15 Kosa Kata Bahasa Jawa Bagongan yang Populer di Keraton Yogyakarta
BABAD.ID | Stori Loka Jawa – Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat memiliki bahasa tersendiri yang jarang digunakan oleh daerah lain. Mungkin dulur-dulur juga sama seperti penulis yang baru mendengar bahasa ini.
Dalam dokumenter Paniradya Kaistimewan, salah satu abdi dalem, Mas Riya mengungkapkan bila seorang abdi dalem wajib menggunakan bahasa Bagongan atau bahasa Kedhaton ini ketika berada dalam lingkungan kraton, baik berbicara dengan sesama abdi dalem ataupun dengan Ngarsa Dalem dan keluarga.
Bahasa Bagongan atau Bahasa Kedhaton
Bahasa Bagongan adalah salah satu bahasa Jawa yang digunakan oleh Keraton Yogyakarta.
Sebenarnya, bahasa Kedhaton dan Bagongan memiliki makna yang sama, namun bahasa ini kerap digunakan di Keraton Yogyakarta, sementara bahasa Kedhaton lebih popular di Keraton Surakarta.
Kata-kata dalam Bahasa Bagongan kebanyakan berbeda dari bahasa Jawa pada umumnya.
Terdapat aturan tersendiri dalam membuat kata kerja dan kata benda yang tidak sama dengan tingkatan krama.
Bahasa ini dinilai lebih sopan dan halus daripada krama inggil sekalipun.
Penggunaan bahasa Bagongan telah ada semenjak masa Kerajaan Mataram di Indonesia, yaitu ratusan tahun lalu.
Namun, pergeseran dan akulturasi budaya membuat bahasa ini sudah jarang digunakan hingga saat ini.
Hanya beberapa tempat seperti di kraton dan beberapa orang tua yang sudah sepuh saja yang masih menggunakan sebagai bahasa sehari-hari.
Menurut sumber materi Modul Ajar untuk SMA, ada beberapa kata yang memiliki arti bahasa Bagongan, diantaranya sebagai berikut:
- Aku = menira
- Koe = pekenira
- Iki = punapi
- Iku = puniku
- Ayo = nedha
- Ora = boya
- Ana = wenten
- Iya = enggeh
- Doyan = seta
- Dhewe = dhawak
- Isih = meksih
- Weuh = meninga
- Kandhane = pojare
- Duwe = darbe
- Apa = punapi
Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat memiliki bahasa khusus yang disebut Bahasa Bagongan atau Bahasa Kedhaton, yang digunakan oleh abdi dalem saat berkomunikasi di lingkungan kraton.
Bahasa ini lebih sopan dan halus dibandingkan krama inggil serta memiliki aturan tersendiri dalam pembentukan kata.
Meskipun telah ada sejak masa Kerajaan Mataram, penggunaan bahasa ini semakin berkurang akibat pergeseran budaya, dan kini hanya digunakan di lingkungan kraton serta oleh beberapa orang tua.
Referensi:
Paniradya Kaistimewan. (2022, 5 Februari). Film Dokumenter “Kraton Yogyakarta, Pancering Kauripan". [Video]. Youtube. https://youtu.be/gsSsT0t7GMQ?si=XX2VfONOzYoEK3Mg
Modul Ajar Bahasa Jawa SMA Negeri 1 Comal
Penulis: Nadya Zuhri, mahasiswa Universitas Negeri Semarang yang belajar melestarikan budaya.
Posting Komentar