Dari Swiss ke Edinburg: Inilah Upaya GKR Bendara Mengelola dan Melestarikan Budaya Jawa
YOGYAKARTA, BABAD.ID | Stori Loka Jawa – Melestarikan budaya bukanlah perkara mudah, apalagi jika menyangkut tradisi besar yang telah hidup selama ratusan tahun. Inilah yang kini dijalani Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendara, putri bungsu Sri Sultan Hamengkubuwana X.
Beliau memiliki tanggung jawab besar di Keraton Yogyakarta, khususnya dalam bidang budaya dan pariwisata. Namun, semua ini tidak dijalani tanpa persiapan.
Dengan bekal ilmu dari Swiss dan Edinburgh, GKR Bendara berusaha mengelola dan melestarikan budaya di Keraton Yogyakarta.
Dari Pariwisata ke Heritage Culture Tourism
Setelah menyelesaikan pendidikan S1 program studi pariwisata di Swiss, GKR Bendara pun melanjutkan pendidikan S2 di Edinburgh dengan fokus pada heritage culture tourism. Ilmu ini mempelajari tentang cara agar sejarah dan budaya bisa dikelola serta dikembangkan.
“Sebenernya saya ngomong bahwa memang lebih tepatnya itu adalah heritage culture tourism, di mana di dalamnya itu ada tentang museum. Museum itu sebenernya hanya segmen kecilnya saja. Tapi bagaimana kita bisa mengembangkan kebudayaan dan juga sejarah di kota tersebut, gitu ya,” ungkap GKR Bendara.
Keputusan beliau untuk mendalami bidang ini tidak lepas dari kebutuhan Keraton Yogyakarta.
Menurut GKR Bendara, sorotan utama Keraton Yogyakarta adalah sejarah dan budaya, sehingga pengembangan sektor ini menjadi langkah yang sangat tepat.
Baca Juga: Pengalaman Magang GKR Bendara Saat di Swiss: Pertama Kali Terima Gaji Langsung Dikirim untuk Ibunya
Tantangan Mengelola Tradisi yang Sudah Mengakar
Setelah kembali ke Keraton Yogyakarta, GKR Bendara diberi tanggung jawab sebagai Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Nitya Budaya, divisi yang bertugas mengelola aspek budaya di Keraton Yogyakarta.
Bagi GKR Bendara, tugas ini tidaklah mudah, karena beliau harus menyesuaikan ilmu yang diperoleh dengan kebiasaan lama yang sudah berlangsung selama puluhan tahun di Keraton Yogyakarta.
“Nah, sebenernya dari ilmu yang saya dapat di sana itu tidak bisa langsung diimplementasikan 100% karena memang kalau boleh saya bilang ya 'meneruskan suatu perusahaan yang sudah berjalan itu sebenernya lebih sulit daripada membuat baru', Mbak. Jadi, bisa dibilang begitulah," ujar GKR Bendara.
Salah satu tantangan terbesar adalah mengubah kebiasaan yang sudah melekat. Beliau mengibaratkan, “Kalau sudah biasa duduk di kursi yang enak, digoyang-goyangkan, kita pasti akan menolak.”
Oleh karena itu, perubahan dilakukan secara bertahap agar semua pihak bisa beradaptasi.
Langkah-langkah Perubahan di Keraton Yogyakarta
GKR Bendara memulai perubahan di Keraton Yogyakarta dengan mengutamakan pendataan benda-benda bersejarah. Beliau mulai melakukan proses katalogisasi secara rutin agar koleksi Keraton Yogyakarta tetap terawat.
“Misalnya, tiga tahun lagi kita mulai pendataan lagi. Karena memang beberapa benda di keraton itu ada benda-benda pecah belah, dan itu harus selalu kita katalogisasi,” jelas GKR Bendara.
Selain itu, GKR Bendara juga memulai inisiatif untuk membersihkan koleksi lukisan di keraton yang sudah lama tidak dirawat.
Proses ini melibatkan tenaga profesional agar hasilnya maksimal dan tidak merusak karya seni tersebut.
“Setelah sekian tahun, akhirnya kita membersihkan lukisan. Saya memilih untuk memang yang seprofesional mungkin,” tambah beliau.
Kesimpulan
Melalui langkah-langkah bertahap, GKR Bendara berusaha mengelola dan melestarikan budaya Keraton Yogyakarta.
Keputusan beliau untuk mendalami heritage culture tourism terbukti menjadi keputusan yang tepat untuk mendukung perannya di keraton.
Dari pendataan benda-benda bersejarah hingga pembersihan koleksi lukisan, GKR Bendara menunjukkan bahwa pelestarian budaya membutuhkan komitmen, strategi, dan kerja sama yang matang.
Semua upaya ini tidak hanya menjaga warisan keraton, tetapi juga memperkuat identitas budaya Yogyakarta sebagai kota yang kaya akan sejarah.
Referensi
Putri Kedhaton. 2021. [VIDEO][Eps.22] Mengenal Lebih Dekat GKR Bendara - Rembug Rasa Putri Kedhaton. Diakses pada Rabu, 22 Januari 2025.
Penulis: Eva Ardelia Chitraloka, Junior Content Writer
Posting Komentar