Apakah Dalang Itu Profesi Kuno? Ini Pesan Adham Hilmi untuk Dalang Muda Supaya Tidak Kehilangan Esensi Seni Pedalangan Tapi Tetap Disukai Gen Z
BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Apakah profesi dalang masih dianggap keren hari ini? Apakah dianggap kuno? Dan apakah Gen Z tertarik dengan profesi ini?
Pertanyaan tersebut dijawab oleh Adham Hilmi Grandisson, Siswa SMA Negeri 1 Gurah sekaligus dalang muda kebanggaan Kediri, pada program live “Aku Wong Jawa” dengan tema “Apakah Profesi Dalang Dianggap Kuno Menurut Gen Z? Kisah Inspiratif Dalang Muda Lestarikan Budaya Jawa” pada Minggu Kliwon, 2 Februari 2025 lalu.
Adham menyoroti pengertian pagelaran pewayangan dari segi teknisnya.
Menurutnya rasanya kurang pas kalau menyebut pentas wayang itu ketinggalan zaman, karena dalam praktiknya alat-alat yang dipakai sudah modern.
Misalnya blencong, lampu yang menimbulkan bayang-bayang pada wayang, yang dahulu memakai lampu minyak, sekarang sudah ditambah dengan lighting yang berwarna-warni.
Kemudian pementasan wayang saat ini tidak ditampilkan secara lempeng, tapi sudah diselingi dengan dagelan yang membuatnya lebih menarik.
Gamelan yang dipakai dalam karawitan juga sudah ditambahkan drum, untuk menambah suasana tegang dalam pementasan.
Selain itu, dalang muda saat ini sudah banyak yang mendigitalisasi pentas wayang, membagikannya ke media sosial, dan sebagainya.
“Jadi menurut saya profesi dalang itu tidak kuno,” Adham menimpali.
Selain itu, siswa kelas X tersebut juga merasa bangga dengan profesinya lantaran sebagai cucu ia bisa meneruskan cita-cita kakeknya.
Menurut penulis, profesi apapun, termasuk pekerja seni seperti dalang, sinden, dan semacamnya, itu bukan profesi yang kuno, selagi kita bisa mengasosiasikan atau mengemasnya dengan trend saat ini.
Semua pekerjaan itu sifatnya dinamis, dan senantiasa berkembang sesuai dengan zamannya.
Kalau saja tidak mengikuti perkembangan, pekerjaan tersebut besar kemungkinan tenggelam tergerus profesi lain.
Misalnya saja Keraton Yogyakarta sebagai salah satu bukti perkembangan budaya Jawa yang masih eksis hingga hari ini dengan mengikuti perkembangan zaman dengan mendigitalisasinya.
Apa kata orang ketika Adham meneruskan profesinya sebagai dalang muda
Ia mendapatkan berbagai respons dari lingkungannya terkait profesi dalang yang sudah Adham tekuni sejak usia 5 tahun.
“Namanya life, ya pasti ada yang nyinyir. Nyapo to we kok sinau dalang barang, sik enom, ngopi ae kene,” Adham menirukan logat temannya.
Meskipun begitu, ternyata juga masih ada banyak orang yang mendukung profesi yang digemarinya itu.
“Tapi ada juga yang excited setelah tanggapan, wingi ndalang lakok opo? Terus ceritakne neh ndang kui piye?” Adham menambahkan.
Bagi Adham, itu adalah respons yang berwarna, pasti ada yang suka ataupun sebaliknya, sehingga tidak harus selalu ditanggapi.
“Saya menganggap hal itu sebagai hal yang tidak harus ditanggapi,” kata” Adham.
Selain itu, menurutnya, komentar negatif itu muncul lantaran orang tersebut tidak mengerti seni pedalangan, karena yang dilihat hanya sinden dan dagelannya saja.
Apakah dagelan menjadi kunci utama supaya wayang disukai Gen Z?
Tidak bisa dipungkiri kalau konten-konten komedi termasuk jenis konten yang disukai oleh audiens.
Pun halnya dengan pementasan wayang, banyak orang menyukai sesi goro-goro, selingan dagelan atau candaan.
Hal tersebut disoroti Adham lantaran ia khawatir Gen Z tidak melihat esensi pentas pewayangan secara komprehensif.
“Soalnya kalau pakai dagelan, mereka cuma nonton dagelan terus pulang. Padahal setelah babakan itu ada sambungan ceritanya lagi,” Adham menjelaskan.
Menurutnya yang patut dijadikan panutan dalam kasus ini adalah (Alm.) Ki Seno Nugroho. Beliau tidak memerlukan sesi dagelan secara terpisah, karena di dalamnya sudah ada` dagelannya tanpa mengurangi nilai pentas wayang tersebut.
“Penonton itu bisa tertarik pada pentas wayangnya, bukan dagelannya aja,” sambung Adham.
Hemat penulis, sesi dagelan dalam pentas pewayangan bisa dijadikan sebagai strategi untuk menarik minat audiens, tapi juga perlu hati-hati dalam penggunaannya.
Jangan sampai mengalihkan esensi wayang ke sesi dagelan saja.***
Posting Komentar