Pati Unus dan Ambisi Maritim Demak: Penaklukan Malaka
Mengisahkan ekspedisi heroik Pati Unus melawan Portugis di Malaka, menunjukkan ambisi maritim Kesultanan Demak.
![]() |
Ilustrasi armada besar Jawa milik Demak, yang dipimpin oleh pangeran muda yang gigih Pati Unus, berlayar dari pelabuhan Jepara pada awal abad ke-16. (Generatif ChatGPT) |
BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Di awal abad ke-16, cakrawala politik Nusantara diguncang oleh kehadiran kekuatan baru dari Barat. Benteng-benteng Malaka, salah satu bandar dagang terpenting di Asia, jatuh ke tangan armada Portugis di bawah komando Alfonso d'Albuquerque pada tahun 1511. Kabar jatuhnya Malaka menggema hingga ke pesisir utara Jawa, tempat Kesultanan Demak tengah menancapkan hegemoninya. Dari Jepara, seorang pangeran muda, ambisius, dan berdarah panas bangkit menjawab tantangan zaman. Namanya Pate Unus, seorang tokoh yang kelak dikenang dalam tradisi Jawa sebagai Pangeran Sabrang Lor, sang penjelajah lautan.
Pati Unus, Sang Pangeran Sabrang Lor
Dalam catatan-catatan Portugis, ia dikenal sebagai Pate Unus, yang kemungkinan merupakan ejaan keliru untuk Yunus. Namun, dalam tradisi lisan dan babad Jawa, namanya terpatri sebagai Pangeran Sabrang Lor, atau "Pangeran dari Seberang Utara". Gelar ini bukan tanpa sebab. Kakeknya adalah seorang perantau dari Kalimantan Barat Daya yang mengadu nasib di Malaka. Ayahnya kemudian berhasil membangun kekayaan besar melalui perdagangan di Jawa, hingga akhirnya menetap dan merebut kekuasaan di Jepara sekitar tahun 1470 dengan menyingkirkan patih setempat.
Pati Unus sendiri mewarisi takhta Jepara dalam usia yang sangat belia, sekitar 17 tahun pada tahun 1507. Jiwa mudanya yang bergelora diimbangi dengan visi politik yang tajam. Ia memperkuat posisinya dengan menikahi putri dari Pate Rodin Senior, penguasa Demak, yang menjadikannya menantu Sultan. Hubungan kekerabatan ini memperkokoh aliansi antara dua kekuatan maritim utama di pesisir utara Jawa.
Dalam Serat Babad Demak, ia disebut sebagai putra sulung Sultan Demak (Raden Patah) yang kemudian menggantikannya sebagai raja kedua. Sejarawan modern, seperti yang diungkapkan oleh De Graaf dan Pigeaud, cenderung menyatukan dua figur ini: Pate Unus dari Jepara adalah Pangeran Sabrang Lor yang kelak menjadi Sultan Demak kedua. Pemerintahannya sebagai sultan memang tercatat sangat singkat, hanya sekitar dua tahun (1518-1521 M), sebelum akhirnya ia mangkat dan dimakamkan di samping ayahnya di kompleks Masjid Agung Demak. Masa pemerintahannya yang pendek sebagai Sultan Demak inilah yang membuatnya lebih dikenang atas aksi heroiknya sebagai penguasa Jepara.
Ekspedisi Besar Demak ke Malaka Melawan Portugis
Ambisi maritim Pati Unus sudah berkobar bahkan sebelum Portugis menjadi ancaman. Sekitar tahun 1507, tak lama setelah naik takhta di Jepara, ia telah merencanakan serangan besar-besaran terhadap Malaka, yang saat itu masih di bawah kekuasaan seorang sultan Muslim. Namun, jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada 1511 mengubah segalanya. Perang yang semula adalah perebutan pengaruh antar kekuatan regional kini berubah menjadi perang suci melawan kaum "kafir".
Pati Unus segera menjalin kontak dengan Sultan Mahmud Syah, sultan Malaka yang terusir, dan bahkan disebut telah meminang salah seorang putrinya untuk memperkuat aliansi. Persiapan ekspedisi ini memakan waktu lima tahun dan melibatkan kekuatan besar. Sebuah armada gabungan yang terdiri dari kekuatan kota-kota pelabuhan Jawa Tengah dan Palembang dikerahkan. Beberapa sumber mencatat kekuatan armada itu mencapai 90 kapal jung dengan 12.000 prajurit.
Pada pergantian tahun 1512-1513, armada raksasa itu berlayar untuk merebut kembali Malaka. Namun, pertempuran di laut melawan armada Portugis yang lebih unggul dalam teknologi persenjataan berakhir dengan kekalahan telak. Dari seluruh kekuatan yang dikerahkan, dilaporkan hanya sekitar 10 kapal jung dan 10 kapal barang yang berhasil kembali ke Jawa.
Kekalahan dan Semangat Maritim Jawa yang Baru
Meskipun gagal total, ekspedisi Pati Unus ke Malaka bukanlah akhir dari semangat maritim Demak. Kekalahan itu justru menjadi sebuah monumen keberanian. Menurut catatan Pires, sekembalinya ke Jepara, Pati Unus memerintahkan agar salah satu kapal perang jung raksasanya yang berlapis baja didamparkan di pantai. Kapal itu tidak diperbaiki, melainkan dibiarkan sebagai sebuah kenang-kenangan atas perang yang telah dilancarkannya "terhadap bangsa yang paling gagah berani di dunia".
Setelah kegagalan di Malaka, nama Pati Unus jarang disebut lagi dalam catatan Portugis. Ia kemudian naik takhta sebagai Sultan Demak II menggantikan ayah mertuanya sekitar tahun 1518. Namun, masa pemerintahannya sangat singkat. Sebuah catatan dalam Babad Sangkala menyebutkan bahwa pada tahun 1521, tiga orang raja Jawa meninggal, dan sejarawan menduga kuat bahwa Pati Unus adalah salah satunya.
Meskipun hidupnya singkat dan ekspedisi terbesarnya berakhir dengan kegagalan, Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor telah menorehkan warisan penting. Ia menunjukkan kepada dunia bahwa kerajaan-kerajaan Islam yang baru bangkit di Jawa memiliki ambisi maritim yang besar dan tidak gentar menghadapi kekuatan Eropa. Kegagalannya di Malaka menjadi pelajaran berharga yang memicu Demak untuk terus memperkuat armada lautnya, sebuah semangat yang kelak diwarisi oleh sultan-sultan penerusnya dalam upaya menegakkan kedaulatan di Nusantara.
Daftar Pustaka
Arimurti, K., Amanah, S., & Sadewa, T. C. (2023). Alih Aksara Serat Babad Demak. Perpusnas PRESS.
De Graaf, H. J., & Pigeaud, T. G. T. (1985). Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram. Grafiti Pers.
Kasri, M. K., & Semedi, P. (2008). Sejarah Demak: Matahari Terbit di Glagah Wangi. Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Demak.
Sastradiwirya. (1988). Babad Majapahit dan Para Wali 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sastronaryatmo, M. (2011). Babad Jaka Tingkir (Babad Pajang). Perpustakaan Nasional, Balai Pustaka.
Posting Komentar