Tipuan Kala Cakra: Kegagalan Strategi Sunan Kudus Melenyapkan Jaka Tingkir
Mengupas rencana licik Sunan Kudus menggunakan kursi berajah Kala Cakra di Kudus untuk menyingkirkan Jaka Tingkir. Jaka Tingkir selamat, Arya Penangsang kehilangan kesaktian.
![]() |
| Ilustrasi pertemuan Arya Penangsang dan Sultan Hadiwijaya di Kudus. (Generatif Gemini) |
BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Setelah rencana pembunuhan dengan Keris Setan Kober di Pajang gagal total—bahkan Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) terbangun dalam keadaan kebal dan selamat—Arya Penangsang dari Jipang merancang strategi baru. Musuh utama Jaka Tingkir ini menyadari bahwa kekuatan militer dan pembunuhan diam-diam tidak mempan melawan kesaktian Hadiwijaya yang dilindungi Aji Lembu Sekilan.
Strategi selanjutnya beralih dari kekerasan fisik menjadi perang tanding spiritual yang disamarkan dalam ajang silaturahmi. Rencana busuk ini tidak datang dari Arya Penangsang sendiri, melainkan dari gurunya yang paling disayangi, Sunan Kudus. Sunan Kudus, yang dikenal sebagai tokoh agama yang penuh semangat tempur dan mempunyai pengaruh besar terhadap masalah pemerintahan, merasa wajib membantu murid kesayangannya merebut kekuasaan Demak.
Maka, Sunan Kudus meminta Arya Penangsang untuk mengundang Sultan Hadiwijaya menghadiri sebuah sarasehan di Kudus, yang konon bertujuan untuk membahas dan mengembangkan ilmu-ilmu kesaktian (ilmu-ilmu kesaktian). Namun, hakikatnya, pertemuan ini adalah tipuan belaka (tipuan belaka) yang dirancang untuk menyingkirkan Sultan Pajang.
Ranjau Maut Sunan Kudus: Kursi Berajah Kala Cakra
Sebagai guru yang sangat mencintai Arya Penangsang, Sunan Kudus berencana melakukan kecurangan yang halus namun mematikan. Ia menyiapkan dua kursi untuk duduk, satu untuk Arya Penangsang dan satu untuk Sultan Hadiwijaya.
Kursi yang dipersiapkan untuk Hadiwijaya sudah lebih dahulu diberi rajah Kala Cakra. Sunan Kudus secara rahasia memberi tahu Arya Penangsang, bahwa siapa pun yang menduduki kursi yang telah dirajah tersebut akan kehilangan kesaktiannya (akan hilang kesaktiannya) dan tak lama kemudian akan meninggal dunia. Dengan demikian, tujuan Arya Penangsang untuk menjadi Sultan Demak Bintoro akan tercapai.
Sultan Hadiwijaya, yang datang bersama pengiringnya, termasuk Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi, telah bersikap sangat hati-hati (semakin hati-hati) atas nasihat dari Ki Juru Mertani. Kehati-hatian ini terbukti vital.
Deteksi Ilmu Terawangan dan Terbaliknya Rencana
Begitu rombongan Sultan Hadiwijaya tiba, ketegangan langsung muncul. Ki Ageng Pemanahan, yang memiliki ilmu penerawangan (ilmu terawangan), segera menyadari adanya jebakan mistik.
"kursi yang akan diduduki oleh Sultan Hadiwijaya sudah diberi rajah terlebih dahulu".
Ki Ageng Pemanahan menolak mentah-mentah permintaan Arya Penangsang yang berulang kali mempersilakan Sultan Hadiwijaya duduk di kursi Kala Cakra.
Arya Penangsang, yang digambarkan memiliki watak brangasan (emosional dan gegabah), dan merasa percaya diri (lupa) karena telah mendapatkan kembali keris Kyai Brongot Setan Kober yang sebelumnya ditahan di Pajang, melakukan kesalahan fatal. Dalam situasi tegang yang menuntut demonstrasi wibawa, Arya Penangsang justru menduduki kursi yang telah diberi rajah "Kala Cakra" tersebut.
Seketika itu juga, jebakan yang disiapkan untuk Sultan Pajang berbalik mengenai dirinya sendiri. Arya Penangsang kehilangan semua kesaktiannya (sehingga hilanglah semua kesaktianya).
Gagalnya Komunikasi Sandi dan Tapa Nungsang
Sarasehan yang sudah direkayasa ini semakin kacau ketika terjadi perdebatan dan pameran senjata di antara kedua pihak. Sunan Kudus, melihat situasi semakin memanas, berusaha menyelamatkan Arya Penangsang dengan menggunakan bahasa sandi (bahasa sandi): ia menyuruh Arya Penangsang untuk menyarungkan kerisnya (menyarungkan kerisnya).
Namun, Arya Penangsang, yang mungkin sudah terlanjur panik dan pikirannya tidak fokus setelah kehilangan kekuatan, menafsirkan perintah tersebut secara harfiah (apa adanya), yaitu memasukkan keris Setan Kober ke dalam sarungnya. Padahal, maksud Sunan Kudus adalah agar Arya Penangsang menikamkan kerisnya ke dada Hadiwijaya. Gagalnya komunikasi sandi ini memastikan rencana Sunan Kudus benar-benar kandas.
Sunan Kudus amat marah karena rencananya gagal total. Untuk menghilangkan efek rajah Kala Cakra yang terlanjur mengenai Arya Penangsang, Sunan Kudus memberikan perintah penalti spiritual yang berat: Arya Penangsang diperintahkan untuk menebus dosanya dengan menjalankan bertapa nungsang (bertapa dengan kepala di bawah dan kaki menggantung di dahan) di Sendang Bulusan.
Dengan kegagalan ini, Arya Penangsang tidak hanya kehilangan kesaktiannya, tetapi juga harus menjalani penarikan diri yang ekstrem, meninggalkan Hadiwijaya sebagai pemenang spiritual yang kini siap menghadapi konflik terbuka.
Daftar Pustaka
1. Akasah, H. (Arya Penangsang: Perebutan Tahta Kesultanan Demak). (n.d.).
2. Graaf, H. J. de, & Pigeaud, Th. G. Th. (1985). Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram. Grafiti Pers.
3. Kasri, M. K., & Semedi, P. (2008). Sejarah Demak: Matahari Terbit di Glagahwangi.
4. Moelyono Sastronaryatmo. (2011). Babad Jaka Tingkir (Babad Pajang). Perpustakaan Nasional.
5. Serat Babad Demak (Alih Aksara). (2023). Krisna Arimurti, Siti Amanah, Tio Cahya Sadewa.
6. Tim Penyusun. (2001). Legenda Ki Ageng Banyubiru dan Joko Tingkir: Ds. Jatingarang. Sub Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Sukoharjo.
