Kayu Jati dalam Arsitektur Jawa: Kualitas dan Kepercayaan Mistis

Daftar Isi

Kayu jati adalah bahan terbaik untuk rumah Jawa, tetapi pemilihannya dipengaruhi kepercayaan mistis (baik/buruk) demi keselamatan penghuni. Mengenal Jati Uger-uger dan Trajumas.

BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Dalam pembangunan rumah tradisional di Jawa Tengah, pilihan material merupakan keputusan yang jauh melampaui pertimbangan teknis semata. Proses ini, mulai dari pemilihan jenis kayu, penebangan, pengerjaan, hingga pendirian bangunan, harus melalui tahap dan persyaratan tertentu. Hal ini didasari oleh anggapan tradisional Jawa bahwa antara rumah, tanah, dan manusia penghuninya merupakan suatu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan.

Dari berbagai jenis kayu yang tersedia—seperti kayu Kalimantan, Nangka, Sengon, Mindi, hingga pohon kelapa—kayu jati (Tectona grandis) secara universal diakui sebagai bahan dengan kualitas paling tinggi. Keunggulan kayu jati ini menjadikannya primadona dalam konstruksi rumah-rumah bangsawan dan kalangan elite birokrasi, sebagaimana terlihat pada struktur megah Joglo dan Limasan.

Namun, bagi masyarakat yang berasal dari golongan ekonomi rendah, kayu jati mungkin tidak terjangkau. Mereka seringkali puas jika rumah mereka hanya menggunakan kayu jati sebagai saka guru (tiang utama), sementara bagian lain diganti dengan kayu jenis lain, seperti kayu nangka yang uratnya halus tetapi memiliki sifat getas (mudah patah), atau kayu kelapa (glugu) yang umumnya digunakan untuk kerangka atap.

Memilih Berkah dan Menolak Bala: Hierarki Mistis Kayu Jati

Nilai mistis dan kepercayaan spiritual memegang peranan krusial dalam proses pemilihan kayu jati. Kayu yang akan dijadikan bahan bangunan harus memiliki watak yang "baik" untuk menjamin keselamatan dan kemakmuran penghuninya. Jika kayu yang digunakan memiliki watak buruk, dipercaya dapat mendatangkan bala atau bahaya bagi keluarga tersebut.

Kayu Jati dengan Watak Baik (Keberuntungan)

Beberapa jenis kayu jati yang dipercaya membawa rejeki dan keselamatan bagi penghuninya antara lain:

1. Uger-uger: Kayu jati satu batang yang bercabang dua. Jika digunakan sebagai bahan bangunan, kayu ini dipercaya akan menyebabkan penghuni rumah hidup rukun dan damai. Penggunaan yang tepat adalah sebagai uger-uger (tiang utama/penyangga) pintu rumah, cepuri, atau pagar pekarangan.

2. Trajumas: Kayu jati yang memiliki tiga cabang dari satu pohon. Kayu jenis ini dipercaya akan membuat penghuninya banyak rejeki. Pemakaiannya yang ideal adalah untuk kerangka rumah di bagian atas, seperti blandar, pengeret, molo, dan usuk.

3. Tunjung: Kayu jati yang ketika masih hidup pernah ditempati sarang burung besar (misalnya bangau atau elang) atau didiami binatang hutan besar (seperti harimau atau gajah). Penghuni yang menggunakan kayu jenis ini akan mudah naik pangkat dan dijauhkan dari perbuatan jahat. Penggunaan yang paling tepat adalah untuk kandang kuda atau binatang ternak lainnya.

4. Gedug: Kayu jati yang memiliki gandik (benjolan) saat masih hidup. Penghuni yang menggunakan kayu ini dipercaya akan memiliki banyak binatang ternak dan kuat menyimpan harta benda yang berharga, sehingga tepat digunakan untuk membuat rumah gedung sebagai tempat penyimpanan harta.

Kayu Jati dengan Watak Buruk (Pantangan)

Sebaliknya, terdapat jenis-jenis kayu jati yang sangat dihindari karena dipercaya membawa musibah dan sifat buruk:

1. Sujen Terus: Kayu jati yang batangnya berlubang tembus. Dipercaya bahwa penghuninya akan celaka oleh senjata tajam.

2. Gosong: Kayu jati yang mati karena terbakar. Rumah yang dibangun dari bahan ini akan sering mendapat musibah bahaya kebakaran.

3. Mutah Ati: Kayu jati yang terbelah saat muda sehingga bagian dalamnya menyembul keluar setelah tua. Penghuninya akan selalu mempunyai niat yang kurang baik dan rahasianya selalu terbuka.

4. Buntel Mayit: Kayu jati yang memiliki bagian rapuh atau mati di dalamnya. Penghuni rumah akan selalu melakukan tugas dengan penyakit dalam.

Kearifan Lokal dalam Pengolahan Kayu Tahun

Meskipun kayu jati adalah pilihan utama, masyarakat tradisional Jawa Tengah juga memanfaatkan kayu tahun—yaitu kayu yang umumnya berasal dari pohon buah-buahan seperti mangga, jeruk, atau nangka. Kayu tahun yang terlalu tua memiliki kelemahan karena bagian tengah batangnya dapat menjadi rapuh.

Untuk mengatasi kelemahan tersebut dan meningkatkan daya tahan kayu, masyarakat desa (orang kebanyakan) memiliki cara pengolahan yang merupakan bagian dari kearifan lokal. Cara mengolah kayu tahun adalah sebagai berikut:

1. Kayu tahun, baik yang masih hidup atau sudah mati, ditebang dan dipotong-potong sesuai keperluan.

2. Potongan balok tidak perlu diperhalus (dibiarkan kasar), lalu direndam atau dibenamkan ke dalam air atau lumpur selama kurang lebih tiga bulan.

3. Setelah diangkat, kayu dikeringkan, diperhalus, dan dibentuk sesuai keperluan.

Secara turun-temurun, orang desa mengetahui bahwa kayu yang direndam menjadi lebih kuat dan awet, serta yang terpenting, tidak mudah diserang hama kayu seperti trusuk (bubuk). Walaupun pada awalnya mereka tidak tahu alasan ilmiahnya, kenyataan membuktikan bahwa tradisi perendaman ini berhasil meningkatkan kualitas material lokal, mencerminkan adanya sistem pengetahuan dan tata cara tradisional yang efektif.

Daftar Pustaka

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1985). Arsitektur tradisional daerah Jawa Tengah (Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jawa Tengah Tahun Anggaran 1981/1982, Cetak Ulang 1985-1986). Proyek IDKD Jawa Tengah.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1985b). Isi dan kelengkapan rumah tangga tradisional menurut tujuan, fungsi dan kegunaannya daerah Jawa Tengah (Hasil Penelitian Tahun 1982/1983). Proyek IDKD Jawa Tengah.

Ismunandar K., R. (1990). Joglo: Arsitektur rumah tradisional Jawa. Dahara Prize. (Dikutip dalam konteks arsitektur Joglo).

babad.id | Stori Loka Jawa
babad.id | Stori Loka Jawa babad.id | Stori Loka Jawa merupakan media online berbasis multimedia dengan konten utama seputar seni, budaya dan sejarah Jawa. Babad.id juga membuka ruang opini kepada penulis lepas.