Tiga Tahun Pertama Senapati: Perebutan Keraton Pajang dan Kekuatan Demak

Daftar Isi

Setelah Ki Gede Mataram menutup mata selamanya, takhta kekuasaan di Jawa Tengah segera memasuki episode pergulatan yang menentukan. Sutawijaya, yang kemudian dikenal dengan gelar terpentingnya, Panembahan Senapati Ingalaga, mewarisi kewibawaan yang berakar dari Mataram, sebuah daerah perdikan pedalaman yang baru mekar.

Namun, Mataram muda ini harus menghadapi Pajang, pemegang hegemoni Jawa Tengah yang diwakili oleh Sultan Adiwijaya. Ketegangan antara menantu dan mertua spiritual ini memuncak menjadi konflik militer yang dicatat dalam babad sebagai "Pertempuran yang Menentukan".

Inilah narasi ringkas tentang ambisi, kepahlawanan, dan takdir yang meruntuhkan Pajang dan mengukuhkan fondasi Kerajaan Mataram Islam pada akhir abad ke-16.

Dalam gaya lukisan cat minyak klasik yang dramatis, ilustrasi ini mengabadikan momen krusial Pertempuran Prambanan (sekitar 1584-1587), yang menentukan hegemoni Jawa Tengah seperti yang diceritakan dalam Babad Tanah Djawi. Di latar belakang, Gunung Merapi meletus dahsyat, memuntahkan asap dan abu vulkanik yang mewarnai langit dengan nuansa merah marun yang mengancam, melambangkan intervensi gaib yang menyertai kebangkitan Panembahan Senapati.
Dalam gaya lukisan cat minyak klasik yang dramatis, ilustrasi ini mengabadikan momen krusial Pertempuran Prambanan (sekitar 1584-1587), yang menentukan hegemoni Jawa Tengah seperti yang diceritakan dalam Babad Tanah Djawi. Di latar belakang, Gunung Merapi meletus dahsyat, memuntahkan asap dan abu vulkanik yang mewarnai langit dengan nuansa merah marun yang mengancam, melambangkan intervensi gaib yang menyertai kebangkitan Panembahan Senapati. (Generatif Gemini)

BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Tahun 1584, Mataram berduka. Ki Ageng Mataram, alias Ki Pamanahan, wafat. Menurut Babad Tanah Djawi, setelah kematiannya, Raja Pajang (Sultan Adiwijaya) segera memanggil keluarga Mataram ke keraton. Ia mengurus pemeliharaan keturunan Ki Ageng Mataram dan menunjuk putranya, Ngabehi Loring Pasar, sebagai pengganti yang harus ditaati oleh anak-anaknya.

Ngabehi Loring Pasar, putra Ki Pamanahan, menerima gelar kehormatan Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama. Gelar tersebut kelak menjadi bagian tetap dari nama raja-raja Mataram.

Secara administratif, Mataram masih merupakan daerah bawahan (vazal) Pajang. Namun, Senapati memanfaatkan tiga tahun pertamanya dengan sikap yang jauh dari kepatuhan. Ia justru menggunakan waktu yang ia miliki untuk menertibkan daerahnya dan mencicipi kenikmatan kekuasaan.

Ambisi Senapati mulai terukir di atas batu. Konon, ia segera memulai pembangunan tembok yang mengelilingi istananya di Mataram, sebuah tindakan yang sangat berani dan menantang kewibawaan Raja Pajang. Sikap ini diperkuat dengan pengumpulan pengikut (mantri-mantri pamajegan) dari wilayah Kedu dan Bagelen yang semula setia kepada Pajang, mendorong mereka untuk membangkang.

Senapati mulai menunjukkan kecenderungan untuk berkuasa sendiri, menimbulkan kekhawatiran pada Pajang. Sikap ini dikisahkan dalam Babad Tanah Djawi sebagai tindakan yang "terlalu berani," meskipun hal ini tidak dianggap sebagai dosa, melainkan sebagai ramalan akan kejayaan yang akan datang.

Pertempuran yang Menentukan di Prambanan

Ketika Senapati terus mengabaikan kewajiban menghadap (sowan) kepada Pajang yang sudah tua, Sultan Pajang memutuskan untuk mengakhiri pembangkangan ini dengan kekerasan. Dalam Babad Tanah Djawi, diceritakan dua utusan Pajang, Tumenggung Wiramerta dan Tumenggung Mertanaga, dikirim ke Mataram untuk menuntut Senapati agar tunduk. Namun, utusan tersebut justru diterima dengan jamuan mewah, yang dimaksudkan Senapati untuk mengulur waktu.

Sultan Pajang akhirnya memimpin sendiri pasukannya bergerak ke selatan menuju Mataram. Pertempuran yang disebut "Pertempuran di Prambanan" ini, menurut babad, berakhir dengan dramatis tanpa perlu peperangan terbuka yang hebat.

Pada saat pasukan Pajang berada di Prambanan, bencana alam terjadi: Gunung Merapi meletus. Tentara Pajang pun pecah dan lari cerai-berai. Konon, letusan gunung tersebut merupakan pertanda gaib yang menyertai kebangkitan Senapati.

Sultan Pajang yang malang, yang menyaksikan kehancuran pasukannya, terpaksa melarikan diri. Ia beristirahat di Tembayat, dekat Klaten, dan pergi berziarah ke makam keramat di sana untuk memohon bantuan ilahi. Dalam perjalanan itu, Sultan merasa kerajaan Pajang telah berakhir dan akan digantikan oleh dinasti Mataram.

Setelah kembali ke keraton Pajang, Sultan Adiwijaya meninggal tidak lama kemudian. Serat Kandha menggambarkan adegan dramatis: Senapati, yang datang, mencium kaki Sultan Pajang yang sudah tua itu dan menangis. Ini menunjukkan sikap hormat dan pengakuan Senapati terhadap Sultan Pajang sebagai atasan tertinggi, setidaknya secara simbolis, sebelum Panembahan Senapati menjadi raja merdeka.

Senapati Merebut Keraton Pajang dan Dampaknya

Setelah Sultan Pajang meninggal (sekitar 1587), Keraton Pajang memasuki masa kekacauan. Takhta segera direbut oleh Aria Pangiri, Adipati dari Demak. Aria Pangiri adalah menantu sekaligus kemenakan (dari pihak ibu) Sultan Adiwijaya.

Aria Pangiri menggulingkan pewaris sah, Pangeran Benawa, yang merupakan putra Sultan Adiwijaya. Pangeran Benawa disingkirkan ke Jipang. Dalam rasa kecewa, Pangeran Benawa segera mencari bantuan dari Panembahan Senapati untuk merebut kembali takhtanya.

Senapati, yang melihat kesempatan emas ini, bergabung dengan Pangeran Benawa. Pajang diserang dari dua arah, dan Aria Pangiri dikalahkan dalam pertempuran singkat pada tahun 1588. Ia ditangkap dan dipulangkan ke Demak.

Perebutan Pajang oleh Senapati pada tahun 1588 menandai akhir kekuasaan Pajang dan berdirinya Mataram sebagai nagari kesultanan. Pangeran Benawa, setelah merebut takhta, tidak memiliki putra mahkota. Ia memilih untuk menyerahkan kekuasaan Pajang kepada Panembahan Senapati dan memfokuskan diri pada kehidupan agama.

Senapati kemudian menunjuk adik lelakinya, Pangeran Gagak Baning, sebagai bupati (penguasa) di Pajang.

Kemenangan ini memungkinkan Senapati mengukuhkan kekuasaan tertinggi di Jawa Tengah bagian selatan. Ia berhasil menundukkan adipati-adipati lain, seperti di Madiun, yang bersekutu dengan Pajang. Menurut Babad Tanah Djawi, Senapati kemudian mulai meluaskan kekuasaannya ke wilayah timur, sebuah langkah awal Mataram menuju hegemoni di Pulau Jawa.***

babad.id | Stori Loka Jawa
babad.id | Stori Loka Jawa babad.id | Stori Loka Jawa merupakan media online berbasis multimedia dengan konten utama seputar seni, budaya dan sejarah Jawa. Babad.id juga membuka ruang opini kepada penulis lepas.