Gpd6GfWoTSC5TSA9TpCoGUCoBY==
Anda cari apa?

Labels

Kebangkitan Patih Natakusuma dan Kemakmuran Kartasura

Danureja membuang Martayuda ke Jakarta. Natakusuma diangkat Patih. Kartasura makmur di bawah kepemimpinan baru.

Momen dramatis pelantikan Patih Adipati Natakusuma di Keraton Kartasura. Sosok muda berwibawa disinari cahaya, dihormati oleh pejabat Jawa dan Kompeni Belanda yang membungkuk takzim.
Momen dramatis pelantikan Patih Adipati Natakusuma di Keraton Kartasura. Sosok muda berwibawa disinari cahaya, dihormati oleh pejabat Jawa dan Kompeni Belanda yang membungkuk takzim.(generatif Gemini)


BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Keraton Kartasura, pada paruh pertama abad ke-18, adalah sarang intrik kekuasaan yang tak pernah kering. Pergantian takhta dan perebutan pengaruh antara faksi Jawa dan intervensi Kompeni (Belanda) telah menciptakan pusaran politik yang menuntut keahlian, otoritas, dan keberanian. Di tengah ketidakpastian ini, muncul dua sosok patih yang memiliki nasib sangat kontras: Adipati Danureja dan penggantinya, Adipati Natakusuma.

Kasus Ngabehi Martayuda dan Peran Patih Danureja dalam Pembuangannya

Awalnya, di bawah kepemimpinan Patih Danureja (nama baru Tumenggung Cakrajaya), Kartasura menunjukkan ketegasan dalam menghadapi upaya Kompeni mencampuri urusan internal kerajaan. Puncak ketegasan ini terlihat dalam penanganan kasus Ngabehi Martayuda.

Martayuda, yang merupakan anak keponakan dari mendiang Dipati Semarang Suradimenggala, kembali ke Semarang dan menuntut hak kedudukan (lungguh) ayahnya sebagai bupati kepada Komisaris Dulkub. Danureja segera menanggapi langkah ceroboh ini dengan tindakan cepat. Ia memanggil Martayuda kembali ke Kartasura, menempatkannya sementara di Kapatihan.

Danureja, menunjukkan otoritas penuhnya, mengirim surat yang isinya sangat tegas dan pedas kepada Komisaris Dulkub di Semarang. Surat tersebut menekankan bahwa pengangkatan dan penetapan bupati adalah hak prerogatif mutlak Susuhunan Kartasura, bukan wewenang kumpeni. Kompeni "tidak berhak mencampuri" segala masalah yang mengenai pemerintahan lokal.

Sikap Danureja yang menggarisbawahi kedaulatan raja ini membuat Komisaris Dulkub gemetar ketakutan, ia berkeringat di sekujur badannya. Dulkub segera membalas surat, meminta maaf, dan berjanji tidak akan mencampuri urusan Kartasura—khawatir hubungannya dengan Betawi memburuk.

Setelah kasus ini dikendalikan, hukuman terhadap Martayuda dilaksanakan. Keris Martayuda segera dilucuti. Martayuda, bersama istri dan anak-anaknya, akhirnya diserahkan kepada Komisaris Dulkub di Semarang untuk selanjutnya dibuang ke Jakarta (Betawi). Tindakan ini menyingkirkan potensi bibit masalah di Semarang dan menegaskan kembali kekuasaan Kartasura, bahkan terhadap sanak keluarga patih sendiri.

Pencopotan Danureja dan Pengangkatan Tumenggung Natawijaya sebagai Patih Natakusuma

Meskipun menunjukkan keahlian (Expertise) dalam politik luar negeri, kekuasaan Danureja yang terlalu besar justru menjadi bumerang. Sang Raja (Susuhunan) kemudian menaruh amarah karena merasa Danureja merintangi kehendaknya sebagai raja.

Puncaknya, raja menuduh Danureja "merintangi kehendakku sebagai raja" dan "merusak negaranya" (nyukeri nagaraningsun). Raja segera memerintahkan Tumenggung Tirtawiguna membuat surat kepada Jenderal di Betawi, meminta Danureja diserahkan kepada kumpeni dan dibuang ke pulau seberang. Raja bahkan menyatakan, "Aku sudah tak sudi memakai tenaga Patih Danureja lagi".

Pencopotan Danureja terjadi dengan dramatis di Semarang, tempat ia menunggu panggilan (Trustworthiness). Pada hari Kamis Manis, bulan Sura, tahun Jimakir, tanggal 17, Ideler Konyit menyita keris Danureja (disendhal). Peristiwa penahanan ini diabadikan dalam sengkalan: Naga Lelima Karengeng Rupa. Danureja yang ditahan hanya bisa menangis sedih. Ia menyesal: "Baya silih raganingsun winales Pangeran Arya" (Barangkali tubuhku dibalas oleh Pangeran Arya). Harta Danureja di Kartasura dirampas habis, dan ia sendiri dibuang ke Selong.

Pasca kekosongan kekuasaan, Tumenggung Natawijaya dengan cepat diangkat sebagai Patih mendampingi raja. Ia diberikan gelar Dipati Natakusuma. Upacara pengangkatannya yang meriah di Siti Bentar pada hari Soma Manis, 27 Sapar, tahun Jimakir, diabadikan dalam sengkalan: Naga Lelima Angoyak Bumi.

Kartasura di Bawah Natakusuma: Kemakmuran dan Penangkapan Pangeran Arya

Di bawah Patih Natakusuma, Kartasura memasuki era kemakmuran dan ketenangan. Sumber menyebutkan bahwa negeri Kartasura "langkung arja kang nagari kalawan kang kina-kina" (jauh lebih makmur dari sebelumnya). Rakyat kecil (wong cilik) merasa aman dan bahagia, merasakan pengayoman dan keadilan raja.

Kestabilan ini ditegaskan dengan langkah penting Natakusuma sebagai patih baru. Ia diutus ke Jakarta untuk berunding dengan Jenderal Pagohardiyan, salah satunya untuk meminta pemulangan sentana (kerabat raja) dari Selong. Raja ingin agar pusaka-pusaka penting Jawa, seperti keris (waos), pakaian (rasukan), dan bende Ki Bicak, yang terbawa ke Selong, dapat kembali ke Tanah Jawa. Natakusuma berhasil membawa kembali rombongan sentana tersebut, menunjukkan keahliannya dalam diplomasi dan administrasi.

Meskipun penangkapan Pangeran Arya Amangkunagara (Pangeran Dipati Anom) terjadi sebelum era Natakusuma, peristiwa itu merupakan kunci stabilitas politik yang diwarisi Natakusuma. Pangeran Arya, yang dirundung kesedihan setelah ayahnya wafat dan memiliki ambisi politik, ditangkap atas perintah Danureja karena dianggap berbuat tipu daya dan menimbulkan masalah. Pangeran Arya ditahan di loji dan dibuang ke Semarang, lalu diteruskan ke Betawi. Pembuangan Pangeran Arya Amangkunagara dan pembersihan kerabat Danureja yang tersisa memastikan bahwa tidak ada lagi ancaman domestik yang serius terhadap takhta.

Di masa Natakusuma, Kartasura menjadi kerajaan yang tentram dan makmur. Kedudukan Natakusuma yang stabil dan kemampuannya meredam konflik politik memastikan bahwa rakyat dapat menjalani hidup dengan tenang dan aman. Kebangkitannya sebagai Patih menjadi penanda era baru yang damai.***

0Komentar

Tambahkan komentar

Info

  • Griya Lestari D3 12A, Ngaliyan, Kota Semarang
  • +628587503514
  • redaksibabad.id@gmail.com