Asal Usul Mataram: Dari Ki Ageng Pamanahan hingga Cikal Bakal Dinasti

Daftar Isi
Ki Ageng Pamanahan dan Senapati: Kisah pendirian Dinasti Mataram. Dari tanah pedalaman Majapahit hingga rebut kekuasaan Pajang.

Penobatan Kekuatan di Laut Selatan: Panembahan Senapati dan Dewi Segara Kidul.
Ilustrasi Penobatan Kekuatan di Laut Selatan: Panembahan Senapati dan Dewi Segara Kidul.(Generatif Gemini)

BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Menyingkap episode awal kebangkitan Mataram selalu terasa seperti berjalan di ruang gelap. Ini adalah periode transisi, di mana Kerajaan Majapahit yang "kafir" mulai beralih ke Kerajaan Islam.

Para sejarawan Jawa pada abad ke-17 dan ke-18—terutama mereka yang terikat pada Keraton Mataram—cenderung memandang era Pajang, pendahulu Mataram, hanya sebagai masa peralihan belaka. Kesulitan utama dalam merekonstruksi sejarah awal Mataram adalah menyeimbangkan riwayat legendaris (babad) dengan data historis yang akurat.

Karya-karya Dr. H.J. de Graaf, seorang sejarawan Belanda yang sangat menghargai sejarah Jawa, menjadi panduan penting dalam upaya ini. Dalam usahanya merekonstruksi sejarah, De Graaf menggali sumber-sumber lokal yang kaya legenda dan mitos, seperti Babad Tanah Djawi, Serat Kandha, dan Babad Sangkala, serta membandingkannya dengan sumber-sumber Belanda dan Portugis.

Buku terjemahan "Awal kebangkitan Mataram - masa pemerintahan Senapati" ini sendiri berasal dari judul asli De Regering van Panembahan Senapati Ingalaga. Penulisannya berupaya menyingkirkan tokoh-tokoh yang tidak historis, termasuk nenek moyang Senapati, guna mengikis kisah-kisah legendaris yang membungkus pendirian Kerajaan Mataram Baru.

Ki Ageng Sela, Kekerabatan, dan Dongeng Legendaris

Keluarga raja Mataram, yang kemudian dikenal sebagai Wangsa Mataram, dipercaya merupakan keturunan dari Ki Ageng Sela. Selain itu, Mataram didirikan oleh sejumlah perintis: Danang Sutawijaya (Senapati), Ki Ageng Pamanahan, Ki Ageng Enis, Ki Juru Martani, dan Ki Panjawi.

Babad Tanah Djawi melukiskan bahwa Ki Gede Pamanahan adalah cucu dari Ki Gede Sesela. Sesela sendiri adalah kota tua yang terletak di daerah Grobogan. Keturunan raja-raja Mataram pada abad ke-17 bahkan menganggap daerah kecil Sesela di Grobogan sebagai tanah asal keluarga raja mereka.

Jaka Tingkir (Sultan Pajang), Ki Panjawi (kelak menjadi raja Pati), dan Ki Gede Pamanahan pada masa muda mereka mengabdi di Keraton Demak sebagai anggota korps Tamtama, sebuah kehormatan istimewa yang hanya diperuntukkan bagi pemuda kerabat penguasa daerah.

Silsilah dan hubungan kekeluargaan ini sering kali dibingkai dalam narasi yang dramatis:

1. Ki Panjawi: Seorang kawan seperjuangan Ki Pamanahan, kemudian diangkat menjadi raja di Pati.

2. Ki Juru Martani: Paman sekaligus penasihat Senapati. Ia bertindak sebagai penengah antara Senapati dan Dewi Segara Kidul (Nyi Roro Kidul).

3. Panembahan Senapati: Mengambil gelar sebagai raja Mataram merdeka pada tahun 1586, menggantikan ayahnya.

Kisah-kisah Mataram ini menunjukkan adanya ambisi untuk menonjolkan asal usul "Jawa asli," berbeda dengan raja-raja Demak atau Jepara yang moyangnya dianggap memiliki darah asing atau keturunan Cina. Hal ini juga diperkuat dengan legenda yang menghubungkan Ki Pamanahan dan Panembahan Senapati dengan kekuatan mistis asli Jawa, seperti persahabatan dengan Ki Gede Giring, sang penyadap nira, dan ikatan Senapati dengan Dewi Segara Kidul di Laut Selatan.

Kiai Ageng Pamanahan dan Penetapannya di Mataram

Sebelum menjadi kerajaan yang kuat, Mataram merupakan daerah pedalaman yang terpencil, terletak di antara Sungai Opak dan Progo. Pada abad ke-14, Mataram hanyalah "tanah mahkota" Majapahit yang tidak begitu penting.

Ki Gede Pamanahan, moyang raja-raja dinasti Mataram, dilukiskan sebagai tokoh yang berasal dari golongan masyarakat sederhana. Kedudukannya di Keraton Pajang adalah sebagai abdi dan anak emas raja.

Peran penting Ki Pamanahan dimulai saat ia bersama putranya, Senapati, berjasa besar dalam memenangkan pertempuran melawan Aria Panangsang dari Jipang. Kemenangan ini membuka peluang bagi Ki Pamanahan dan Ki Panjawi untuk memerdekakan diri di daerah masing-masing.

Penugasan Pembukaan Hutan

Sekitar perempat ketiga abad ke-16, Sultan Pajang menugaskan Ki Pamanahan—yang masih menjadi panglimanya—untuk menduduki dan membuka daerah tetangga Mataram, yang pada saat itu sebagian besar masih berupa hutan belantara.

Penunjukan ini terjadi setelah jatuhnya Aria Panangsang, dan hal ini secara strategis mencegah pengikut keluarga Jipang mendapatkan basis pertahanan di Jawa Tengah sebelah selatan. Mataram yang baru dibuka ini dianggap berada di bawah kekuasaan Pajang.

Ki Pamanahan mulai bekerja di Mataram sekitar tahun 1558 M.. Ia tidak menjumpai penguasa setempat yang harus dikalahkan, melainkan hanya melakukan kegiatan membuka hutan.

Pendirian Kotagede dan Status Bawahan

Ki Gede Pamanahan mendirikan keraton barunya di Kotagede (tidak jauh dari Yogyakarta sekarang) pada tahun 1577. Ia memerintah di sana dengan gelar Ki Gede Mataram.

Meskipun mulai membangun basis kekuasaan, Ki Pamanahan tetap merupakan penguasa bawahan yang setia dan patuh kepada Sultan Pajang hingga akhir hayatnya. Ia meninggal pada tahun 1583 atau 1584 M..

Kelahiran Dinasti

Baru setelah Ki Pamanahan wafat, putranya, Sutawijaya (Raden Mas Jolang), yang kemudian dikenal sebagai Panembahan Senapati Ingalaga, mulai menunjukkan sikap membangkang terhadap Pajang dan memerdekakan Mataram. Peristiwa ini, yang ditandai dengan pengakuan kekuasaan tertinggi di Jawa Tengah bagian selatan, dapat ditempatkan pada tahun 1588. Senapati berhasil membangun fondasi negara yang kokoh, menjadikannya raja Jawa pertama dari dinasti yang kemudian bergelar Sultan pada masa cucunya, Sultan Agung.***

babad.id | Stori Loka Jawa
babad.id | Stori Loka Jawa babad.id | Stori Loka Jawa merupakan media online berbasis multimedia dengan konten utama seputar seni, budaya dan sejarah Jawa. Babad.id juga membuka ruang opini kepada penulis lepas.