Warna Mistis Pendapa Mangkunegaran: Perlindungan dari Hawa Buruk
Langit-langit Pendapa Mangkunegaran dihias motif modhang (nyala api) dan delapan warna simbolis. Pelajari bagaimana warna-warna ini berfungsi menolak amarah, takut, dan pikiran jahat bagi kaum ningrat.
BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Pura Mangkunegaran di Surakarta, yang didirikan oleh Mangkunegara I (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 84; Ashadi, 2018, p. 113), adalah salah satu pusat kebudayaan Jawa yang memadukan bentuk arsitektur tradisional—seperti Joglo—dengan sentuhan modern dalam konstruksinya (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 87, 116).
Bangunan utamanya, Pendapa, yang berbentuk Joglo Hageng (Joglo Besar) (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 117), tidak digunakan sebagai tempat tinggal, melainkan secara eksklusif untuk jamuan-jamuan, upacara-upacara resmi, dan pertunjukan tari-tarian (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 114). Karakter megah dan berwibawa dari Pendapa ini didukung kuat oleh elemen dekoratifnya, terutama pada bagian langit-langit atau plafon, yang bukan sekadar hiasan, melainkan manifestasi dari filsafat hidup dan upaya perlindungan spiritual.
Motif Modhang (Nyala Api) dan Simbol Kesucian
Dekorasi pada langit-langit Pendapa Joglo Hageng Mangkunegaran merupakan hasil karya penting yang dibuat pada tahun 1937, atas perintah Mangkunegara VII (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 183, 184). Perancang gambarnya (designer) adalah Ir. Kaarstens (kemungkinan Ir. Th. Karsten, seorang arsitek Belanda) dan pelukisnya adalah seniman terkenal saat itu, Liem Tho Hien (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 184).
Plafon Pendapa ini berbentuk persegi panjang dan dibagi menjadi delapan bidang persegi yang ukurannya sama besar (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 184).
Motif utama yang menghiasi langit-langit ini dinamakan motif Modhang, yang berarti nyala api (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 184). Motif modhang ini memiliki sejarah panjang, berasal dari koleksi miniatur Jawa Kuno yang disebut Kumudawati, dan dikenal sebagai motif batik sejak zaman Kediri (Janggala) (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 184). Bagi orang Jawa, motif nyala api melambangkan roh atau kesucian (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 184).
Di pusat masing-masing bidang terdapat motif bintang bersudut delapan, yang dikelilingi oleh motif meander (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 185).
Delapan Warna Simbolis: Menolak Amarah dan Hawa Buruk
Yang membuat dekorasi langit-langit Pendapa Mangkunegaran menjadi unik dan sangat filosofis adalah penggunaan delapan warna simbolis yang mengisi delapan bidang persegi tersebut (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 184, 186). Warna-warna ini tidak dipilih secara acak, melainkan memiliki nilai mistis atau magis yang kuat, berfungsi sebagai penolak bala (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 186):
Warna |
Fungsi Simbolis
(Menolak) |
Kuning |
Rasa mengantuk
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 186). |
Biru |
Sakit
penyakit (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 186). |
Hitam |
Rasa lapar (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 186). |
Hijau |
Rasa angkara
murka (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 186). |
Putih |
Rasa birahi
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 186). |
Oranye |
Rasa takut
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 186). |
Merah |
Rasa amarah
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 186). |
Ungu |
Pikiran jahat
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 186). |
Warna-warna ini dimaksudkan agar penghuni keraton—khususnya Mangkunegara—terhindar dari hal-hal negatif tersebut (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 186). Di sekeliling motif pusat tersebut, warna putih digunakan untuk menggambarkan sinar terang yang memancar dari pusat (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 185), yang kemudian disambut oleh motif nyala api yang berwarna merah hingga kecokelatan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 185).
Penggunaan Prada Emas: Menegaskan Keagungan
Selain dekorasi langit-langit, Pendapa Joglo Hageng juga dihiasi oleh elemen-elemen yang menunjukkan status keagungan:
• Saka Guru dan Prada Emas: Tiang-tiang (saka guru) Pendapa, serta semua balok (blandar dan pengeret) yang menopangnya, dicat berwarna hijau. Meskipun tidak memiliki relief, bagian siku-siku tiang, blandar, dan pengeret disayat miring dan bekas sayatan ini diberi warna prada emas (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 183).
• Simbol Keagungan: Warna prada emas (emas tempel) secara eksplisit digunakan untuk menyatakan keagungan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 183). Warna ini juga dipoleskan di sepanjang kayu pembatas keliling antara langit-langit atap Joglo dan terasnya (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, p. 183).
Kehadiran warna mistis, motif suci, dan prada emas di Pendapa Mangkunegaran menegaskan bahwa arsitektur Joglo di lingkungan keraton berfungsi sebagai wadah untuk mengekspresikan sistem nilai kebudayaan dan gagasan arsitektur yang bersifat spiritual dan hierarkis (Ashadi, 2018, p. 43, 44, 47).
Daftar Pustaka
Ashadi. (2018). Kearifan lokal dalam arsitektur. Arsitektur UMJ Press.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1985). Arsitektur tradisional daerah Jawa Tengah (Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jawa Tengah Tahun Anggaran 1981/1982, Cetak Ulang 1985-1986). Proyek IDKD Jawa Tengah.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1985b). Isi dan kelengkapan rumah tangga tradisional menurut tujuan, fungsi dan kegunaannya daerah Jawa Tengah (Hasil Penelitian Tahun 1982/1983). Proyek IDKD Jawa Tengah.