Struktur Desa Tradisional Jawa: Dari Lurah Hingga Desa Perdikan
Desa adalah lembaga pemerintahan tradisional terendah di Jawa Tengah. Pahami hierarki, peran sosial-budaya, dan perbedaan antara desa kawasan yang wajib pajak dan desa perdikan yang bebas pajak.
BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Dalam tata kehidupan tradisional, unit pemerintahan terendah di Jawa Tengah berada di tangan Kepala Kampung. Istilah "Kampung" dalam bahasa Jawa disamakan dengan kata "desa", meskipun secara geografis, Dukuh adalah kawasan tempat tinggal penduduk yang luasnya kurang dari luas permukiman Kampung atau Desa.
Desa bagi masyarakat Jawa Tengah memiliki tiga fungsi utama, yaitu sebagai lembaga pemerintahan, lembaga sosial, dan lembaga budaya.
1. Desa sebagai Lembaga Pemerintahan Tradisional
Sistem pemerintahan desa pada zaman dahulu menunjukkan ciri-ciri tradisional yang khas:
• Pemilihan Kepala Desa: Dalam pemilihan perangkat desa, seringkali dilakukan menurut tata cara desa. Pada umumnya, Kepala Desa yang terpilih pada zaman dahulu adalah anak keturunan Kepala Desa yang lama.
• Hierarki Jabatan: Metode penentuan perangkat desa lainnya, seperti Babu, Petinggi, Jagabaya, Ulu-ulu, secara mutlak ditentukan oleh Kepala Desa.
• Sebutan Pemimpin: Pada zaman dahulu, sebutan untuk Kepala Desa adalah "Majikan", sedangkan sebutan yang masih hidup sampai sekarang adalah "Lurah".
Dalam konteks kepemimpinan dan otoritas, masyarakat Jawa Tengah menekankan bahwa pemimpin hendaknya "Berbudhi bawa leksana", yang artinya suka memberi maaf dan tahu mana yang penting. Konsep kepemimpinan ini didasarkan pada prinsip "kebapaan" atau paternalistik.
2. Status Hukum Tanah Desa: Kawasan dan Perdikan
Secara tradisional, status desa terbagi menjadi dua jenis utama yang menentukan kewajiban fiskalnya:
a. Desa Kawasan
Desa kawasan adalah desa yang secara struktural berada di bawah pemerintahan yang lebih tinggi, seperti Kademangan, Bupati, Adipati, atau Tumenggung tertentu. Desa kawasan secara tradisional mempunyai kewajiban untuk menyerahkan sebagian "wulu wetu" (hasil pendapatan desa) kepada pejabat yang lebih tinggi. Penyerahan hasil pendapatan desa ini, yang sering disebut "gelondong areng-areng" oleh raja, dilakukan setahun sekali.
b. Desa Perdikan
Desa perdikan adalah kawasan desa yang dibebaskan dari pajak atau kewajiban menyerahkan wulu wetu/penghasilan. Pembebasan pajak ini diberikan sebagai penghargaan atas jasa kepada Raja (misalnya, desa yang berjasa pada Calon Raja Majapahit), atau karena tugas yang diberikan raja untuk menjaga barang milik Raja, seperti Candi, makam, atau tanah suci. Desa perdikan hanya bebas dari kewajiban menyerahkan hasil buminya, tetapi tidak berarti merdeka dalam artian pemerintahan/politis.
3. Desa sebagai Lembaga Sosial dan Budaya
Masyarakat di Jawa Tengah menganggap bahwa asas kekeluargaan, musyawarah, dan gotong royong adalah asas utama dalam kehidupan leluhurnya yang sampai sekarang dipertahankan. Nilai-nilai ini terwujud dalam desa sebagai lembaga:
• Lembaga Sosial: Desa memiliki perangkat aturan yang harus ditaati oleh penduduk desa dan luar desa, misalnya tata cara pergaulan dan tata cara menghormati seseorang. Sifat gotong royong ini bersifat timbal balik dan merupakan sistem kerja bersama tanpa imbalan uang.
• Lembaga Budaya: Di desa sering kali ada seperangkat ketentuan yang harus ditaati, dihormati, dan dilestarikan, serta merupakan kebanggaan desa. Contohnya adalah tatacara perkawinan dan tatacara pemujaan pada Danyang Desa (roh penguasa wilayah).
Dalam kehidupan kekerabatan, orang Jawa Tengah menekankan pada keturunan darah, sehingga sistem kekerabatan di Jawa Tengah cenderung patrilinier (hukum bapak), karena "bapak"lah yang menentukan nilai tinggi rendahnya kadar kekerabatannya. Sikap individualisme dan mementingkan "pribadi" sangat tidak disukai dalam tata kehidupan orang Jawa.
Daftar Pustaka
Ashadi. (2018). Kearifan lokal dalam arsitektur. Arsitektur UMJ Press.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1985). Arsitektur tradisional daerah Jawa Tengah (Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jawa Tengah Tahun Anggaran 1981/1982, Cetak Ulang 1985-1986). Proyek IDKD Jawa Tengah.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1985b). Isi dan kelengkapan rumah tangga tradisional menurut tujuan, fungsi dan kegunaannya daerah Jawa Tengah (Hasil Penelitian Tahun 1982/1983). Proyek IDKD Jawa Tengah.