Saka Tunggal Masjid Baitussalim: Harmoni Ornamen dan Religiusitas

Daftar Isi

Tiang utama Masjid Baitussalim Cikakak dihiasi sulur gelung, lidah api, dan motif sayap (Lar). Pelajari simbolisme kesucian dan akulturasi arsitektur tradisional Jawa.

BABAD.ID | Stori Loka Jawa -  Masjid-masjid tradisional di Jawa, sejak awal penyebaran Islam, telah mengadopsi bentuk arsitektur lokal, terutama atap Tajug, yang secara filosofis merepresentasikan bangunan suci atau sakral (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 91). Salah satu contoh unik dari inovasi dan perpaduan bentuk ini adalah Masjid Baitussalim di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 195, 104).

Masjid Baitussalim, yang terkenal dengan sebutan Masjid Soko Tunggal (Masjid Tiang Tunggal) (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 104, 115), merupakan ciptaan baru yang memadukan campuran gaya arsitektur Pejajaran dan Sultan Agungan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 52). Bangunan ini memiliki keunikan karena hanya memiliki satu tiang utama (saka guru tunggal) di tengahnya, ditunjang oleh 12 tiang lain, sehingga total memiliki 13 tiang pada bangunan induk (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 115).

Keistimewaan masjid ini tidak hanya pada konstruksinya, yang mengadopsi kombinasi bentuk Tajug Semar Tinandu dan Teplok (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 111), tetapi juga pada ornamen-ornamen yang terpahat pada saka tunggal yang kaya akan simbolisme spiritual.

Hiasan Sulur Gelung pada Saka: Menyongsong Makna Mendalam

Saka Tunggal (tiang tunggal) Masjid Baitussalim ini berdiri tegak di tengah-tengah bangunan dan terbuat dari kayu jati (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 195, 196). Tiang ini dihias dengan pahatan relief yang memanjang dan mengandung makna kosmologis:

1. Motif Sulur-sulur Gelung: Sepanjang sisi tiang, dari umpak (alas) ke batas kapitil (kepala tiang) pertama, dihias dengan relief motif sulur-sulur gelung yang mengarah ke atas. Motif ini digambarkan keluar dari motif subang (rozet) di dekat dasar (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 196). Motif sulur-sulur gelung adalah salah satu ragam hias tradisional Jawa yang umum digunakan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 193).

2. Kekayaan Warna: Hiasan ini diperkaya dengan penggunaan warna yang berselang-seling, yaitu merah, kuning tua, hijau tua, dan selingan daun serta bunga berwarna putih (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 196).

3. Motif Pilin Tali: Keempat sudut sepanjang tiang dibentuk dalam pahatan yang berwujud semacam motif pilin tali dengan tiga warna: merah, kuning, dan hijau (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 196).

Motif Sayap (Lar) dan Empat Penjuru Mata Angin

Pada kapitil (kepala tiang) pertama saka tunggal, yang menjadi penyangga motif sayap, terdapat elemen dekoratif yang sangat mencolok:

• Bentuk Sayap: Kapitil pertama seakan-akan menyangga suatu bentuk sayap yang keluar dari bagian tengah masing-masing sisi saka. Sayap ini peranannya lepas dari konstruksi bangunan, sehingga hanya berfungsi sebagai hiasan saja (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 197).

• Arah Kosmik: Keempat sayap ini mengembang ke arah empat penjuru mata angin (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 197). Motif binatang seperti burung (sayap) biasanya melambangkan dunia atas (dunia terang), berbeda dengan motif ular/naga yang melambangkan dunia bawah (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 178).

• Warna dan Tumpal: Bulu sayap terlukis dengan warna cat kuning tua dan merah di bagian tepinya, dengan warna dasar biru. Barisan bulu-bulu ini keluar dari garis berhias motif tumpal kecil berwarna merah dan biru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 197).

Motif Lidah Api (Kesucian) dan Pengimaman Sentong Tengah

Ornamen pada Masjid Baitussalim juga menegaskan dimensi spiritual yang diyakini masyarakat Jawa. Pada kapitil tiang, motif-motif penting seperti lidah api digunakan:

• Lidah Api: Kapitil pertama dihias dengan relief motif lidah api dan putik bunga, yang diberi warna cat putih, kuning, dan merah, dengan warna dasar biru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 196). Secara umum dalam konteks ornamen Jawa, motif lidah api (modhang) melambangkan roh atau kesucian (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 181, 184).

• Simbol Matahari: Langit-langit atap brunjung masjid terbagi atas empat bidang segi empat yang di tengahnya terdapat lingkaran dengan motif mirip rozet. Lingkaran ini melambangkan matahari atau sinar terang (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 199, 200).

• Pengimaman Tradisional: Keistimewaan lain masjid ini adalah bagian Pengimaman yang tidak berceruk seperti lazimnya pada masjid biasa (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 115). Pengimaman di Masjid Baitussalim justru menggunakan bentuk ruang seperti senthong tengah (kamar tengah) atau pedaringan pada rumah tradisional Jawa (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 115). Dalam arsitektur rumah tradisional Jawa, senthong tengah adalah tempat yang sakral karena digunakan untuk sesaji, memuja Dewi Sri (Dewi Padi atau kesuburan), atau menyimpan pusaka (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 172). Penggunaan senthong tengah sebagai pengimaman menunjukkan adaptasi mendalam antara arsitektur Islam dengan tradisi spiritual Jawa.

Dengan perpaduan konstruksi unik satu tiang utama, ornamen sulur gelung, lidah api, dan lar yang mengarah ke penjuru mata angin, Masjid Baitussalim (Saka Tunggal) adalah bukti nyata dari pelestarian warisan budaya bangsa yang tidak statis, melainkan terus beradaptasi secara kreatif dalam bingkai kearifan lokal.

Daftar Pustaka

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1985). Arsitektur tradisional daerah Jawa Tengah (Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jawa Tengah Tahun Anggaran 1981/1982, Cetak Ulang 1985-1986). Proyek IDKD Jawa Tengah.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1985b). Isi dan kelengkapan rumah tangga tradisional menurut tujuan, fungsi dan kegunaannya daerah Jawa Tengah (Hasil Penelitian Tahun 1982/1983). Proyek IDKD Jawa Tengah.

Ashadi. (2018). Kearifan lokal dalam arsitektur. Arsitektur UMJ Press.

babad.id | Stori Loka Jawa
babad.id | Stori Loka Jawa babad.id | Stori Loka Jawa merupakan media online berbasis multimedia dengan konten utama seputar seni, budaya dan sejarah Jawa. Babad.id juga membuka ruang opini kepada penulis lepas.