Gpd6GfWoTSC5TSA9TpCoGUCoBY==
Anda cari apa?

Labels

Perluasan Wilayah Pemberontak: Penaklukan Madiun, Magetan, dan Panaraga

Dipati Natapura dan Demang Kartayuda menyerbu Madiun, Magetan, Panaraga, dan Kediri. Herucakra menuju Madiun. Pasukan Kartasura kalah di Keduwang.

Ilustrasi dramatis bergaya cinematic classic oil painting ala Romantisisme. Menggambarkan puncak ekspansi pemberontak Jawa di Jatim (Babad Kartasura), dipimpin Demang Kartayuda dan Dipati Natapura di tengah suasana perang yang agung.
Ilustrasi dramatis bergaya cinematic classic oil painting ala Romantisisme. Menggambarkan puncak ekspansi pemberontak Jawa di Jatim (Babad Kartasura), dipimpin Demang Kartayuda dan Dipati Natapura di tengah suasana perang yang agung.(Generatif Gemini)


BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Kisah tentang perebutan kekuasaan di Jawa era Kartasura selalu menyajikan drama politik yang brutal dan ekspansi wilayah yang berdarah. Di tengah gejolak pemberontakan yang dipimpin oleh faksi Pangeran Purbaya dan Sultan Balitar, muncul figur-figur kunci seperti Dipati Natapura, Demang Kartayuda, dan Panembahan Herucakra yang berusaha mengukir kedaulatan di wilayah timur, termasuk Magetan, Madiun, dan Panaraga. Ekspansi ini tidak hanya memperluas peta konflik tetapi juga menunjukkan ketangguhan pasukan pemberontak yang dipersenjatai dengan semangat perlawanan.

Perluasan ini terjadi sebagai balasan atas kekalahan beruntun yang diderita oleh pihak Kartasura. Bahkan, salah satu kekalahan awal yang signifikan dicatat ketika pasukan Kartasura yang dipimpin Ki Natayuda harus mundur setelah menderita luka pada paha kirinya saat bertempur di Keduwang. Pangeran Amangkurat Mas (dikenal sebagai Sunan Kendhang) juga sempat mengungsi ke Keduwang bersama bala tentaranya.

Penyerbuan Kartayuda ke Mancanegara (Magetan, Panaraga, Kediri)

Pada masa genting tersebut, front timur dikuasai oleh faksi Surengkewuh (Surabaya), yang dimotori oleh Adipati Jayapuspita dan adiknya, Panji Kartayuda. Panji Kartayuda, bersama pasukannya, menerima perintah untuk menyerang mancanegara Kartasura.

Pasukan Surengkewuh kemudian bergerak cepat menuju wilayah timur, sebuah strategi yang bertujuan melemahkan fondasi ekonomi dan militer Kartasura. Serangan gencar Kartayuda mencakup Wirasaba. Bupati Wirasaba yang kalut segera mengungsi dan berkumpul ke negeri Kediri (Daha). Namun, Kediri pun tidak luput dari incaran. Pasukan Panji Kartayuda berhasil mengalahkan prajurit Kediri yang dikenal gigih. Kediri akhirnya jatuh ke tangan Kartayuda.

Adik Kartayuda, Dipati Natapura, turut berperan sentral. Natapura, yang digambarkan sebagai sosok yang "senang berolok-olok (gecul), orangnya lucu sejak kecil", diperintahkan untuk memimpin 700 prajurit pilihan dari Japan untuk menyerang Kartasura. Pasukannya bergerak ke selatan, melewati Picis, dan mendirikan perkemahan di desa Ngaren. Mereka menyerbu daerah-daerah di bang-wetan (pinggiran timur) Kartasura. Natapura memimpin pasukannya dengan semangat balas dendam atas kematian adiknya, Sasranagara.

Penyerbuan Pasukan Surengkewuh di Bawah Demang Kartayuda

Setelah berhasil menaklukkan beberapa wilayah mancanegara, pasukan Surengkewuh di bawah kendali Natapura dan Kartayuda (adik-adik Dipati Jayapuspita) menjadi semakin percaya diri. Natapura memimpin pasukannya bergerak gesit, "melebur pasukan Kartasura" di pinggiran batas daerah bang-wetan. Kekuatan Natapura begitu menonjol, bahkan Patih Danureja sampai harus meminta izin raja untuk menurunkan Ngabehi Tohjaya khusus untuk "mengimbangi gerakan si Natapura itu".

Pasukan Natapura menggunakan taktik gerilya yang efektif, membuat gangguan di luar kota Kediri. Mereka membagi pasukan menjadi empat bagian untuk menutup jalan logistik pasukan Tumenggung Kartanegara, menyebabkan anak buah Kartanegara kesulitan mencari makan. Serangan-serangan Surengkewuh, termasuk yang dipimpin Panji Kartayuda, terus meluas hingga Sedayu, Tuban, dan Jipang.

Pengangkatan Raja Herucakra di Madiun dan Gelar Adipati Panatagama

Sementara Natapura dan Kartayuda aktif di medan laga, para pemimpin pemberontakan mencari basis pertahanan baru. Panembahan Herucakra (yang sebelumnya dikenal sebagai "Sunan Kuning" di Santenan, tetapi juga disebut sebagai "Panembahan" dalam konteks ini), yang sebelumnya mengalami kekalahan dan terpisah, kemudian bergabung kembali dengan Sultan Balitar dan Panembahan Purbaya.

Setelah mengalami kekalahan di Magetan (karena diserang oleh Amral Baritman dan pasukan Kartasura), Herucakra (yang dalam sumber disebut Panembahan Herucakra) dan Sultan Balitar terpaksa mengungsi ke arah timur. Mereka tiba di Madiun, dan kemudian melanjutkan perjalanan ke wilayah Panaraga.

Di Panaraga, tepatnya di desa Kaweran, Panembahan Herucakra dan Sultan Balitar beristirahat. Namun, pelarian ini tidak sepenuhnya aman. Di sana, Sultan Amangkurat Mas (disebut juga Sunan Kendhang) dan Herucakra berusaha mengumpulkan kekuatan dan membuat pertahanan, meski dikejar terus-menerus oleh pasukan kumpeni. Diceritakan bahwa di Panaraga, Sultan Amangkurat Mas (Sunan Kendhang) berusaha "mengambil garogolan" (berburu kijang) untuk menenangkan diri, meskipun pasukannya sudah kocar-kacir.

Meskipun Herucakra dikenal sebagai sosok yang ambisius untuk berdaulat—seperti klaimnya untuk berkuasa di Santenan sebagai Sunan Kuning, atau ketika ia "langsung menyeberang dan memilih untuk berdiri sendiri" (Moelyono Sastronaryatmo, 2021)—sumber tidak mencatat bahwa ia secara spesifik diangkat dengan gelar Adipati Panatagama di Madiun. Gelar Panatagama justru merupakan bagian dari gelar raja Kartasura yang sah, Kangjeng Susuhunan Pakubuwana. Namun, Herucakra memang berada di Madiun dan Panaraga sebagai basis terakhir perlawanannya sebelum akhirnya tertangkap di Magetan dan diasingkan ke Pulau Kap.

Perluasan wilayah pemberontak di timur Jawa, meskipun awalnya berhasil menduduki Kediri dan menimbulkan kekacauan, pada akhirnya tidak mampu menahan kekuatan gabungan Kartasura dan Kompeni Belanda. Seperti kapal yang berlayar dengan awak yang terpecah, meskipun berhasil merebut pelabuhan kecil, tanpa dukungan logistik dan pengakuan penuh, para pemberontak pada akhirnya akan ambruk di bawah gelombang besar kekuasaan pusat yang bersenjata lengkap.

Daftar Pustaka

Moelyono Sastronaryatmo. (n.d.). Babad-Kartasura-II. 

Moelyono Sastronaryatmo. (n.d.). babad kartasura I. 

0Komentar

Tambahkan komentar

Info

  • Griya Lestari D3 12A, Ngaliyan, Kota Semarang
  • +628587503514
  • redaksibabad.id@gmail.com