Aji Lembu Sekilan vs. Keris Setan Kober: Upaya Pembunuhan Sultan Hadiwijaya di Pajang

Daftar Isi

Kisah utusan Arya Penangsang mencoba membunuh Sultan Hadiwijaya di Pajang. Kekuatan Aji Lembu Sekilan melindungi Jaka Tingkir. Keris Setan Kober gagal menikam.

Ilustrasi upaya pembunuhan Sultan Hadiwijaya di Pajang. (Generatif Gemini)
Ilustrasi upaya pembunuhan Sultan Hadiwijaya di Pajang. (Generatif Gemini)

BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Perebutan takhta Kasultanan Demak yang runtuh telah menyisakan dua faksi utama yang saling mendendam: Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) dari Pajang dan Arya Penangsang dari Jipang Panolan. Setelah membunuh Sunan Prawata dan Pangeran Hadiri (suami Ratu Kalinyamat), ambisi Arya Penangsang untuk menjadi penguasa Jawa terhambat satu nama: Jaka Tingkir.

Bagi Arya Penangsang, Sultan Pajang harus dimusnahkan karena dianggap sebagai penghalang terakhir menuju kekuasaan. Namun, Jaka Tingkir dikenal memiliki kesaktian yang luar biasa, terutama Aji Lembu Sekilan, yang konon membuatnya kebal terhadap segala senjata tajam.

Maka, pertempuran ini tidak lagi terjadi di medan laga terbuka, melainkan beralih ke ranah intrik mistik dan tipu daya di dalam kamar tidur raja. Konflik ini mempertaruhkan keris paling haus darah di Jawa, Keris Kyai Brongot Setan Kober, melawan kekebalan legendaris Sultan Pajang.

Senjata Pamungkas Sang Adipati Jipang

Arya Penangsang bertindak cepat. Ia memanggil empat penjaga setianya dari Pati: Soreng Karta, Soreng Pati, Soreng Satru, dan Soreng Jaya. Keempatnya diperintahkan untuk pergi ke Pajang dan membunuh Sultan Hadiwijaya.

Para utusan awalnya merasa takut karena mendengar kabar tentang kesaktian Sultan Pajang, yang konon kebal terhadap semua senjata tajam. Untuk mengatasi rasa takut ini dan memastikan keberhasilan misi, Arya Penangsang membekali mereka dengan keris pusaka miliknya: Keris Brongot Setan Kober.

Keris ini memiliki sejarah yang sangat kelam, dikenal karena "haus darah" dan telah menghabisi tujuh nyawa, termasuk Pangeran Sekar Seda Lepen (ayah Arya Penangsang), Sunan Prawata, dan Pangeran Hadiri. Dengan berbekal senjata yang dikutuk ini, keempat prajurit Jipang setuju, menyamar seperti prajurit Pajang, dan memasuki kota praja di tengah malam.

Gagalnya Tikaman di Kamar Keraton

Di Pajang, Sultan Hadiwijaya, meskipun memiliki Aji Lembu Sekilan yang kuat, tidak sepenuhnya lengah. Ia sempat berpesan kepada Ki Ageng Pemanahan, Sutawijaya, dan Pangeran Benawa agar berhati-hati.

Keempat utusan Jipang itu berhasil menyelinap ke dalam kamar peraduan Sultan setelah menggunakan tenaga sirep (ilmu peniduran massal) yang mereka gabungkan. Mereka mendapati Sultan tertidur pulas (tertidur pulas) di sebelah permaisurinya, hanya berselimutkan kain dodot.

Dengan cepat, mereka berempat bersama-sama menancapkan keris mereka ke perut Sultan. Namun, yang terjadi sungguh di luar dugaan.

“...walau ditusuk berkali-kali sultan tetap tenang dan tidak bergeming. Sultan tidak mempan senjata, beliau tetap tidur dengan enaknya.”

Bahkan, senjata tajam mereka tidak hanya gagal melukai Sultan, tetapi justru menjadi bengkok dan patah. Mereka berpikir, jika selimut dodot saja tidak sobek sedikit pun, apalagi orang yang memilikinya. Kekebalan Jaka Tingkir, yang dilindungi oleh Aji Lembu Sekilan, telah terbukti.

Setan Kober Tertancap dan Sultan Berbelas Kasih

Dalam keputusasaan, mereka sepakat menggunakan senjata terakhir dan terkuat, Keris Setan Kober. Mereka memegang keris itu berempat dan menikamkannya ke dada Sultan.

Pada saat kritis itu, tubuh Sultan tiba-tiba menggeliat (menggeliat), selimutnya tersibak dan menyambar keempat utusan tersebut. Mereka terlempar ke lantai tanpa daya, dan Keris Setan Kober terlepas dari tangan mereka, tertancap di lantai.

Sultan Hadiwijaya terbangun, tetapi alih-alih menghukum mati para penyusup itu, ia justru menunjukkan kemurahan hati. Keempat utusan Jipang itu pasrah akan hidup dan mati, namun Sultan memberi mereka ampunan.

"Hai, orang Jipang," kata Sultan. "Sekarang kamu semua pulang ke Jipang, sampaikan pada gustimu, kejadian yang terjadi di sini."

Mereka diberi hadiah pakaian dan uang untuk perjalanan pulang. Tindakan ini merupakan pukulan psikologis telak bagi Arya Penangsang: tidak hanya rencana pembunuhannya gagal, tetapi utusannya kembali dalam keadaan utuh, diiringi bukti kemurahan hati Sultan Pajang.

Namun, Jaka Tingkir tidak mengizinkan mereka membawa pulang pusaka itu. Keris Setan Kober ditinggalkan dan ditahan oleh Sultan Pajang. Pengembalian keris itu kelak akan terjadi dalam konteks yang jauh lebih dramatis, menjadi pemicu perang terbuka yang tak terhindarkan.

Daftar Pustaka

1. Akasah, H. (Arya Penangsang: Perebutan Tahta Kesultanan Demak). (n.d.).

2. Graaf, H. J. de, & Pigeaud, Th. G. Th. (1985). Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram. Grafiti Pers.

3. Kasri, M. K., & Semedi, P. (2008). Sejarah Demak: Matahari Terbit di Glagahwangi.

4. Moelyono Sastronaryatmo. (2011). Babad Jaka Tingkir (Babad Pajang). Perpustakaan Nasional.

5. Muljana, S. (2005). Menuju Puncak Kemegahan (Sejarah Kerajaan Majapahit). LKiS.

6. Serat Babad Demak (Alih Aksara). (2023). Krisna Arimurti, Siti Amanah, Tio Cahya Sadewa.

7. Tim Penyusun. (2001). Legenda Ki Ageng Banyubiru dan Joko Tingkir: Ds. Jatingarang. Sub Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Sukoharjo.

babad.id | Stori Loka Jawa
babad.id | Stori Loka Jawa babad.id | Stori Loka Jawa merupakan media online berbasis multimedia dengan konten utama seputar seni, budaya dan sejarah Jawa. Babad.id juga membuka ruang opini kepada penulis lepas.