Apakah Watak Kesatriya dalam Budaya Jawa Masih Relevan dengan Kehidupan di Era Digitalisasi? Ini Jawaban GKR Hayu

Daftar Isi

SLEMAN, BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Watak Satriya adalah salah satu komponen dalam filosofi warisan dari Pangeran Mangkubumi. Adapun sifat yang ada pada watak satriya antara lain Nyawiji, Greget, Sengguh, Ora Mengko.

Keempat sifat watak satriya utamanya ditujukan untuk pemimpin, baik pemimpin dengan jabatan yang tinggi maupun pemimpin dengan cakupan skala kecil.

Pangeran Mangkubumi menjadikan watak satriya sebagai tolok ukur atau pedoman dalam menilai kemampuan pemimpin maupun pribadi masyarakat dalam menjalankan kewajiban.

Meskipun filosofi ini muncul sejak zaman dahulu, implementasi watak satriya hingga kini masih sangat representatif dan relevan dengan kehidupan keseharian yang mengandalkan segala hal kepada perangkat digital atau digitalisasi.

Bagaimana implementasi watak satriya dalam kehidupan di era globalisasi sekarang? Apakah filosofi ini masih relevan sebagaimana mestinya? Mari kita kupas bersama.

Baca Juga: Mengenal 4 Watak Satriya: Filosofi Khas Warisan Pangeran Mangkubumi yang Mengajarkan Sifat-Sifat Ideal Pemimpin Bersama GKR Hayu


Relevansi Watak Satriya 

Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu menjelaskan filosofi Watak Satriya dalam sebuah Podcast Rembug Rasa Putri Kedhaton Eps 4 Filosofi Warisan Mangkubumi. Beliau mengatakan bahwa Watak Satriya merupakan sebuah filosofi yang erat kaitannya dengan pendidikan karakter.

Jika dikaitkan dengan karakter, maka konsepnya akan selalu relevan seiring dengan perkembangan zaman, khususnya di era globalisasi yang kita hadapi ini.

Baca Juga: Perjalanan Digitalisasi Keraton Yogyakarta yang Sempat Ditentang oleh Para Sesepuh, Kenapa Akhirnya Bisa Luluh? Ini Penjelasan GKR Hayu


Implementasi Watak Satriya di Era Globalisasi 

Era globalisasi merupakan zaman yang memaksa kita untuk menggunakan teknologi hampir di segala lapisan hal, baik untuk kepentingan pribadi maupun banyak orang.

Dampak dari globalisasi ini salah satunya adalah kemudahan komunikasi dan interaksi dengan banyak orang dengan menggunakan gawai ataupun perangkat yang dapat diakses hampir di berbagai.

Seperti contoh, penggunaan media sosial di kehidupan sekarang. Dengan pengaturan privasi yang dapat diatur sedemikian rupa serta jangkauannya yang luas, membuat pengguna media sosial dapat berselancar tanpa harus mengkhawatirkan identitasnya.

Kasus ini sering disebut dengan anonimitas. Identitas yang tidak diketahui atau tanpa nama. Banyak sekali yang menyalahgunakan konsep anonimitas. 

Pengguna media sosial yang sering menggunakan anonimitas untuk mencari keributan dan masalah dengan pengguna lain. Namun, apabila bertemu dalam dunia nyata, sikapnya akan berubah menjadi baik.

Hal ini menyalahi konsep watak satriya yang harus mengedepankan nyawiji dan ora mengko. Sehingga, di era globalisasi ini, sudah sepantasnya untuk tetap mengimplementasikan Watak Satriya dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Juga: Apakah Keraton Yogyakarta Bisa Tetap Eksis di Era Globalisasi? Ini Penjelasan GKR Hayu, Putri ke Empat Sri Sultan Hamengkubuwana X


Kesimpulan

Watak Satriya merupakan sebuah filosofi warisan dari Pangeran Mangkubumi yang nilainya masih relevan dengan zaman sekarang.

Di era globalisasi, watak satriya dapat digunakan menjadi pedoman dalam bertata laku baik di dunia nyata maupun dunia maya agar tercipta karakter yang integritas.

Sumber

Putri Kedhaton. (2020a, September 12). [Ep.4] Filosofi Warisan Pangeran Mangkubumi - Rembug Rasa Putri Kedhaton. YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=3NwzXF8HM38


Penulis: Wafiq Farihun Najihah, Mahasiswa Manajemen Pendidikan UNY yang sedang mencoba peruntungan dalam dunia kepenulisan.

babad.id | Stori Loka Jawa
babad.id | Stori Loka Jawa babad.id | Stori Loka Jawa merupakan media online berbasis multimedia dengan konten utama seputar seni, budaya dan sejarah Jawa. Babad.id juga membuka ruang opini kepada penulis lepas.

Posting Komentar