Mengenal Susunan Sistem Pemerintahan Keraton Yogyakarta
YOGYAKARTA, BABAD.ID | Stori Loka Jawa – 5 September 1945, merupakan pertama kalinya Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan Pakualaman menyatakan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketika itu pula mulai terdapat perubahan dalam system pemerintahan di Keraton Yogyakarta.
Pemerintahan keraton hanya akan terbatas pada lingkungan keraton dan untuk keraton sendiri. Sultan akan dibantu oleh rayi atau adik-adiknya dan para abdi dalem.
Hal ini berdasarkan pada Dawuh Dalem Sultan Hamengkubuwana X angka: 01/DD/HB X/EHE-1932.
Susunan Sistem Pemerintahan Keraton Yogyakarta
Berdasarkan Dawuh Dalem Sultan Hamengkubuwana X angka: 01/DD/HB X/EHE-1932, dalam (Sudaryanto, 2008) sistem pemerintahan di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat terdiri atas:
- Sri Narendro, yaitu Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurrahman Sayyidin Panatagama Kalifatullah Ingkang Jumeneng ing Ngayogyakarta Hadiningrat.
Merupakan pemimpin atau pemegang tahta tertinggi di Keraton Yogyakarta sekaligus Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). - Panimbang, adalah mereka yang dipilih langsung oleh sri sultan untuk memberi saran atau pertimbangan tentang masalah dan keadaan yang terjadi di Keraton Yogyakarta.
- Pandhite, yaitu orang yang diminta oleh Sri Sultan untuk memberi usulan, saran, dan pertimbangan yang berkaitan tentang berbagai bidang seperti adat, agama, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebaaginya.
- Kawedanan Hageng Punakawan, merupakan badan atau divisi yang bertugas menjalankan sebagian pemerintahan kraton dalam hal teknis.
- Kawedanan Hageng, meskipun memiliki nama yang mirip dengan Kawedanan Hageng Punakawan, namun tugas divisi ini terkait hal-hal administrative fungsional.
- Kawedanan, menjalankan tugas yang berhubungan dengan teknis operasional.
- Tepas, adalah bagian yang lebih kecil dari kawedanan sebagai pelaksana teknis administrasi.
- Golongan, sekumpulan abdi dalem yang mengabdi dengan tanggung jawab yang sama. Penggolongan dilakukan untuk memudahkan dalam melakukan pekerjaan di keraton.
Berdasarkan penjelasan di atas tentang Kawedanan Hageng dan Kawedanan Hageng Punakawan, sejatinya kawedanan merupakan gabungan dari beberapa tepas.
Dari informasi yang didapat dalam jurnal, berikut adalah pembagian masing-masing kawedanan.
1. Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Parwa Budaya, terdiri dari empat kawedanan yang lebih kecil, yakni:
- KHP Krida Mardawa yang mengatur tentang kesenian
- Kawedanan Pengulon yang mengatur tentang keagamaan
- Kawedanan Puralaya yang mengatur tentang pemakaman
- Kawedanan Keputren yang mengatur tentang keputrian
2. Kawedanan Hageng Punokawan Nitya Budaya, terdiri dari dua kawedanan dan tiga tepas berikut
- KHP Widya Budaya yang mengatur upacara keraton
- KHP Purayakara yang mengatur barang masa lampau milik Keraton Yogyakarta
- Tepas Banjar Wilapa yang mengatur tentang perpustakaan
- Tepas Musium yang mengatur barang milik keraton
- Tepas Pariwisata yang mengatur pariwisata milik keraton
3. Kawedanan Hageng Punokawan Parasraya Budaya terdiri dari dua kawedanan dan empat tepas yaitu:
- KHP Wahana Sarta Kriya yang mengatur tentang kendaraan, kebersihan, dan pemeliharaan
- KHP Puraraksa yang mengatur tentang keamanan
- Tepas Panitikisma yang mengatur tentang warisan
- Tepas Keprajuritan
- Tepas Halpitapura yang mengatur tentang pembelian barang-barang untuk keraton
- Tepas Security
3. Kawedanan Hageng Panitra Pura, memiliki hingga lima tepas dengan satu kawedanan, dan satu parentah hageng:
- Parentah Hageng sebagai pusat administrasi dan kepegawaian
- Kawedanan Hageng Sri Wandawa yang mengatur kesejahteraan sosial
- Tepas Dwarapura sebagai penghubung dengan pihak luar
- Tepas Darah Dalem yang mengatur silsulah di keraton
- Tepas Rantam Harta sebagai penganggaran keraton
- Tepas Danartapura mengatur pengeluaran uang
- Tepas Witardana mengatur penyimpanan uang
Kesimpulan:
Pada 5 September 1945, Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan Pakualaman menyatakan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengubah sistem pemerintahan Keraton Yogyakarta yang kini terbatas pada lingkungan keraton.
Berdasarkan Dawuh Dalem Sultan Hamengkubuwana X, struktur pemerintahan keraton terdiri dari Sri Narendro sebagai pemimpin tertinggi, dibantu oleh Panimbang, Pandhite, dan berbagai kawedanan yang mengatur fungsi teknis, administrasi, dan operasional.
Kawedanan terbagi lagi menjadi Kawedanan Hageng Punakawan, Kawedanan Hageng, dan Tepas, masing-masing memiliki peran khusus seperti pengelolaan seni, keagamaan, upacara, hingga keamanan dan pariwisata.
Referensi:
Sudaryanto, A. (2008). Hak dan Kewajiban Abdi Dalem Pemerintahan Kraton Yogyakarta. Mimbar Hukum, 20(1), 163-177.
Penulis: Nadya Zuhri, mahasiswa Universitas Negeri Semarang yang belajar melestarikan budaya.
Posting Komentar