualitas. Jumlah pasukan yang besar didukung oleh strategi yang matang, baik dalam pertempuran terbuka, diplomasi, maupun pertahanan. Dominasi di darat dilengkapi dengan supremasi di lautan. Semua itu disempurnakan oleh senjata-senjata pusaka yang tidak hanya mematikan secara fisik, tetapi juga menggetarkan jiwa lawan. Kombinasi inilah yang memungkinkan Gajah Mada mewujudkan sumpahnya dan mengukir nama Majapahit sebagai imperium terbesar dalam sejarah Nusantara.

Referensi

Andrisijanti, I. (Ed.). (2014). Majapahit: Batas Kota dan Jejak Kejayaan di Luar Kota. Kepel Press.

Brandes, J. L. A. (1920). Pararaton (Ken Arok) of het Boek der Koningen van Tumapël en van Majapahit (2nd ed., N. J. Krom, Ed.). Martinus Nijhoff.

Kern, H. (Trans. & Ed.). (1919). Het Oud-Javaansche Lofdicht Nāgarakṛtāgama van Prapañca (1365 A.D.) (dengan catatan oleh N. J. Krom). Martinus Nijhoff.

Sastradiwirya, Ki. (Trans.). (1988). Babad Majapahit dan Para Wali Jilid 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

babad.id | Stori Loka Jawa
babad.id | Stori Loka Jawa babad.id | Stori Loka Jawa merupakan media online berbasis multimedia dengan konten utama seputar seni, budaya dan sejarah Jawa. Babad.id juga membuka ruang opini kepada penulis lepas.

Posting Komentar