Makna Estetika Ornamen Budaya Islam Kejawen pada Bangsal Kencana Keraton Yogyakarta
BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Tentunya sedulur sudah pernah mendengar mengenai Bangsal Kencana.
Bansal Kencana merupakan salah satu bangunan yang penting di Keraton Yogyakarta yang digunakan untuk melaksanakan upacara ngabekten pada hari raya idul fitri.
Keraton Yogyakarta dikenal dengan nuansa Islam dan ini juga dapat dilihat melalui ornamen budaya Islam kejawen pada Bangsal Kencana.
Lalu, apa saja ornamen dari budaya Islam kejawen yang ada di Bangsal Kencana dan bagaimanakah maknanya?
Dalam artikel ini akan dijelaskan mengenai makna estetika ornamen budaya Islam kejawen di Bangsal Kencana Keraton Yogyakarta. Simak pembahasannya di sini!
Analisis Makna Estetika Ornamen Islam Kejawen pada Bangsal Kencana
Dikutip dari artikel Septarina & Sentavito yang berjudul “Komunikasi Visual Multikultural Ornamen Bangunan Bangsal Kencana Keraton Yogyakarta”, ornamen di Bangsal Kencana tentu dihiasi dengan nuansa Islam.
Keindahannya memiliki arti khusus dalam konteks Islam bersamaan dengan pandangan filosofis yang tinggi.
Seni Islam mencerminkan spiritualitas Islam dengan karakteristik tertentu, dan keindahannya tidak hanya pada aspek visual tetapi juga pada realitas batin.
Al-Qur'an adalah pedoman utama bagi umat Islam, yang tidak hanya dibaca dan dipahami, tetapi juga dimanifestasikan dalam kehidupan masyarakat melalui berbagai kegiatan.
Salah satunya adalah seni kaligrafi, yang mengekspresikan nilai estetika dari teks Al-Qur'an.
Kaligrafi merupakan hasil akulturasi budaya Islam dengan budaya lokal, salah satunya budaya Jawa.
Kaligrafi tidak hanya digunakan dalam seni tulis, tetapi juga dalam dekorasi ruangan dan bangunan.
Living Qur'an' merupakan fenomena dimana ayat-ayat Al Qur'an diwujudkan dalam bentuk seni kaligrafi sebagai ornamen pada ruang-ruang bangunan masyarakat.
Fenomena ini mencerminkan keterkaitan antara pemberian dan penerimaan teks Al-Qur'an yang menjadi bentuk pengamalan yang berbeda di tengah masyarakat.
Awalnya, 'Al-Qur'an yang hidup' digunakan untuk tujuan-tujuan seperti pengobatan, jimat, atau penolak bala, dan kemudian menjadi sebuah tradisi seni kaligrafi dengan motif-motif tertentu.
Al-Qur'an memiliki dua fungsi utama: sebagai teks yang diwariskan dari generasi ke generasi, dan sebagai sumber informasi dan praktik.
Hal ini menciptakan hubungan timbal balik antara teks dan praktik dalam masyarakat, termasuk penggunaan kaligrafi sebagai ekspresi estetika dan simbolis dalam arsitektur bangunan.
Kaligrafi, yang berasal dari bahasa Arab, adalah seni menyusun titik dan garis menjadi berbagai bentuk dan irama yang tidak terbatas di dunia Islam.
Seni ini tidak terbatas pada Al-Qur'an, tetapi juga digunakan untuk mengekspresikan kalimat dalam berbagai bahasa dan huruf.
Gaya dan jenis kaligrafi Arab telah berevolusi dari zaman kuno hingga saat ini, dan beberapa gaya bertahan hingga saat ini.
Seni kaligrafi di Indonesia tidak hanya diwujudkan di atas kertas atau kanvas, tetapi juga diukir di dinding-dinding ruangan sebagai hiasan.
Kaligrafi hias adalah bentuk seni di mana huruf-huruf Arab disusun secara proporsional tanpa mengubah makna kalimatnya, sehingga menciptakan karya seni visual yang indah.
Analisis Makna Estetika Ornamen Motif Mirong atau Putri Mirong
Ornamen Mirong atau Putri Mirong merupakan salah satu ornamen yang terdapat pada tiang-tiang bangunan di Keraton Yogyakarta.
Ornamen ini merupakan hasil akulturasi antara budaya Islam dan budaya Kejawen. Ornamen ini memiliki interpretasi makna yang berbeda.
Pertama, dalam budaya Kejawen, ornamen mirong dipercaya sebagai representasi dari Kanjeng Ratu Kidul, penguasa laut selatan, yang datang untuk menyaksikan tarian Bedhoyo Semang.
Kedua, ornamen mirong juga dianggap sebagai representasi dari Sultan yang dianggap sebagai wakil Tuhan di bumi.
Ketiga, ornamen mirong berkaitan dengan ornamen huruf Arab tertentu dan sering dikaitkan dengan makna kaligrafi Allah dan Muhammad.
Ornamen mirong ini terutama ditemukan pada tiang-tiang bangunan utama di kompleks Keraton Yogyakarta.
Bangunan-bangunan tersebut hanya digunakan untuk upacara keagamaan dan kenegaraan, yang berakar pada budaya Kejawen dan Islam.
Ornamen mirong hanya terdapat pada tiang-tiang bangunan utama di dalam kompleks Keraton Yogyakarta.
Bangunan-bangunan utama ini merupakan tempat yang hanya dikunjungi oleh raja atau sultan untuk merayakan peristiwa atau hari yang dianggap penting.
Bangunan-bangunan tersebut antara lain Gedhong Kuning, Bangsal Kencana, Bangsal Ponconiti dan Bangsal Witana.
Ornamen mirong tidak hanya terdapat pada tiang utama (saka guru) tetapi juga pada tiang penanggap, tiang peningrat, tiang penitih dan tiang totol.
Ornamen ini digunakan dalam upacara adat yang menggabungkan unsur kegiatan kenegaraan dan agama Islam, semuanya dalam konteks budaya Kejawen.
Ornamen mirong memiliki makna yang mendalam, mencerminkan kaligrafi Allah dan Muhammad, yang juga mencakup simbol alif, lam, mim, ra, yang merepresentasikan nur illahi.
Elemen dasar pencahayaan dalam pemahaman Islam tentang Tuhan melalui Nabi Muhammad.
Sultan percaya bahwa makna ini terinspirasi dari awal surah dalam Al Qur'an, yang menurutnya, menegaskan bahwa kekuatan Tuhan di atas segalanya.
Dapat dilihat hal ini tercermin dalam ornamen mirong juga.
Sejarah ornamen mirong sebenarnya sudah ada sejak lama, sampai ke bangunan Bangsal Tendem di Keraton Yogyakarta, yang pada mulanya merupakan hadiah dari Raja Majapahit kepada Ki Ageng Paker.
Ornamen ini diciptakan oleh Citrasoma, seorang abdi dalem yang mendapatkan getaran filosofis dari keraton.
Ini merupakan contoh keren dari perpaduan budaya Islam dan kepercayaan Kejawen, seperti wanita yang bersembunyi di balik pilar dan hanya memperlihatkan sanggulnya.
Keraton Yogyakarta yang merupakan kerajaan Islam, sering menggunakan simbol-simbol Islam dalam budaya dan arsitekturnya.
Ini semua tentang menjaga keindahan sesuai dengan Hamemayu Hayuning Buwana, yang mengartikan 'hayu' sebagai tetap cantik.
Ornamen mirong adalah contoh keren bagaimana budaya Islam dan Kejawen berpadu.
Pada dasarnya ornamen mirong merupakan versi stilisasi dari huruf Arab 'mim lam mim dal', yang merujuk pada Nabi Muhammad SAW.
Ini juga merupakan simbol bahwa sultan adalah 'kalifatullah fil ardi', setiap tiang saka guru memiliki empat sisi yang dapat dibuka untuk menampilkan ornamen mirong secara penuh.
Ornamen-ornamen tersebut menghadap ke luar secara vertikal dan membentuk siluet para sultan, terutama Sri Sultan Hamengku Buwana VI, VII, VIII.
Ornamen-ornamen tersebut mencerminkan budaya Islam dan kepercayaan Kejawen, dan menunjukkan simbolisme yang kaya.
Selain merepresentasikan tokoh-tokoh seperti Kanjeng Ratu Kidul atau sultan, ornamen-ornamen ini juga mengandung pesan kaligrafi dalam huruf Arab yang dapat merefleksikan nilai-nilai Islam.
Keraton Yogyakarta, sebagai kerajaan Islam, memahami betapa pentingnya menjaga hal-hal yang indah dan megah.
Ornamen mirong adalah contoh yang bagus tentang bagaimana budaya Islam dan Kejawen bekerja sama dalam arsitektur dan kaligrafi kerajaan.
Warna-warna yang digunakan pada ornamen putri mirong, seperti hitam dan kuning keemasan.
Warna tersebut memiliki makna simbolis yang ditemukan dalam aturan budaya Yogyakarta, yang mewakili keabadian, keagungan, dan kemegahan.
Ornamen ini memiliki bentuk yang menarik dan sarat akan makna dalam hal budaya dan agama.
Analisis Makna Estetika Ornamen Motif Sorotan
Ornamen sorotan pada dasarnya adalah bagian dekoratif dengan perpaduan garis lurus dan lengkung, membentuk tiga cabang, dengan cabang tengah menjadi yang terpanjang.
Ornamen sorotan sering diasosiasikan dengan trisula, sebuah pusaka kerajaan yang bergaya.
Sorotan berasal dari bahasa Jawa yang berarti sinar atau cahaya, dan dalam konteks ini, ornamen sorotan didesain untuk memastikan cahaya menutupi seluruh bangunan.
Ornamen sorotan ini merupakan penghormatan kepada Nabi Muhammad dan agama Islam yang menghormatinya sebagai uswatun khasanah, atau panutan terbaik.
Ornamen sorotan ini menunjukkan versi gaya Arab dari huruf Mim, Ha, Mim, Dal, dan Anda dapat menemukannya di pilar-pilar saka guru di kompleks Keraton Yogyakarta.
Anda juga bisa menemukannya di bangunan lain, seperti masjid, terutama pada balok langit-langit dengan isen-isen lunglungan, yang melambangkan keberuntungan dan kedermawanan.
Ornamen sorotan hadir dalam berbagai warna, seperti hitam, kuning keemasan, dan hitam, dan masing-masing memiliki makna tersendiri: keabadian, keagungan, kemewahan, kemegahan, dan kemuliaan.
Dalam konteks Islam, keindahan memiliki makna istimewa dengan filosofi tinggi.Hal ini juga diterapkan dalam arsitektur Bangsal Kencana.
Ornamen Islam Kejawen di Bangsal Kencana memiliki motif mirong yang merupakan akulturasi Islam dan kejawen serta motif sorotan sebagai simbol kemegahan.
Referensi
Septarina, S.W. & Sentavito, E.W. (2024). Komunikasi Visual Multikultural Ornamen Bangunan Bangsal Kencana Keraton Yogyakarta. Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia, 10 (4), 267-281.
Penulis: Fauzan Ansori, Mahasiswa Teknologi Pendidikan UNNES sekaligus penggemar keluarga Keraton Yogyakarta.
Posting Komentar