Gpd6GfWoTSC5TSA9TpCoGUCoBY==
Anda cari apa?

Labels

Surengrana, Bali, dan Madura: Koalisi Melawan Kartasura dan Kumpeni

Surengrana mendapat bantuan 1000 prajurit Bali. Kumpeni mengubah strategi dari meriam ke duel satu lawan satu. Korban Kapten dan Litnan.

Ilustrasi Jayapuspita berdiri tenang di tengah pertempuran sengit di Benteng Surengkewuh. (Generatif Gemini)
Ilustrasi Jayapuspita berdiri tenang di tengah pertempuran sengit di Benteng Surengkewuh. (Generatif Gemini)


BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Usaha penangkapan Jayapuspita oleh Kumpeni (Vereenigde Oostindische Compagnie) di Jawa Timur pada periode Kartasura mencapai klimaksnya, melibatkan koalisi kekuatan lokal yang tak terduga: Surabaya, Madura, dan bahkan bantuan dari Bali.

Perang yang tercatat dalam Babad Jawi Jilid III ini menampilkan Dipati Jayapuspita, yang kemudian bergelar Adipati Panatagama, bersekutu erat dengan Surengrana (juga dikenal sebagai Panji Lamongan) untuk melawan pasukan Mataram dan Kumpeni. Koalisi ini tidak hanya mengandalkan kekuatan tradisional Jawa, tetapi juga memperkuat diri dengan merekrut pasukan berdasarkan janji spiritual, mengubah medan laga menjadi arena pertumpahan darah yang memaksa Kumpeni mengubah total taktik perangnya.

Dukungan Prajurit Bali yang Dibawa Panji Balelong dan Surengrana

Dalam serangkaian pertempuran sengit melawan serdadu Kumpeni, Surengrana berhasil memperoleh dukungan militer signifikan dari timur. Surengrana mendapatkan bantuan prajurit Bali sebanyak seribu orang.

Pasukan ini dibawa oleh tokoh bernama Panji Balelong Bali. Surengrana mengundang seribu prajurit tersebut sebagai sekutu. Panji Balelong dan pasukannya, yang disebut juga sebagai srayanira Surengrana (sekutu Surengrana), bertemu dengan Panji Surengrana dan Panji Kartayuda di desa Kapraban.

Laporan keberadaan pasukan Bali ini bahkan disampaikan langsung kepada Kanjeng Purbaya dan Pangeran Dipanegara di Kediri. Kehadiran sekutu dari Bali ini sangat penting. Pada satu titik pertempuran, ketika Dipati Jayapuspita diserang dan bertahan di Kaputran, Panji Balelong menyumbangkan dua ratus prajuritnya (Panji Balelong urun rong atus wadyanira) untuk membantu pertempuran.

Jayapuspita sendiri menyadari bahwa dukungan dari elemen agama dan Bali sangat krusial; ia pernah berkehendak bahwa jika mereka kalah, maka orang santri dan orang Bali lah yang diminta turun tangan untuk menolong. Dukungan ini terbukti berhasil memperkuat barisan Surengkewuh (Surabaya) dan para sekutunya melawan Kartasura dan Kumpeni.

Perubahan Strategi Perang Kumpeni di Bawah Kumendur Gobya

Awalnya, Kumpeni berusaha menangkap Jayapuspita dengan mengandalkan superioritas persenjataan, terutama meriam. Kumpeni bahkan memasang meriam di atas perbentengan untuk menggempur pertahanan lawan.

Namun, strategi ini menemui kegagalan besar. Pasukan Surengkewuh, yang memiliki tekad mati-matian, bertahan selama tujuh hari tujuh malam, mengimbangi tembakan meriam Kumpeni. Kumendur Gobya, pemimpin pasukan Kumpeni pada masa itu, kemudian menyadari kerugian besar yang diderita pasukannya.

Kumendur Gobya lantas mengubah siasat perangnya. Ia mengubah cara perang yang semula mengandalkan meriam, diubah dengan berperang satu lawan satu. Siasat baru Kumendur ini terbukti mematikan bagi pasukannya sendiri.

Dalam pertempuran sengit yang melibatkan pertempuran jarak dekat—menggunakan tombak, keris, dan duel fisik—Kumendur Gobya menyaksikan pasukannya hancur. Kumpeni kehilangan banyak sekali serdadu. Dalam satu serangan, Kumpeni kehilangan satu brigade penuh. Yang paling menyakitkan adalah jatuhnya para perwira. Kumpeni kehilangan pemimpin pasukan berpangkat Kapten dan dua orang Litnan terbunuh. Para korban tersebut termasuk Kapitan Kresgun, Litnan Panderle, dan Litnan Bebandem.

Melihat kerugian ini, Kumendur Gobya sempat merasa terhina, membanting topinya saking marahnya. Kumendur Gobya, yang dikritik Amiral Baritman karena terlalu buta terhadap siasat perang (Kumendur Gobya iku dennya ngangsahken bala langkung wuta siyasat), akhirnya dipanggil kembali ke Jakarta.

Perekrutan Pasukan dan Pengaruh Agama di Surengkewuh

Jayapuspita tidak hanya mengandalkan sekutu dari luar, tetapi juga memperkuat lini dalamnya di Surengkewuh (Surabaya) melalui perekrutan pasukan dengan basis spiritual yang kuat.

Warga Surabaya diundang untuk bergabung dalam barisan dengan janji yang luar biasa: Siapa pun yang junun (rajin) salat lima waktu akan dibebaskan dari kerja paksa, pajak hasil panen, dan pajak pengembara (linuputken ring karya lan takep turun tenapi pengawang awang). Mereka yang taat bahkan sering menerima hadiah (sring tampi peparing) dari Jayapuspita.

Kebijakan ini berhasil menciptakan kesetiaan yang tak tergoyahkan (tan mengeng pangidhepipun labuh mring Gusti tama). Pasukan yang direkrut memiliki semangat perang sabil. Banyak orang di wilayah Surengkewuh yang mendalami ilmu agama (keh jalma kang olah ngelmi).

Pasukan ini kemudian diorganisir menjadi unit-unit tempur tangguh, termasuk:

• Wong Sarageni

• Wong Talangpati (Seribu orang)

• Wong Dulangmangap (Seribu orang)

Pasukan-pasukan ini, didukung oleh semangat agama dan bantuan dari Madura (Pangeran Dipanegara) dan Bali, membentuk blok perlawanan yang sangat merepotkan Kumpeni dan Kartasura, menegaskan bahwa kesetiaan yang dimotivasi oleh janji keagamaan dan keadilan sosial dapat mengimbangi keunggulan logistik dan senjata musuh.***

0Komentar

Tambahkan komentar

Info

  • Griya Lestari D3 12A, Ngaliyan, Kota Semarang
  • +628587503514
  • redaksibabad.id@gmail.com