Ratu Perkasa Majapahit: Kisah Tribhuwana Tunggadewi Naik Takhta

Table of Contents

Mengisahkan bagaimana Tribhuwana Tunggadewi, putri Raden Wijaya, berhasil menjadi ratu dan memimpin Majapahit menuju stabilitas pasca-Jayanagara.

Ilustrasi Tribhuwana Tunggadewi Naik Takhta Majapahit.
Ilustrasi Tribhuwana Tunggadewi Naik Takhta Majapahit. (Generatif ChatGPT)

BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Langit Majapahit kelam pada tahun 1250 Saka atau 1328 Masehi. Kabar kematian Raja Jayanagara, penguasa kedua Majapahit, menyebar laksana api di tengah padang ilalang. Sang raja tewas bukan di medan perang, melainkan di atas pembaringannya, ditikam oleh tabib istananya sendiri, Tanca. Takhta kosong, dan intrik istana membayangi kelangsungan kerajaan yang didirikan oleh Raden Wijaya itu. Jayanagara tidak meninggalkan putra mahkota, sebuah kekosongan yang berpotensi memicu perang saudara di antara para bangsawan yang haus kuasa.

Di tengah pusaran ketidakpastian itu, muncullah sesosok figur yang kelak akan mengubah arah sejarah Majapahit. Ia adalah seorang perempuan, putri dari pendiri kerajaan, yang dikenal dengan gelar Bhre Kahuripan. Kenaikannya ke tampuk kekuasaan bukan hanya menyelamatkan Majapahit dari perpecahan, tetapi juga membuka jalan bagi era keemasan di bawah putranya, Hayam Wuruk.

Isu Kudeta dan Pengangkatan Raja Baru

Kematian Jayanagara meninggalkan luka politik yang dalam. Pemerintahannya memang dikenal penuh gejolak, ditandai dengan serangkaian pemberontakan dari para pengikut setia ayahnya. Namun, pembunuhannya di tangan Tanca menciptakan krisis suksesi yang sesungguhnya. Kitab Pararaton mencatat bahwa Jayanagara sengaja menghalangi kedua saudara tirinya—keduanya putri Raden Wijaya dari permaisuri Gayatri Rajapatni—untuk menikah, kemungkinan karena khawatir akan munculnya pesaing takhta dari suami-suami mereka (Brandes, 1920).

Dengan wafatnya Jayanagara, takhta secara teknis kosong tanpa pewaris laki-laki yang sah. Dalam situasi genting inilah para elite Majapahit mengambil langkah tegas. Pararaton mencatat bahwa pada tahun yang sama dengan kematian Jayanagara, yaitu 1250 Saka (1328 M), Bhreng Kahuripan diangkat menjadi penguasa (prabhu). Ia adalah putri dari Raden Wijaya (Kertarajasa Jayawardhana) dan permaisurinya, Gayatri Rajapatni, sekaligus kakak dari Jayanagara. Pengangkatannya merupakan langkah strategis untuk menjaga stabilitas dan legitimasi trah Rajasa.

Dari Bhre Kahuripan Menjadi Ratu Majapahit

Meskipun Pararaton menyebut pengangkatannya terjadi pada tahun 1250 Saka, naskah Nagarakrtagama yang ditulis pada masa pemerintahan putranya memberikan detail yang sedikit berbeda. Menurut Mpu Prapanca, penulis Nagarakrtagama, Bhre Kahuripan secara resmi naik takhta (gumanti rajnī) di Majapahit pada tahun 1251 Saka (1329 M) (Kern & Krom, 1919).

Setelah dinobatkan, ia menyandang gelar kebesaran Śrī Tribhūwanottuṅgadewī Jayawiṣṇuwarddhanī. Perannya sangat krusial, karena ia memerintah bukan untuk dirinya sendiri, melainkan sebagai wali atau regent (gumanti) bagi putranya yang masih muda, Hayam Wuruk (Kern & Krom, 1919). Di balik kekuasaannya, terdapat pula pengaruh kuat dari ibunya, Gayatri Rajapatni, yang telah menjadi seorang biksuni Buddha (bhikṣuṇī) namun tetap dihormati sebagai sesepuh agung istana. Beberapa penafsir sejarah menyebutkan bahwa Rajapatni-lah yang memegang otoritas tertinggi, namun mendelegasikannya kepada Tribhuwana untuk menjalankan roda pemerintahan sehari-hari (Krom, 1919).

Stabilisasi Politik dan Kekuatan Militer

Pemerintahan Tribhuwana bukanlah sekadar masa transisi yang pasif. Justru di bawah kepemimpinannya, Majapahit mulai menata kembali kekuatan politik dan militernya. Salah satu pencapaian terbesarnya adalah penumpasan pemberontakan di Sadeng dan Keta pada tahun 1253 Saka (1331 M). Dalam operasi militer ini, Ratu Tribhuwana menunjukkan ketegasannya sebagai penguasa tertinggi.

Keberhasilan ini tidak lepas dari peran seorang tokoh yang namanya kelak melegenda: Gajah Mada. Kitab Nagarakrtagama mencatat bahwa Ratu Tribhuwana mempercayakan beban untuk melindungi dunia (bwatnya sumrah) kepada Patih Gajah Mada (Kern & Krom, 1919). Pararaton menambahkan detail penting bahwa setelah kemenangan di Sadeng, Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih Amangkubhumi dan pada saat itulah ia mengucapkan Sumpah Palapa yang monumental, sebuah ikrar untuk menyatukan Nusantara di bawah panji Majapahit (Brandes, 1920).

Stabilitas yang berhasil diciptakan oleh Tribhuwana memungkinkan kerajaan untuk kembali fokus pada pembangunan. Bukti arkeologis menunjukkan bahwa pada masa pemerintahannya, beberapa proyek bangunan suci penting didirikan, yang menandakan kemakmuran dan ketenteraman negara. Di antaranya adalah:

• Candi Gambar Wetan di Blitar, yang memiliki angka tahun 1260 Saka (1338 M) pada salah satu arca dwarapala-nya (Tjahjono, 2014).

• Candi Sanggar di lereng Gunung Bromo, yang prasasti pertamanya menunjukkan pembangunan pada tahun 1267 Saka (1345 M) (Istari, 2014).

Selama 22 tahun, Tribhuwana Tunggadewi memegang kendali Majapahit dengan tangan yang kokoh. Ia baru turun takhta pada tahun 1272 Saka (1350 M), bertepatan dengan wafatnya sang ibu, Gayatri Rajapatni, untuk memberikan jalan bagi putranya, Hayam Wuruk, naik takhta dan memimpin Majapahit ke puncak zaman keemasannya (Kern & Krom, 1919). Kisah Tribhuwana adalah bukti bahwa di tengah dunia politik yang didominasi laki-laki, seorang ratu mampu menjadi jangkar stabilitas dan arsitek kebangkitan sebuah imperium.

Daftar Pustaka

• Brandes, J. L. A. (1920). Pararaton (Ken Arok) of het Boek der Koningen van Tumapël en van Majapahit (N. J. Krom, Ed.; 2nd ed.). Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Deel LXII. Martinus Nijhoff.

• Istari, T. M. R. (2014). Candi di Lereng Bromo. Dalam I. Andrisijanti (Ed.), Majapahit: Batas Kota dan Jejak Kejayaan di Luar Kota (hlm. 127-144). Kepel Press.

• Kern, H., & Krom, N. J. (1919). Het Oud-Javaansche Lofdicht Nāgarakṛtāgama van Prapañca (1365 A.D.). Martinus Nijhoff.

• Masyhudi. (2014). Komunitas Muslim di Tengah Kota Majapahit. Dalam I. Andrisijanti (Ed.), Majapahit: Batas Kota dan Jejak Kejayaan di Luar Kota (hlm. 193-217). Kepel Press.

• Tjahjono, B. D. (2014). Bukti Kejayaan Majapahit di Blitar. Dalam I. Andrisijanti (Ed.), Majapahit: Batas Kota dan Jejak Kejayaan di Luar Kota (hlm. 101-125). Kepel Press.

babad.id | Stori Loka Jawa
babad.id | Stori Loka Jawa babad.id | Stori Loka Jawa merupakan media online berbasis multimedia dengan konten utama seputar seni, budaya dan sejarah Jawa. Babad.id juga membuka ruang opini kepada penulis lepas.

Posting Komentar