Upacara Selamatan Pembangunan Rumah: Ritual Tirakatan dan Sesaji
Sebelum mendirikan rumah diadakan tirakatan (jaga semalam) dan selamatan dengan sesaji. Tujuannya memohon keselamatan. Pelajari ritual tirakatan, sesaji penolak bala (uang logam tembaga), dan makanan utama (Nasi Wuduk & Ayam Ingkung).
BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Bagi masyarakat tradisional Jawa Tengah, proses pendirian rumah (papan) tidak hanya mencakup aspek teknis konstruksi (phisik) seperti pemilihan kayu jati atau pembuatan sambungan purus dan pantek (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 145), tetapi juga aspek spiritual dan adat istiadat (non phisik) (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 24). Hal ini didasari oleh keyakinan bahwa antara rumah, tanah, dan manusia penghuninya merupakan suatu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 123).
Untuk memastikan keselamatan (selamat) dan kesejahteraan penghuni, seluruh proses pembangunan rumah harus melalui Tata Cara Tradisional (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 211), salah satunya adalah rangkaian upacara selamatan dan pemberian sesaji. Upacara ini diadakan setelah pemilik rumah menentukan hari baik yang cocok untuk memulai pendirian (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 221).
Tujuan utama dari upacara selamatan dan sesaji adalah untuk memperoleh keselamatan hidup dan bebas dari gangguan, baik dari makhluk halus, arwah nenek moyang, ataupun kekuatan-kekuatan supranatural lainnya (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 219).
Tirakatan Malam Hari: Memohon Restu Alam Batin
Pada malam sebelum hari baik yang telah ditentukan untuk mendirikan saka guru (tiang utama) dimulai, harus diadakan upacara yang disebut Tirakatan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 221).
Tirakatan adalah jaga semalam suntuk yang dilakukan pemilik rumah dengan mengundang tetangga dan sanak saudara untuk ikut berdoa memohon berkat dan keselamatan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 221). Tempat tirakatan adalah di lokasi tanah atau pekarangan yang akan didirikan bangunan itu (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 221).
Dalam acara tirakatan ini, ada aturan ketat yang harus dipatuhi:
1. Dilarang Keras Hiburan: Acara tidak boleh diselingi dengan hiburan yang bersifat judi, misalnya main bertaruh, adu ayam, dan sejenisnya (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 222).
2. Aktivitas Spiritual: Yang diperbolehkan adalah mengaji, membaca buku babad (kronik sejarah), atau buku-buku tentang pengajaran ethika (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 222). Lebih baik lagi jika acara ini disertai dengan tahlilan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 222).
3. Pelaksanaan: Acara dipimpin oleh seorang Modin (pegawai masjid yang mahir membaca doa dari ayat Al-Qur'an) atau orang tua berwibawa di desa tersebut, khususnya di bidang kerohanian/kepercayaan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 220).
Kehadiran tetangga pada upacara selamatan dan tirakatan merupakan dukungan, restu, dan pernyataan setia kawan, sejalan dengan sistem gotong-royong yang merupakan ciri khas masyarakat Jawa (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 220, 234).
Makanan Selamatan: Menghormati Cikal Bakal
Apabila sudah larut malam, sekitar pukul 01.00, dimulailah upacara selamatan atau kenduri (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 222). Selamatan adalah upacara makan bersama makanan yang telah diberi doa-doa sebelum dibagi-bagikan kepada hadirin (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 219).
Makanan utama yang dihidangkan dalam selamatan tersebut meliputi:
• Nasi Wuduk (nasi dimasak dengan santan kelapa dan kunyit) dan lauknya Ayam Ingkung (ayam yang utuh) (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 222).
• Nasi Golong Sembilan Pasang (nasi yang dibuat dalam bentuk bulat-bulat). Lauknya terdiri dari pecel ayam, sayur menir, daging kerbau, tempe, dan ikan asin goreng (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 223).
• Jajan Pasar (kue-kue yang dibeli di pasar) (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 223).
• Jenang Baro-baro (jenang putih yang di tengahnya ada jenang merah) (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 223).
Maksud dari selamatan dan sesaji ini adalah untuk memberi korban makanan kepada danyang (roh penguasa) wilayah itu (cikal bakal Semarabumi) (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 223). Selain makanan tersebut, ada juga sesaji khusus yang diperuntukkan bagi danyang setempat agar mengizinkan pendirian rumah, yaitu jenang merah dalam takir (wadah dari daun pisang) dan jenang katul (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 226).
Sesaji Penolak Bala: Simbol Perlindungan Konstruksi
Selain makanan untuk kenduri, disajikan pula berbagai benda sebagai sesaji yang ditempatkan di titik-titik strategis di sekitar lokasi pembangunan, masing-masing dengan fungsi dan maknanya sendiri:
• Sesaji untuk Roh Halus Wanita: Sesisir pisang raja, pisang ayu, sirih, pinang, tembakau, dan kaca cermin, semuanya dijadikan satu (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 223, 224).
• Uang Logam Tembaga (Penolak Bala): Delapan buah uang logam tembaga dipasang pada setiap catokan (sambungan balok) kerangka, masing-masing sebiji (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 224). Sesaji ini ditujukan sebagai penolak bala terhadap jenis kayu yang kurang baik yang mungkin digunakan dalam konstruksi (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 224).
• Penyimpan Rejeki: Lima buah empluk berisi beras (empat diletakkan di tiap sudut rumah, dan satu di tengah) bertujuan agar rejeki senantiasa datang pada keluarga (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 225, 227).
• Penolak Pencuri: Tikar, dupa, pelita dijadikan satu tempat (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 225), serta sebuah kelapa diletakkan di tengah rumah, keduanya berfungsi sebagai penolak bala terhadap pencuri atau perampok agar tidak datang mengganggu (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 225).
• Keselamatan Kolektif: Empat kendi penuh air dan semangkuk kembang setaman (bunga) diletakkan di tengah lantai, maksudnya agar para tamu pria/wanita dan para pekerja mendapatkan berkat selamat (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 224).
Rangkaian selamatan dan sesaji ini menjadi landasan spiritual yang diyakini memastikan bahwa pembangunan rumah, yang merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang sangat penting (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 64), dapat berjalan dengan lancar dan membawa kemakmuran bagi seluruh keluarga.
Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1985). Arsitektur tradisional daerah Jawa Tengah (Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jawa Tengah Tahun Anggaran 1981/1982, Cetak Ulang 1985-1986). Proyek IDKD Jawa Tengah.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1985b). Isi dan kelengkapan rumah tangga tradisional menurut tujuan, fungsi dan kegunaannya daerah Jawa Tengah (Hasil Penelitian Tahun 1982/1983). Proyek IDKD Jawa Tengah.