Sri, Kitri, Gana: Filosofi Ukuran Pemidangan Rumah Jawa
Ukuran panjang dan lebar pemidangan rumah Jawa dihitung berdasar kelipatan lima, jatuh pada Sri atau Kitri, demi kebahagiaan. Pahami filosofi Gana, Liyu, dan Pokah.
BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Bagi masyarakat Jawa, mendirikan bangunan atau rumah tempat tinggal tidak hanya memerlukan material berkualitas tinggi seperti kayu jati (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 123), atau teknik konstruksi yang kokoh (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 144), melainkan juga harus memenuhi serangkaian persyaratan spiritual dan perhitungan tradisional yang ketat (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 240).
Salah satu aspek non-fisik yang paling vital dalam arsitektur tradisional Jawa Tengah adalah tata cara menentukan panjang dan lebar Pemidangan sebuah rumah (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 134).
Pemidangan adalah sisi ruangan dalam rumah yang dibentuk oleh pertemuan antara balok kayu memanjang (blandar) dan balok melintang (pengeret) (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 171). Cara menentukan ukuran ini—yaitu menentukan jumlah bilangan—harus disesuaikan dengan fungsi rumah, seperti rumah tempat tinggal atau pendapa (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 171).
Ketepatan jumlah hitungan dari ukuran rumah tersebut sangat dipercaya akan mempengaruhi kehidupan penghuninya, misalnya agar mendapatkan banyak rejeki dan keselamatan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 171).
Lima kata satuan yang digunakan orang Jawa secara berurutan untuk mengukur panjang-lebar pemidangan adalah: 1. Sri 2. Kitri 3. Gana 4. Liyu 5. Pokah (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 171).
Masyarakat Jawa meyakini bahwa meninggalkan salah satu satuan tersebut (misalnya salah menghitung sehingga bilangan jatuh di luar lima satuan ini) berarti mendatangkan malapetaka bagi penghuninya (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 171). Bagi mereka yang tidak mengetahui cara perhitungan ini, mereka menyerahkannya kepada orang tua yang memahami tata cara tersebut (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 171).
Menghitung Keselamatan: Aplikasi Sri dan Kitri
Penghitungan satuan Sri, Kitri, Gana, Liyu, dan Pokah dilakukan berdasarkan kelipatan bilangan lima (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 172). Bilangan ini diperoleh dari ukuran panjang pemidangan yang diukur menggunakan satuan lokal, seperti kaki, dim, atau strip (setelah tahun 1806) atau pecak, tebab, dan kilan (sebelum tahun 1806) (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 175).
1. Rumah Tempat Tinggal: Harus Jatuh Sri
Untuk rumah tempat tinggal—yaitu rumah untuk tidur dan berkumpul bagi seluruh keluarga—demi kebahagiaan si penghuni, ukurannya harus jatuh pada satuan Sri (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 172).
• Aturan: Ukuran panjang pemidangan (blandar dan pengeret) harus berukuran dengan jumlah bilangannya dikurangi kelipatan bilangan 5 (lima) dan harus bersisa 1 (satu) (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 172).
• Contoh: Panjang blandar 26 kaki dan pengeret 16 kaki adalah ukuran yang jatuh Sri (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 172).
2. Pendapa: Harus Jatuh Kitri
Pendapa (bangunan depan yang digunakan untuk menerima tamu atau kegiatan kesenian) setiap rumah orang Jawa harus berukuran jatuh Kitri (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 173).
• Aturan: Ukuran panjang pemidangan harus memiliki jumlah bilangan yang dikurangi kelipatan 5 (lima) dan harus bersisa 2 (dua) (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 173).
• Contoh: Panjang blandar 17 kaki (17 dikurangi 3x5 bersisa 2) dan pengeret 12 kaki (12 dikurangi 2x5 bersisa 2) adalah ukuran yang jatuh Kitri (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 173).
Simbolisme Kosmik di Balik Lima Satuan
Kelima kata satuan ukuran tersebut mengandung harapan-harapan baik yang harus dipenuhi oleh si pembuat rumah (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 174):
Sri
Berarti padi dan dihubungkan dengan Dewi Sri (Dewi Padi atau kemakmuran/kesuburan) (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 174). Penghuni rumah mengharapkan kemakmuran (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 174).
Kitri
Melambangkan tanaman di sekitar rumah yang membuat teduh (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 174). Diharapkan adanya suasana sejuk dan teduh (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 174).
Gana
Berarti kepompong (cocoon), yaitu bentuk peralihan dari kehidupan ulat (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 174). Penghuni berharap adanya peralihan ke kehidupan yang lebih baik (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 174). Ukuran Gana khusus digunakan untuk dapur (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 174).
Liyu
Berarti lesu (untuk satuan ukuran regol) atau lewat (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 174). Diharapkan agar orang yang mau masuk rumah tidak mempunyai maksud-maksud jahat, karena Liyu digunakan sebagai tempat sementara bukan untuk menetap (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 174).
Pokah
Berarti sesak atau penuh (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 174). Digunakan untuk rumah tempat menyimpan (lumbung), dengan harapan tempat tersebut akan selalu penuh isinya dan dapat mencukupi seluruh keluarga, meskipun ukurannya kecil (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 174).
Sistem perhitungan dan filosofi Sri, Kitri, Gana, Liyu, Pokah ini merupakan bagian tak terpisahkan dari tata cara tradisional Jawa yang mengatur aspek non-fisik arsitektur, yang berfungsi sebagai kerangka pemikiran dari ide vital kebudayaan Jawa dalam mencapai kebahagiaan dan keselamatan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 22, 13).
Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1985). Arsitektur tradisional daerah Jawa Tengah (Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jawa Tengah Tahun Anggaran 1981/1982, Cetak Ulang 1985-1986). Proyek IDKD Jawa Tengah.