Rumah Pasamuan Adiraja: Pusat Musyawarah dan Upacara Sakral Cilacap

Daftar Isi

Rumah Pasamuan di Adiraja berfungsi ganda sebagai tempat musyawarah dan upacara keagamaan. Mengenal bentuk Joglo Tikelan, Amben, dan ritual keselamatan Eyang Bana Keling.

BABAD.ID | Stori Loka Jawa -  Dalam masyarakat tradisional Jawa, rumah atau bangunan tidak hanya melayani fungsi tempat tinggal, tetapi juga menjadi wadah aktivitas sosial, politik, dan ritual keagamaan. Salah satu contoh nyata dari perpaduan fungsi komunal dan sakral ini adalah Rumah Pasamuan yang terletak di Desa Adiraja, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap.

Rumah Pasamuan ini didirikan bukan sebagai milik pribadi, melainkan milik desa atau suatu kelompok kerabat, yang fungsinya adalah sebagai tempat musyawarah sekaligus tempat upacara yang bersifat religius bagi anggota masyarakat setempat. Bangunan yang merupakan warisan dari masyarakat pra-modern ini mencerminkan ciri kebudayaan lama, di mana urusan duniawi, seperti pertanian, tidak terlepas dari bidang keagamaan.

Joglo Tikelan dan Srotong: Perpaduan Bentuk di Cilacap

Secara arsitektur, Rumah Pasamuan memiliki bentuk yang kompleks, terdiri dari beberapa bangunan yang disatukan:

1. Bangunan Induk: Berbentuk Joglo (Tikelan). Bentuk Joglo sendiri merupakan tipe rumah yang paling sempurna dan megah dalam arsitektur Jawa, yang biasanya membutuhkan biaya pembuatan yang besar, atau disebut Tikelan.

2. Bangunan Tambahan: Bangunan induk ini disambung dengan dua buah rumah berbentuk Srotong. Bentuk Srotongan adalah bentuk rumah Kampung yang panjang, ditandai dengan lebih dari empat pengeret dan penambahan dua emper pada kedua sisi panjangnya.

3. Crabakan: Bangunan ini juga dilengkapi dengan tiga buah rumah kecil berbentuk Srotong yang disebut Crabakan, dua di antaranya berada di depan dan satu di samping.

Di dalam bangunan induk Joglo (Tikelan) tersebut, terdapat unsur-unsur yang mempertegas fungsi ritual dan penghormatan. Terdapat sembilan tempat sesaji, termasuk satu tempat yang digunakan untuk menyimpan pusaka (terdiri dari empat bilah keris dan satu mata tombak) di sudut belakang sebelah kanan.

Amben dan Hirarki Tempat Duduk

Pentingnya status dan garis keturunan (kekerabatan) sangat dihormati dalam masyarakat Jawa Tengah, terutama di masa lalu. Hal ini tercermin jelas dalam penataan interior Rumah Pasamuan Adiraja, khususnya area tempat duduk yang disebut "Amben" (dibuat dari kayu). Tempat duduk yang luas ini dibagi berdasarkan hierarki garis keturunan, mencerminkan struktur sosial yang harus dihormati:

• Pangageng: Tempat yang paling dihormati, terletak di tengah sebelah kanan, diperuntukkan bagi pemimpin atau orang-orang tertua dalam garis keturunan.

• Pengiring: Tempat untuk orang "tua" kedua dalam garis keturunan, terletak di tengah sebelah kiri.

• Pengapit: Tempat orang "tua" ketiga, mengapit Pangageng dan Pengiring.

• Eper: Tempat untuk orang "tua" keempat, terletak di bagian kanan-kiri yang paling luar.

Pembagian strata tempat duduk ini menunjukkan bahwa kegiatan musyawarah dan ritual dipimpin oleh individu berdasarkan otoritas yang diperoleh dari usia dan garis keturunan.

Musyawarah dan Ritual Keagamaan Eyang Bana Keling

Rumah Pasamuan memiliki fungsi ganda yang mencakup kebutuhan keduniawian dan keagamaan. Musyawarah yang diadakan di sini mencakup persoalan-persoalan Desa atau masyarakat, seperti hal pertanian, permulaan mengerjakan sawah, soal pengairan, gugur gunung (pekerjaan bersama), bersih desa, keamanan desa, dan soal tata pemerintahan setempat.

Sementara itu, upacara keagamaan di Rumah Pasamuan diselenggarakan oleh kaum laki-laki yang mengaku sebagai ahli waris Eyang Bana Keling.

Waktu dan Pelaksanaan Upacara: Upacara biasanya dilaksanakan empat kali dalam setahun pada bulan Syura, Sawal, Sadran, dan Maulud, dengan memilih hari Jumat sekitar pertengahan bulan.

Materi dan Sesaji: Materi yang digunakan dalam upacara meliputi:

• Lampu minyak kelapa (dlupak).

• Paduppan (tempat membakar dupa) yang terbuat dari tanah liat berukuran garis tengah sekitar 45 cm.

• Tumpeng bosok (tumpeng biasa dengan lauk pauk di tengahnya).

• Jenang merah-putih dari pulut (ketan).

Upacara dipimpin oleh seorang pria dari garis keturunan tertua, yang pada saat penelitian (1981/1982) dipimpin oleh Juru Kunci Depok Kenderan (keturunan ke-9 dari Eyang Bana Keling). Tugas utama pemimpin upacara adalah memohon keselamatan dan perlindungan bagi seluruh warga kepada Panembahan Depok Kenderan, serta memohon maaf apabila terdapat kesalahan. Setelah pembacaan doa oleh seorang Modin, upacara diakhiri dengan acara makan dan minum bersama.

Dengan kompleksitas bentuk arsitektur Joglo Tikelan yang mahal dan fungsionalitasnya sebagai pusat ritual keramat yang dipimpin oleh garis keturunan Bana Keling, Rumah Pasamuan Adiraja menjadi monumen budaya yang menegaskan nilai-nilai kolektif, spiritualitas, dan hierarki sosial tradisional di daerah Cilacap.

Daftar Pustaka

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1985). Arsitektur tradisional daerah Jawa Tengah (Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jawa Tengah Tahun Anggaran 1981/1982, Cetak Ulang 1985-1986). Proyek IDKD Jawa Tengah.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1985b). Isi dan kelengkapan rumah tangga tradisional menurut tujuan, fungsi dan kegunaannya daerah Jawa Tengah (Hasil Penelitian Tahun 1982/1983). Proyek IDKD Jawa Tengah.

babad.id | Stori Loka Jawa
babad.id | Stori Loka Jawa babad.id | Stori Loka Jawa merupakan media online berbasis multimedia dengan konten utama seputar seni, budaya dan sejarah Jawa. Babad.id juga membuka ruang opini kepada penulis lepas.