Apakah Membuat Wayang Perlu Tirakat atau Bertapa? Begini Penjelasan Brian Ardiansyah, Satu Pembuat Wayang dari Malang
BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Jika sebelum membuat keris seorang empu perlu bertapa untuk mendapatkan petunjuk atau ilham, ternyata pembuat wayang juga memiliki tradisi tertentu sebelum mulai membuatnya.
Tradisi atau tata cara tersebut dijelaskan oleh Brian Ardiansyah, seorang pembuat wayang dari Malang, yang menjadi narasumber dalam live Aku Wong Jawa Episode 15 bertema Nasib Produksi Wayang di Era Digital; Menilik Proses Pembuatan Wayang dari Tangan Generasi Muda, pada Minggu Kliwon, 9 Maret 2025.
Menurutnya, beberapa pembuat wayang melakukan tirakat demi kelancaran proses produksi.
Namun, tidak semua produsen wayang mengikuti ritual tersebut.
Brian, sebagai produsen wayang dari generasi muda, mengaku jarang melakukan ritual sebelum membuat wayang.
Ia hanya melakukan tirakat jika ingin membuat wayang khusus yang tidak diperjual-belikan, misalnya untuk koleksi pribadi.
Meski begitu, ia tetap menghargai tradisi yang telah ada.
Ritual dan Kepercayaan dalam Pembuatan Wayang
Beberapa pembuat wayang masih menjalankan ritual tertentu sebelum memulai produksi, seperti berpuasa, memilih hari khusus, atau bahkan membuat wayang di tempat tertentu seperti dalam gua atau perempatan jalan.
“Bukan di Tengah-tengah perempatan jalan y aini, tapi di pinggir jalan yang jalan itu perempatan,” ucap Brian.
Salah satu kepercayaan yang berkembang adalah jika tangan seorang pembuat wayang berdarah saat proses produksi, maka wayang tersebut dianggap meminta sajen (sesaji), di mana darah pembuatnya ditempelkan ke permukaan wayang, biasanya pada bagian mata wayang.
Namun, ada juga pembuat wayang yang tidak terikat dengan ritual semacam ini dan lebih fokus pada keterampilan teknis serta ketelitian dalam pembuatan.
Energi dalam Wayang
Beberapa orang percaya bahwa wayang memiliki energi atau semacam kodam tersendiri.
Brian sendiri tidak menyebutnya sebagai kodam, tetapi lebih kepada transfer energi dari pembuatnya kepada wayang melalui proses tirakat atau meditasi.
Energi ini diyakini membuat wayang lebih hidup ketika dimainkan oleh seorang dalang.
Setiap dalang memiliki cara sendiri dalam menghidupkan tokoh wayang, seperti almarhum Ki Seno Nugroho yang dikenal karena kemampuannya menghidupkan tokoh Bagong dengan sangat ekspresif.
Hal ini menunjukkan bahwa seni wayang tidak hanya bergantung pada fisik wayang itu sendiri, tetapi juga keterampilan dan energi yang diberikan baik oleh pembuat maupun dalangnya.
Pembuatan wayang di kalangan para produsen memiliki beragam pendekatan, baik yang masih mempertahankan tradisi tirakat maupun yang lebih fokus pada aspek teknis.
Beberapa pembuat wayang menjalankan ritual khusus seperti puasa, memilih hari baik, atau membuat wayang di tempat tertentu, sedangkan yang lain lebih menekankan keterampilan dan keahlian dalam memahat.
Meski demikian, baik dengan atau tanpa ritual, proses pembuatan wayang tetap dianggap sebagai seni yang membutuhkan ketelitian dan rasa.
Kepercayaan mengenai energi dalam wayang juga beragam, ada yang menyebutnya sebagai kodam, sementara yang lain melihatnya sebagai bentuk transfer energi dari pembuat ke wayang.***
Posting Komentar