Keraton Yogyakarta: Simbol Harmoni Tiga Budaya dan Doa Bagi Negeri

Daftar Isi

BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Kraton Yogyakarta tak hanya sekedar bangunan megah untuk singgasana atau tempat bertahta pemimpin Yogyakarta.

Setiap sudut di kraton memiliki makna tersendiri dan berarti doa bagi para pengunjung atau penghuninya. setiap bagian dari Keraton memiliki arti dan filosofi.

Pada masa pembangunan, Sri Sultan Hamengkubuwana I yang membangun kraton tak hanya ingin membangun sebuah tempat tinggal biasa.

Namun beliau ingin tempat ini menjadi gabungan dari tiga budaya yang harmonis.

Perpaduan Tiga Budaya dalam Arsitektur Keraton Yogyakarta

Dalam film dokumenter “Kraton Yogyakarta, Pancering Kauripan,” Sri Sultan Hamengkubuwana sang arsitek sekaligus pembuat Kraton Yogyakarta menggabungkan budaya Jawa, Hindu, dan Islam dalam sebuah arsitektur keraton.

Gaya Hindu dan Jawa dalam bangunan Kraton Yogyakarta salah satunya dapat dilihat dari letak bangunan yang sejajar dan berada di tengah-tengah antara Gunung Merapi dan Laut Selatan Jawa.

Gunung Merapi menjadi sumber air sekaligus sumber material untuk membangun keraton.

Keraton kemudian dibangun di Hutan Paberingan yang di tengahnya terdapat umbul dan diapit oleh enam Sungai agar terhidar dari kekeringan.
Posisi tanahya juga lebih tinggi sehingga sangat minim risiko banjir.

Selain itu juga terdapat benda-benda seperti lukisan, patung, serta benda lain yang masih memiliki corak Hindu-Jawa di dalamnya.

Beberapa bentuk bangunan Kraton juga dibuat menyerupai candi.

Sementara corak Islam salah satunya terdapat di Siti Hinggil, tempat penobatan raja serta tempat upacara besar.

Pemilihan penggunaan Siti Hinggil ini merupakan adopsi dari budaya Islam.

Siti Hinggil dianggap sebagai bangunan sakral dan dimaknai sebagai Gambaran berkembangnya jiwa yang berfikir atau merasakan sesuatu.

Selain itu, bangunan fisik Siti Hinggil memiliki salah satu symbol berupa saton yang terdapat tulisan Muhammad.

Tulisan ini berarti Kraton Yogyakarta harus memiliki pedoman yang jelas dan selalu mengikuti aturan seperti Rasulullah.

Ada pula symbol praban yang berarti nur atau Cahaya, harapannya Kraton selalu mendapat hidayah dari Allah selaku petunjuk bagi hamba-Nya.

Nilai Budaya yang Terus Dilestarikan

Nilai budaya jawa yang masih melekat di kehidupan Masyarakat Yogyakarta salah satunya adalah Hamemayu Hayuning Bawana.

Artinya, membuat dunia menjadi lebih indah dan lestari.

Keraton Yogyakarta menjadi pusat yang membuat dunia lebih indah dan lestari dengan mengutamakan harmoni, keselarasan, dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam sekitar.

Kraton juga merupakan lambang manusia dengan segala kesadaran sangkan paraning dumadi, sedulur papat lima pancer, kiblat papat lima pancer, dan jalma limpat seprapat tamat.

Harapannya Yogyakarta akan menjadi negara yang makmur, sejahtera, tentrem, gemah ripah loh jinawi, dan panjang punjung.

Kisah Mas Riya Hargo Halpitajati menunjukkan perjalanan inspiratif seorang abdi dalem Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, yang memulai karir sebagai magang hingga menjadi sekretaris di Tepas Halpita Pura. 

Meskipun berasal dari keluarga abdi dalem, keputusannya untuk mengabdi lahir dari keinginannya sendiri untuk melestarikan budaya kraton. 

Pengalaman ini mengubah sikap dan kebiasaannya, termasuk cara berbicara yang lebih lembut serta penggunaan Bahasa Kedhaton, mencerminkan nilai-nilai luhur pengabdian kepada kraton dan masyarakat.


Referensi:

Paniradya Kaistimewan. (2022, 5 Februari). Film Dokumenter “Kraton Yogyakarta, Pancering Kauripan". [Video]. Youtube. https://youtu.be/gsSsT0t7GMQ?si=XX2VfONOzYoEK3Mg  


Penulis: Nadya Zuhri, mahasiswa Universitas Negeri Semarang yang belajar melestarikan budaya.

babad.id | Stori Loka Jawa
babad.id | Stori Loka Jawa babad.id | Stori Loka Jawa merupakan media online berbasis multimedia dengan konten utama seputar seni, budaya dan sejarah Jawa. Babad.id juga membuka ruang opini kepada penulis lepas.

Posting Komentar