Pura Mangkunegaran: Perpaduan Fungsi Resmi dan Pribadi dalam Arsitektur Akulturasi

Daftar Isi

Mengenal arsitektur Pura Mangkunegaran yang menggabungkan Joglo, Limasan, dan konstruksi modern. Pelajari pembagian fungsi resmi dan pribadi serta ornamen mistisnya.

BABAD.ID | Stori Loka Jawa -  Di tengah hiruk pikuk kota Surakarta, berdiri tegak Pura Mangkunegaran, sebuah keraton yang didirikan oleh Mas Said (Pangeran Samber Nyawa), yang kemudian bergelar Mangkunegara I. Berdampingan dengan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Pura Mangkunegaran telah menjadi salah satu pusat utama kebudayaan Jawa Tengah.

Arsitektur Pura Mangkunegaran menarik perhatian karena tidak hanya mempertahankan bentuk-bentuk tradisional Jawa yang diwariskan secara turun-temurun—yaitu bentuk Joglo, Limasan, dan Tajug—tetapi juga mengadopsi konstruksi yang lebih modern. Pembesarannya pada masa Mangkunegara II dan pembangunan masif pada tahun 1866 oleh Mangkunegara IV menghasilkan istana seperti yang terlihat saat ini. Mangkunegara VII kemudian menambahkan sentuhan modern, termasuk emperan Pendapa beratap seng dengan tiang besi, bahkan mengganti lantai Pendapa dengan marmer Italia.

Uniknya, Istana Mangkunegaran diakui sebagai salah satu pelopor dalam konstruksi rangka di Jawa, meskipun ada anggapan bahwa konstruksi gabungan antara tradisional dan modern yang terlihat mungkin kurang sempurna pada masa itu. Struktur bangunannya yang megah dan berwibawa ini mencerminkan karakter kekeratonan yang formal. Bahan utama konstruksi meliputi kayu jati (diambil dari hutan Donoloyo) untuk atap, tiang, dan pintu; batu alam/marmer untuk pondasi dan lantai; serta batu bata untuk dinding.

Joglo Hageng dan Inovasi Fungsi Resmi

Bangunan utama Pendapa di Pura Mangkunegaran dikenal sebagai Joglo Hageng (Joglo Besar). Bagian Pendapa ini tidak didiami, melainkan secara eksklusif digunakan untuk Jamuan-jamuan, upacara-upacara resmi, tempat pertunjukan, dan tari-tarian. Fungsinya yang resmi dan bentuknya yang megah merupakan hal utama dari seluruh kompleks istana.

Pendapa Joglo Hageng didesain secara akustik untuk mengiringi seni pertunjukan. Menurut hasil kajian, bentuk ruangnya yang megah dengan atap yang tinggi serta deretan tiang-tiang emperan yang mengelilingi bangunan mampu memantulkan suara atau bunyi yang nyaring. Ini menjadikannya tempat yang sangat tepat untuk meletakkan alat musik Jawa, Gamelan, yang dibunyikan untuk mengiringi tarian atau sajian musik Jawa bagi para tamu.

Elemen arsitektur modern tampak nyata dalam Pendapa. Mangkunegara VII menambahkan emperan yang tiangnya terbuat dari besi—bahan yang rencana semula ditujukan untuk mendirikan masjid—dan mengganti lantai dengan marmer Italia. Emperan di Pendapa juga dihias dengan relief sulur-sulur gelung yang dibuat di Jerman menggunakan sistem besi tuang, meskipun motifnya bukan khas Indonesia, seperti motif vas bunga.

Pembagian Ruang: Resmi, Pribadi, dan Petanen Sakral

Seperti istana-istana Jawa pada umumnya, fungsi bangunan di Pura Mangkunegaran dibagi menjadi dua bagian besar: resmi dan pribadi, dengan Pringgitan dan Paratan berfungsi sebagai batas pemisah.

1. Bagian Resmi: Meliputi Pendapa dan bangunan-bangunan untuk kavaleri dan infanteri, serta gedung administrasi pemerintahan.

2. Bagian Pribadi: Terdiri dari:

    ◦ Dalem Ageng: Ruang yang digunakan untuk menyelenggarakan upacara adat yang resmi, misalnya perkawinan para puteri, yang berlangsung di muka Petanen. Sekarang digunakan sebagai tempat koleksi barang-barang antik milik Mangkunegaran.

    ◦ Pringgitan: Berfungsi sebagai bagian muka dari Dalem, dan digunakan untuk menerima tamu resmi serta tempat pertunjukan wayang kulit (Ringgit = wayang).

    ◦ Pracimusono: Merupakan tempat tinggal kerabat keraton dan tempat keluarga Mangkunegaran menerima tamu sehari-hari. Di sampingnya terdapat ruang tidur, dapur, kamar makan, dan WC.

    ◦ Balai Warni (Barat) dan Balai Peni (Timur): Emperan terbuka di samping Dalem Ageng, digunakan untuk menerima tamu pribadi (wanita di Balai Warni dan pria di Balai Peni).

Petanen (Krobongan) di dalam Dalem Ageng merupakan ruang yang sangat sakral. Ruang ini, yang sejajar dengan Senthong Tengah pada rumah tradisional Jawa, digunakan untuk memuja Dewi Sri (Dewi Padi atau kesuburan) dan juga untuk memuja hal-hal gaib yang berhubungan dengan kepercayaan. Selain itu, Petanen adalah tempat untuk menyimpan senjata-senjata yang paling sakti.

Ornamen Akulturatif dan Nilai Mistis Magis

Pura Mangkunegaran kaya akan ragam hias yang mencerminkan persentuhan budaya dengan Barat dan Timur, serta mengandung nilai-nilai mistis dalam filosofi Jawa:

1. Langit-langit Pendapa (Joglo Hageng): Plafon Pendapa dihias pada tahun 1937 atas perintah Mangkunegara VII. Motif utamanya disebut Modhang (nyala api), yang melambangkan kesucian atau roh. Motif ini dikelilingi oleh delapan bidang persegi yang di pusatnya terdapat bintang bersudut delapan.

2. Warna Mistis: Kedelapan bidang bintang tersebut diwarnai dengan delapan warna simbolis yang memiliki nilai mistis/magis yang kuat:

    ◦ Kuning: penolak rasa mengantuk.

    ◦ Biru: penolak sakit penyakit.

    ◦ Hitam: penolak rasa lapar.

    ◦ Hijau: penolak rasa angkara murka.

    ◦ Putih: penolak rasa birahi.

    ◦ Oranye: penolak rasa takut.

    ◦ Merah: penolak rasa amarah.

    ◦ Ungu: penolak pikiran jahat.

    ◦ Penggunaan warna ini dimaksudkan agar penghuni keraton (dan Raja) terhindar dari hal-hal negatif tersebut.

3. Hiasan Asing dan Akulturasi: Sudut-sudut tiang dan balok dicat dengan prada emas, yang melambangkan keagungan. Selain relief besi tuang dari Jerman di teras, bagian Krobongan (tempat suci) di Dalem Ageng menunjukkan adanya pengaruh Cina. Hiasan Naga pada atap depan Krobongan memiliki bentuk yang mirip dengan naga pada hiasan Klenteng.

Kombinasi antara fungsi ritual tradisional, pembagian ruang feodal, dan penggunaan konstruksi rangka modern dengan ornamen akulturatif menjadikan Pura Mangkunegaran sebagai warisan budaya yang dinamis dan adaptif.

Daftar Pustaka

Ashadi. (2018). Kearifan lokal dalam arsitektur. Arsitektur UMJ Press.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1985). Arsitektur tradisional daerah Jawa Tengah (Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jawa Tengah Tahun Anggaran 1981/1982, Cetak Ulang 1985-1986). Proyek IDKD Jawa Tengah.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1985b). Isi dan kelengkapan rumah tangga tradisional menurut tujuan, fungsi dan kegunaannya daerah Jawa Tengah (Hasil Penelitian Tahun 1982/1983). Proyek IDKD Jawa Tengah.

babad.id | Stori Loka Jawa
babad.id | Stori Loka Jawa babad.id | Stori Loka Jawa merupakan media online berbasis multimedia dengan konten utama seputar seni, budaya dan sejarah Jawa. Babad.id juga membuka ruang opini kepada penulis lepas.