Seri Kisah Sultan Jogja: Kisah Sri Sultan Hamengkubuwana X yang Masih Berkuasa Hingga Kini
YOGYAKARTA, BABAD.ID | Stori Loka Jawa – Keraton Yogyakarta saat ini dipimpin oleh seorang raja bernama Sri Sultan Hamengkubuwana X.
Sebagai Raja, ia telah memimpin dan memperjuangkan kepentingan rakyat dan wilayah selama lebih dari tiga dekade.
Kisah hidup Sri Sultan Hamengkubuwana X sebelum menjadi Sultan Yogyakarta patut untuk diambil pembelajaran, karena sosoknya yang ramah dan dekat dengan masyarakat sekitar.
Hingga saat ini, Sri Sultan Hamengkubwana X adalah Raja dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Lalu bagaimana kisah lengkap beliau sebelum bertahta?
Yuk kita baca penjelasan di bawah ini!
Baca Juga: Begini Dukungan Sri Sultan Hamengkubuwana X kepada GKR Hemas yang Sedang Berkiprah di Dunia Politik
Kehidupan Pribadi
Sri Sultan Hamengkubuwana X lahir dengan nama kecil Bendara Raden Mas Herjuno Darpito dari ayah Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan ibu Kanjeng Raden Ayu Windyaningrum pada 2 April 1946 di Yogyakarta.
Ketika dewasa menyandang gelar Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Mangkbumi, dan setelah menjadi Putra Mahkota mendapat gelar Kanjen Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Hamengku Negara Sudivyo Rajaputra Narendra Ing Mataram .
Dikutip dari website Universitas STEKOM yang berjudul “Hamengkubuwana X”, beliau adalah seorang lulusan Fakultas Hukum Jurusan Ketatanegaraan di Universitas Gadjah Mada tahun 1983.
Dikutip dari website kratonjogja.id yang berjudul “Yang Bertakhta”, beliau menjalani seluruh hidupnya di kota Yogyakarta.
Ia tumbuh menjadi orang yang sangat dekat dengan kota Yogyakarta dan masyarakatnya. Ketika dewasa, ayahnya menamainya Pangeran Lula dari Keraton Yogyakarta, pangeran tertua di antara semua pangeran.
Di masa mudanya, ia populer dengan sebutan Mas Jun dan kemudian diberi gelar Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Mangkubumi. Beliau menikah dengan Gusti Kanjeng Ratu Hemas dan memiliki 5 orang putri yaitu,
- Gusti Raden Ajeng Nurmalita Sari/ GKR Pembayun/ GKR Mangkubumi
- Gusti Raden Ajeng Nurmagupita/ GKR Condrokirono
- Gusti Raden Ajeng Nurkamnari Dewi/ GKR Maduretno
- Gusti Raden Ajeng Nurabra Juwita/ GKR Hayu, dan
- Gusti Raden Ajeng Nurastuti Wijareni/ GKR Bendara
Sebelum Bertahta
Sebelum KGPH Mangkubumi menjadi Sultan Yogyakarta, ia sudah menguasai berbagai urusan pemerintahan. Ia kerap diminta membantu ayahnya yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia dalam menjalankan tugasnya.
Selain itu, KGPH Mangkubumi juga aktif terlibat dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan. Jabatannya antara lain Ketua Kadin DIY, Ketua DPD Golkar DIY, Ketua KONI DIY, dan Komisaris Utama Pabrik Gula Madukismo.
Pada tanggal 2 Oktober 1988, Sri Sultan Hamengkubuwana IX meninggal dunia. Istana menetapkan KGPH Mangkubumi sebagai calon yang paling cocok menjadi sultan berikutnya.
Proses pewarisan ini merupakan hal baru dalam sejarah Keraton Yogyakarta. Pada era sebelumnya, sultan yang akan datang harus mendapat persetujuan Belanda.
Menjelang penobatannya, KGPH Mangkubumi dari diberi gelar “KGPAA Hamengku Negara Sudibya Raja Putra Narendra Mataram'' yang artinya “Putra Mahkota''. Ia resmi dinobatkan sebagai Sultan pada tanggal 7 Maret 1989 (Selasa, 29 Kalender Rajab 1921) di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Masa Pemerintahan
Upacara penobatan Sri Sultan Hamengkubuwana X sebagai Sultan dan Raja Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat berlangsung di Keraton Yogyakarta.
Gelar resminya adalah Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Inkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati Ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng - Kaping Sadasa ing Ngayogyakarta Hadiningrat.
Penobatan KGPH Mangkubumi sebagai Raja dan Sultan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan yang pertama sepanjang sejarah Republik Indonesia.
Setelah raja sebelumnya mengambil alih kekuasaan di bawah pemerintahan VOC dan menguasai Hindia Belanda.
Setelah Sabda Raja kerajaan pertama diucapkan di Siti Hingil Keraton Yogyakarta pada tanggal 30 April 2015, menimbulkan kontroversi di kalangan kerabat bangsawan dan polemik masyarakat Yogyakarta.
Namun pada masa pemerintahan sebelumnya ia aktif dalam berbagai organisasi. Ia pernah menjabat sebagai Ketua KONI DIY, Direktur Utama PT Punokawan yang bergerak di bidang jasa konstruksi, dan Ketua PG Madukismo.
Beliau juga pernah diangkat menjadi Ketua Tim Ahli Gubernur DIY pada Juli 1996. Pada tahun 2010, Sri Sultan Hamengkubuwana bersama Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem mendirikan Partai Nasional Demokrat.
Setelah wafatnya Paku Alam VIII pada tahun 1998, melalui beberapa perdebatan akhirnya membuat beliau diangkat menjadi Gubernur DIY untuk masa jabatan 1998-2003. Selama masa jabatan ini, tidak ada Wakil Gubernur yang mendampinginya.
Dan pada tahun 2003, setelah banyak kontroversi, ia terpilih kembali menjadi Gubernur DIY untuk masa jabatan 2003-2008. Pada masa jabatan ini, ia mendampingi Wakil Gubernur Paku Alam IX.
Sri Sultan Hamengkubuwana X beserta keluarganya diketahui pernah menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara beserta cucu pertamanya di Keraton Yogyakarta pada Juni 2019
Karya dan Regalia
Pada masa pemerintahannya, Sri Sultan Hamengkubuwana X memiliki lambang Kasultanan yang disebut Praja China yang berfungsi sebagai ragam hias di beberapa bangunan dan digunakan dalam kop surat resmi dan medali penghargaan.
Selain lambang Kesultanan, juga diciptakan lambang Sultan sendiri. Lambang pribadi atau Cihnaning Pribadi ini bentuknya sama persis dengan Praja China, hanya saja ada penambahan huruf Murda di bagian bawah sayap.
Huruf murda artinya angka yang menunjukkan sultan yang berkuasa. Simbol ini sering terlihat pada furnitur dan barang-barang lain peninggalan sultan-sultan terdahulu.
Ia juga membawa pusaka atau regalia dan tanda kebesaran ketika Sri Sultan sedang miyos atau menghadiri upacara akbar di keraton yang disebut Upacara Kanjeng Kyai. Upacara utamanya adalah Jumenengan Dalem atau penobatan.
Selain itu, pada zaman dahulu, ritual Kanjeng Kyai juga dilakukan pada saat upacara Grebeg. Upacara Kanjeng Kyai juga merupakan simbol budi pekerti yang harus tercermin pada diri sultan dan tokoh masyarakat pada umumnya.
Benda-benda pusaka atau regalia tersebut adalah:
- Banyak (Angsa), melambangkan kewaspadaan dan kesucian
- Dhalang (Kijang), melambangkan kegesitan dan cepat mengambil keputusan
- Sawung (Ayam Jantan), melambangkan keberanian
- Galing (Merak), melambangkan kewibawaan atau keindahan
- Hardawalika (Naga), melambangkan kekuatan dan tanggung jawab
- Kutuk (Kotak Uang), melambangkan kedermawanan
- Kacu Mas (Saputangan), melambangkan sikap pemaaf
- Kandil (Lampu Minyak), melambangkan pencerahan
Barang-barang upacara ini terbuat dari emas. Semua perlengkapan ritual dibawa oleh gadis-gadis yang disebut Manggung. Manggung biasanya merupakan kerabat dekat sultan yang disebut Sentana Dalem.
Selain benda-benda di atas, masih ada lagi benda yang terbuat dari emas yang disebut Cepuri. Cepuri, Wadah Ganten atau Pekinangan adalah tempat dimana bisa ditemukan segala peralatan makan sirih pinang.
Pada setiap upacara besar, Cepuri dibawa oleh Abdi Dalem Keparak Para Gusti, yang bermakna,
- Kecohan (Tempat meludah), melambangkan kehati-hatian dalam bertutur
- Cepuri (Tempat segala keperluan makan sirih), melambangkan kesiapsiagaan
Dikutip dari website drpd.jogjakota.go.id yang berjudul “Sri Sultan Hamengkubuwana X Genap 34 Tahun Bertahta sebagai Raja Keraton Kasultanan Yogyakarta”, beliau juga dikenal sebagai pelestari budaya dan tradisi Keraton Yogyakarta.
Beliau berperan aktif dalam bidang pendidikan dan sosial, termasuk mendirikan beberapa lembaga pendidikan dan organisasi sosial di wilayah Yogyakarta.
Sri Sultan Hamengkubuwana X juga menciptakan Beksan Ajisaka yang merupakan Yasan Dalem (karya tari) sejak pertengahan tahun 2020.
Beksan ini berdasarkan gagasan dari naskah Ajisaka dan ditafsir dalam bentuk tari yang terinspirasi dari kepemimpinan tokoh Ajisaka.
Dikutip dari website kratonjogja.id dengan judul "Beksan Ajisaka: Yasan Dalem Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10".
Contoh Ngarsa Dalem yang diungkapkan dalam Serat Ajisaka merupakan bagian dari teks lengkap Serat Pustakaraja karya Ranggawarsita.
Beksan ini bercorak bedhayan yang menampilkan 10 orang penari laki-laki yang berwatak gagah dan biasanya mempunyai beksan maju, inti, dan mundur, seperti pada gaya klasik Yogyakarta yang terbagi menjadi tiga bagian.
Setiap bagian dari beksan ini memiliki makna dan filosofi, serta mencakup kesediaan seseorang dalam menghadapi kehidupan dan mengambil peran kepemimpinan, baik bagi dirinya maupun orang disekitarnya.
Selain itu, Sri Sultan Hamengkubuwana juga membuka beberapa pameran Temporer salah satunya adalah pameran Temporer Lenggahing Harjuno.
Pameran Tersebut menampilkan karya Wayang Wong 'Gana Kalajaya', 'Beksan Ajisaka' dan 'Bedaya Mintalaga'. Wayang Wong dalam lakon Gana Kalajaya merupakan Wayang Wong yang menceritakan tentang lahirnya Batara Gana/Dewa Ganesha di Keraton Yogyakarta versi.
Kesimpulan
Sri Sultan Hamengkubuwana X lahir dengan nama kecil Bendara Raden Mas Herjuno Darpito dari ayah Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan ibu Kanjeng Raden Ayu Windyaningrum pada 2 April 1946 di Yogyakarta.
Sebelum bertahta menjadi Sultan Yogyakarta, KGPH Mangkubumi sudah terbiasa dengan berbagai urusan di pemerintahan.
Beliau sering diminta untuk membantu menyelesaikan tugas ayahnya yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI.
Selama masa pemerintahannya, Sri Sultan Hamengkubuwana X memiliki lambang Kasultanan yang disebut Praja China, lambang pribadi atau Cihnaning Pribadi ini bentuknya sama persis dengan Praja Cihna dengan tambahan Huruf Murda di bagian bawah helai sayap, karya tari dan banyak membuka pameran temporer.
Referensi
…. Beksan Ajisaka: Yasan Dalem Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10. [Online].
https://www.kratonjogja.id/kapustakan/4-beksan-ajisaka-yasan-dalem-sri-sultan-hamengku-bawono-ka-10/ - diakses pada 12 Desember 2024
…. Hamengkubuwana X. [Online].
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Hamengkubuwana_X - diakses pada 12 Desember 2024
… Yang Bertakhta. [Online].
https://www.kratonjogja.id/yang-bertakhta/ - diakses pada 12 Desember 2024
Adminwarta. 2023. Pameran ‘Lenggahing Harjuno’ Teladani Sosok Sultan dan Pengabdian untuk Rakyat. [Online].
https://warta.jogjakota.go.id/detail/index/29854 - diakses pada 12 Desember 2024
Tim Web. 2023. Sri Sultan Hamengku Buwono X Genap 34 Tahun Bertakhta sebagai Raja Keraton Kasultanan Yogyakarta. [Online].
https://dprd.jogjakota.go.id/detail/index/26336 - diakses pada 12 Desember 2024
Penulis: Laila Immatun Nissak, Mahasiswa Pendidikan berdarah Jawa yang menyukai Yogyakarta dan seisinya
Posting Komentar