Menjaga Janin ala Jawa Kuno: Panduan Lengkap Pantangan dan Anjuran dari Serat Tata Cara

Daftar Isi

Lebih dari sekadar mitos, tradisi Jawa kuno memiliki daftar pantangan dan anjuran ketat bagi ibu hamil. Temukan kearifan dalam Serat Tata Cara untuk menjaga keselamatan ibu dan janin dari bahaya fisik maupun gaib.

Dalam ketenangan tradisi, seorang ibu memeluk janinnya, menjaga harapan dengan panduan leluhur. Pantangan dan anjuran Serat Tata Cara menjadi penuntun. (generatif Gemini)

BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Setelah kabar kehamilan Raden Nganten terkonfirmasi, Nyai Ajeng tidak membuang waktu. Kearifan yang terakumulasi dari generasi ke generasi—sebuah pengetahuan yang terancam punah hingga didokumentasikan dalam proyek penelitian pemerintah pada 1970-an—segera diturunkan. Baginya, kehamilan adalah masa sakral di mana janin tak hanya rentan secara fisik, tetapi juga menjadi target kekuatan tak kasat mata.

Dari naskah Serat Tata Cara yang ditulis oleh Ki Padmasusastra pada 1893, kita mendapatkan cetak biru yang utuh tentang bagaimana masyarakat Jawa menjaga anugerah kehidupan. Ini bukanlah sekadar kumpulan gugon tuhon (takhayul), melainkan sebuah sistem perlindungan holistik yang mencakup pola makan, perilaku sehari-hari, hingga ritual spiritual untuk memastikan ibu dan bayi selamat hingga hari kelahiran tiba.

Daftar Larangan: Menangkal Bahaya Gaib dan Fisik

Bagi masyarakat Jawa, setiap tindakan dan makanan yang dikonsumsi ibu hamil memiliki dampak langsung pada janin. Serat Tata Cara merinci serangkaian "sirikan" atau pantangan yang harus dihindari dengan ketat, baik untuk alasan logis maupun spiritual.

Larangan Makanan dan Minuman:

• Daging Hewan "Sungsang": Ibu hamil dilarang keras mengonsumsi daging dari hewan yang lahir dengan posisi kaki terlebih dahulu. Kepercayaan ini didasarkan pada prinsip analogi, di mana menyantapnya dikhawatirkan akan menyebabkan bayi lahir dalam posisi sungsang pula.

• Ikan Air Tawar Pemangsa Sesama: Jenis ikan seperti ikan gabus (kutuk) termasuk dalam daftar pantangan. Ikan ini dipercaya dapat menyebabkan sembilangên, sebuah kondisi di mana janin di dalam kandungan diyakini "menghilang" atau pertumbuhannya terhenti secara misterius.

• Daging "Panas" dan Buah Tertentu: Daging seperti daging rusa (mênjangan) dianggap memiliki sifat "panas" yang bisa memicu pendarahan, bahkan pada usia kehamilan tua. Buah durian dan maja juga dilarang karena dipercaya dapat menyebabkan keguguran.

Larangan Perilaku dan Penampilan:

• Posisi Duduk: Seorang ibu hamil tidak boleh duduk di tengah pintu, di atas lesung (lumpang), atau alu. Melanggar pantangan ini dipercaya akan menjadikannya "makanan" bagi Batara Kala, sosok dewa angkara dalam mitologi Jawa.

• Cara Makan: Makan dengan piring yang disangga atau diangkat dengan tangan juga termasuk larangan yang berkaitan dengan Batara Kala.

• Perhiasan dan Bunga: Yang menarik, Serat Tata Cara juga melarang ibu hamil memakai bunga, baik sebagai hiasan sanggul (cundhuk jungkat) maupun perhiasan seperti anting (suwêngan) dan cincin (alèn-alèn). Hal ini dipercaya memiliki "watak" kandhêg atau menyebabkan stagnasi dan hambatan dalam proses kehamilan.

Serangkaian Anjuran: Ritual Penyucian dan Perlindungan Diri

Di samping larangan, terdapat serangkaian anjuran yang berfungsi sebagai benteng perlindungan. Ritual-ritual ini bertujuan untuk menyucikan diri secara lahir dan batin, sekaligus memperkuat kondisi fisik ibu dan janin.

Penyucian Lahir Batin:

• Mandi Keramas Rutin: Sangat dianjurkan bagi ibu hamil untuk mandi keramas setiap hari Rabu dan Sabtu. Ritual ini, bersamaan dengan memotong kuku dan sisig (menghitamkan gigi), dimaknai sebagai wujud pasrah atau berserah diri sepenuhnya kepada Sang Pencipta. Tradisi penyucian dengan air ini juga tecermin dalam upacara tujuh bulanan (tingkeban), di mana calon ibu dimandikan dengan air bunga setaman (kembang setaman).

• Air Garam Sebelum Tidur: Sebuah anjuran sederhana namun penuh makna adalah membasuh diri (tangan dan kaki) dengan air garam sebelum tidur. Hal ini dipercaya dapat menjauhkan bahaya, terutama dari gangguan ular.

Perlindungan Spiritual dan Fisik:

• Jamu Penguat Kandungan: Tradisi Jawa mengenal jamu khusus untuk ibu hamil, yaitu jamu cabe lêmpuyang. Uniknya, dosis jamu ini disesuaikan dengan usia kandungan. Jika hamil satu bulan, cabai dan lempuyang yang digunakan masing-masing satu. Dosis ini terus bertambah hingga sembilan buah saat kehamilan mencapai sembilan bulan, menunjukkan pemahaman tradisional tentang kebutuhan tubuh yang berubah seiring waktu.

• Kidung dan Mantra Tolak Bala: Sebelum tidur, ibu hamil dianjurkan untuk melantunkan doa atau kidungan penolak bala yang disebut singgah-singgah. Kidung yang tertulis lengkap dalam Serat Tata Cara ini berisi permohonan agar segala makhluk jahat, mulai dari Kala Durga hingga setan dan iblis dari empat penjuru mata angin, menyingkir dan tidak mengganggu keselamatan si jabang bayi.

Rangkaian pantangan dan anjuran ini menunjukkan bahwa dalam pandangan masyarakat Jawa kuno, merawat anak dimulai sejak ruh ditiupkan di dalam kandungan. Ini adalah sebuah sistem pengetahuan yang lahir dari pengalaman (experience) dan keahlian (expertise) turun-temurun, yang kini menjadi warisan budaya tak ternilai berkat naskah seperti Serat Tata Cara.

Daftar Pustaka

• Padmasusastra, K. (1911). Tatacara. H. A. Benyamin.

• Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. (1978). Adat-istiadat daerah Jawa Tengah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

• Sumarno, S., & Mumfangati, T. (2016). Potret pengasuhan anak sejak dalam kandungan hingga remaja pada masyarakat Jawa: Kajian Serat Tata Cara. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pelestarian Nilai Budaya D.I. Yogyakarta.

babad.id | Stori Loka Jawa
babad.id | Stori Loka Jawa babad.id | Stori Loka Jawa merupakan media online berbasis multimedia dengan konten utama seputar seni, budaya dan sejarah Jawa. Babad.id juga membuka ruang opini kepada penulis lepas.

Posting Komentar