Mengenal Tanah Kasultanan Yogyakarta: Keprabon dan Dede Keprabon Ndalem
YOGYAKARTA, BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Yogyakarta, kota yang kaya akan budaya dan sejarah, dan memiliki sistem kepemilikan tanah yang unik.
Berdasarkan Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta No. 1 Tahun 2017 Pasal 1 Ayat 1, ditegaskan bahwa Tanah Kasultanan adalah tanah milik sultan.
Tanah ini terbagi menjadi Tanah Keprabon dan Tanah Bukan Keprabon.
Tanah Keprabon berada di dalam lingkungan keraton, sedangkan Tanah Bukan Keprabon tersebar di Kabupaten atau Kota Yogyakarta.
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Pasal 7 Ayat 1 tentang Keistimewaan DIY, disebutkan bahwa Tanah Keprabon meliputi Keraton, Alun-Alun Lor dan Kidul, Benteng, Jagang, Panggung Krapyak, Tugu Pal Putih, Tamansari, Pasar Beringharjo, Kepatihan, dan beberapa pasareyan atau makam.
Baca Juga: Sengketa Tanah Antara Keraton Yogyakarta dan PT KAI di Stasiun Tugu Resmi Berakhir dengan Perdamaian
Tanah Keprabon Ndalem: Jantung Keraton
Menurut buku yang ditulis oleh Muhsin, Siswanti, & Yuni, 2019, Tanah Keprabon Ndalem adalah tanah di lingkungan keraton yang digunakan untuk menyimpan benda pusaka.
Jenis-jenisnya beragam:
- Tanah yang digunakan sendiri oleh sultan, seperti makam dan tempat perlengkapan.
- Tanah hak pakai atau gubernurment, diberikan gratis untuk asrama polisi.
- Tanah yang diberikan ke Netherland Spoor, untuk perumahan atau fasilitas kereta api.
- Tanah Lungguh, diberikan kepada kerabat keraton seperti Bupati Nayoko.
- Tanah Kebonan, untuk ditanami pepohonan dan buah-buahan.
- Tanah Mutihan, untuk pembinaan agama Islam.
- Tanah Pendidikan, diberikan kepada pejabat berkuasa.
Warga Yogyakarta memiliki hak anganggo untuk menggunakan Tanah Keprabon Ndalem, sementara warga luar kota memiliki hak anggarap.
Baca Juga: Hak dan Kewajiban Pemakai Tanah di Area Sultan Ground dalam Serat Kekancingan
Tanah Dede Keprabon Ndalem: Di Luar Tahta Raja
Tanah Dede Keprabon Ndalem tidak terkait langsung dengan tahta raja. Fungsinya antara lain:
- Mendirikan rumah tinggal Adipati Anom, Pangeran Hangabehi, dan lainnya.
- Mendirikan tempat tinggal abdi dalem.
- Tanah kelurahan atau desa.
- Tanah yang diberikan kepada rakyat biasa dan dapat menjadi hak milik, sesuai Perda DIY Nomor 5 Tahun 1945.
Mengapa Ini Penting untuk Generasi Muda?
Memahami Tanah Kasultanan Yogyakarta adalah bagian dari melestarikan warisan budaya Jawa. Bagi generasi muda, ini adalah kesempatan untuk:
- Mengenal lebih dekat sejarah dan budaya Yogyakarta.
- Memahami aturan dan tradisi yang masih berlaku hingga kini.
- Menambah wawasan tentang salah satu keistimewaan yang dimiliki oleh Daerah Istimewa Yogyakarta.
- Mengetahui bagaimana masyarakat sekitar dapat menggunakan tanah tersebut.
- Dengan memahami sistem kepemilikan tanah ini, kita dapat lebih menghargai kekayaan budaya Yogyakarta dan menjaga kelestariannya untuk generasi mendatang.
Kesimpulan:
Tanah Kasultanan DIY terbagi menjadi Tanah Keprabon yang berada di lingkungan Keraton dan Tanah Bukan Keprabon yang berada di luar Keraton.
Tanah Keprabon, seperti Keraton, Alun-Alun, dan Tamansari, digunakan untuk keperluan kerajaan dan masyarakat memiliki hak pakai.
Tanah Dede Keprabon Ndalem, yang tidak terkait langsung dengan tahta, dimanfaatkan untuk rumah bangsawan, abdi dalem, tanah desa, atau tanah rakyat sesuai aturan waris berdasarkan Perda DIY Nomor 5 Tahun 1945
Referensi:
Muhsin, A., Siswanti, & Yuni, L. N. (2019). Surat Kekancingan Tanah Sultan Ground: Upaya Mendapatkan Izin Memanfaatkan Tanah Keraton Yogyakarta. Yogyakarta: deepublish.
Penulis: Nadya Zuhri, mahasiswa Universitas Negeri Semarang yang belajar melestarikan budaya.
Posting Komentar