Belajar Tata Krama atau Sopan Santun dalam Pertunjukan Tari Klasik Gaya Keraton Yogyakarta
BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Dalam pertunjukan tari, gerak tari tentunya mengambil peran penting ya sedulur.
Begitu juga dalam tari klasik gaya Yogyakarta, keindahan dari kesenian ini terletak pada gerak tarinya.
Namun demikian, ternyata gerak tari tidak hanya memberikan keindahan saja tapi juga bisa memberikan pendidikan tata krama dan sopan santun.
Lalu, bagaimanakah pendidikan tata krama dan sopan santun melalui keindahan gerak tari klasik gaya Yogyakarta?
Dalam artikel ini akan dijelaskan mengenai posisi dan sikap menari sebagai pendidikan tata krama dan sopan santun dalam tari klasik gaya Keraton Yogyakarta. Simak pembahasannya di sini!
Tata Krama dan Sopan Santun Berkaitan dengan Posisi dan Sikap Menari
Dikutip dari artikel Predana & Setyastama yang berjudul “Pendidikan Tata Krama dan Sopan Santun dalam Pertunjukan Tari Klasik Gaya Yogyakarta di Bangsal Srimanganti Keraton Yogyakarta”, gerak tari juga memperhatikan etika dan norma.
Etika dan norma berkaitan dengan posisi dan sikap menari dibagi menjadi dua.
Pertama, ketika proses masuknya penari dalam tarian Beksan.
Kedua, adegan perangan ketika Wayang Orang dan sikap ketika menari.
Tarian beksan ditarikan oleh dua orang dan keduanya digambarkan sebagai tokoh antagonis dan tokoh protagonis.
Masuknya penari ke atas pendapa dalam jenis tarian beksan, diatur yang sebelah kanan penonton adalah tokoh protagonis, sedangkan tokoh antagonis masuk dari sisi sebelah kiri penonton.
Demikian pula halnya ketika adegan perangan dalam pertunjukan Wayang Orang.
Hal tersebut berkaitan dengan penataan tokoh dalam pertunjukan wayang kulit dan Adat Timur yang mengutamakan bagian tubuh (kaki maupun tangan) bagian kanan dan kiri.
Bagian tubuh sebelah kanan dianggap lebih baik dibandingkan bagian tubuh sebelah kiri.
Misalnya, dalam memberi maupun menerima barang, sebisa mungkin menggunakan tangan kanan. Jika melangkah, dahulukan kaki kanan.
Penggunaan tangan kiri adalah untuk hal-hal lain terutama jika berada di tempat yang kurang baik (misalnya kamar mandi).
Ini akan berbeda jika dibandingkan dengan Adat Barat, di mana tidak masalah ingin menggunakan bagian tubuh yang manapun untuk melakukan apapun.
Meskipun dalam beberapa kasus, ada beberapa orang yang kidal, sehingga butuh pemakluman.
Sikap dalam menari, berkaitan erat dengan posisi dan situasi saat seorang tokoh menari.
Di dalam adegan kerajaan, maka posisi tertinggi adalah raja. Dengan demikian jika seorang raja duduk di atas singgasana, maka selain raja, posisinya harus lebih rendah.
Mereka diwajibkan untuk duduk, baik di dampar (kursi) atau di lantai. Ketika ada utusan yang datang pun, maka harus berbicara kepada raja dalam posisi duduk.
Jika ada tokoh yang berposisi di bawah raja dan dia tidak duduk, maka akan dianggap melawan raja.
Namun demikian, ada juga tokoh yang tetap berdiri meskipun di hadapan raja, misalnya tokoh Bima.
Sikap dalam tarian, menunjukkan penghormatan kepada tokoh yang kedudukannya lebih tinggi.
Posisi dan sikap menari tidak hanya memperhatikan aspek keindahan saja ketika dilakukan dalam sebuah pertunjukan.
Dalam menentukan posisi dan sikap menari pada tari klasik gaya Yogyakarta, diperhatikan juga aspek tata krama dan sopan santun sehingga bisa menjadi sarana mempelajari nilai-nilai kesopanan.
Referensi
Pradana, C.S. & Setyastama, R. (2018). Pendidikan Tata Krama dan Sopan Santun dalam Pertunjukan Tari Klasik Gaya Yogyakarta di Bangsal Srimanganti Keraton Yogyakarta. Jurnal Gama Societa, 1 (1), 53-59.
Penulis: Fauzan Ansori, Mahasiswa Teknologi Pendidikan UNNES sekaligus penggemar keluarga Keraton Yogyakarta.
Posting Komentar